Skandal Jual Beli Bayi, Gagalnya Negara Lindungi Anak
Kolom | 2025-07-24 18:38:40Bayangkan seorang bayi baru lahir. Tubuhnya masih merah, lemah, dan hanya bisa menangis, tetapi harus berpisah dari ibunya ribuan kilometer. Ia belum sempat menghirup udara dengan tenang. Namun, sudah merasakan kejamnya dunia dan ketidakadilan yang menimpanya. Bayi-bayi ini menjadi korban praktik perdagangan orang (TPPO). Tragisnya, makhluk mungil tanpa dosa ini dijual oleh ibunya sendiri.
Terbongkarnya kasus penjualan bayi lintas negara yang kembali mencuat menunjukkan lemahnya sistem perlindungan anak di negeri ini. Dikutip dari beritasatu.com (18-7-2025), sejumlah bayi yang tidak berdosa itu dijual ke Singapura. Harganya mencapai belasan juta rupiah.
Lebih mencengangkan lagi, kejahatan ini juga melibatkan orang dalam. Ada oknum pemerintah yang memalsukan dokumen hingga tampak resmi dikeluarkan oleh negara. Atas kasus ini, pemerintah didesak untuk segera mengaudit internal lembaganya. Selain itu, pemerintah wajib memperbaiki sistem administrasi kependudukan yang mudah disusupi oknum tak bertanggung jawab. (kompas.id, 17-7-2025).
Fakta di atas menunjukkan bahwa perdagangan bayi ini bukan sekadar kriminalitas biasa, tetapi melibatkan sindikat lintas negara. Kerja mereka sangat rapi, sistematis, masing-masing oknum memiliki keahlian khusus demi memuluskan rencananya, dan jaringannya sangat luas. Kasus ini adalah cerminan dari rapuhnya tatanan sosial dan ekonomi yang selama ini diterapkan.
Akar Persoalan Jual Beli Bayi
Akar persoalannya adalah kemiskinan. Ibu-ibu yang menyerahkan bayinya kepada sindikat, nyatanya berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terdesak. Inilah buah dari sistem ekonomi kapitalistik yang gagal menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, khususnya perempuan dan anak-anak. Kemiskinan telah menciptakan kerentanan. Celah menganga ini dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang (TPPO) lintas negara. Di Indonesia, kemiskinan berkelindan dengan sistem sekuler yang meminggirkan nilai agama, menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban. Ironisnya, negara tidak hadir secara nyata untuk melindungi mereka
Alih-alih menjadi pelindung, aparat negara justru menjadi bagian dari persoalan. Oknum birokrat yang seharusnya menjaga integritas administrasi justru membantu praktik ilegal ini. Beginilah buah dari sistem kehidupan sekuler yang menyingkirkan agama dari pengaturan urusan publik. Ketika hukum Allah tidak dijadikan pedoman, manusia kehilangan fitrahnya. Bayi-bayi yang seharusnya dilindungi, malah dijadikan komoditas jual beli.
Anak Adalah Amanah
Islam memandang anak sebagai amanah sekaligus aset strategis bagi peradaban. Mereka adalah generasi penerus yang harus dijaga, dididik, dan dipelihara dengan penuh tanggung jawab. Bagi orang tuanya, anak adalah titipan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Bagi negara dalam sistem Islam, anak adalah warga yang hak-haknya wajib dipenuhi sejak di dalam kandungan.
Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga keberlangsungan generasi. Dari perlindungan nasab, jaminan kebutuhan dasar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Sistem pendidikan di dalam Islam pun berbasis akidah untuk membentuk pribadi bertakwa. Semua ini dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan bermartabat.
Lebih jauh, sistem Islam memiliki seperangkat sanksi tegas dan menjerakan bagi pelaku kejahatan berat seperti perdagangan manusia. Bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk mencegah masyarakat melakukan kejahatan serupa. Penegakan hukum dalam Islam dilandasi prinsip keadilan sesuai syariat, bukan sekadar efek jera sesaat.
Adapun praktik jual beli bayi dalam pandangan Islam tergolong keharaman yang nyata dan dosa besar. Tindakan ini bukan hanya melanggar syariat, tetapi juga mencerminkan kerusakan sosial yang sudah pada taraf mengkhawatirkan. Keharamannya didasarkan pada hadis sahih yang melarang secara tegas jual beli manusia merdeka.
Sebagaimana disampaikan dalam hadis qudsi dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman: Ada tiga golongan yang akan Aku hadapi langsung pada hari kiamat: pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya; kedua, orang yang menjual manusia merdeka lalu menikmati hasil penjualannya; ketiga, orang yang mempekerjakan seseorang lalu tidak memberinya upah setelah pekerjaan selesai.” (HR. Muslim No. 2114)
Hadis ini menjadi dasar bahwa memperjualbelikan manusia, termasuk bayi yang tidak berdosa, adalah kejahatan berat. Pelaku praktik ini dalam sistem Islam akan dikenai sanksi takzir, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh khalifah atau hakim syar'i sesuai tingkat dan jenis pelanggaran. Bentuknya bisa berupa penjara, pengasingan, cambuk, bahkan hukuman mati jika kejahatannya berdampak luas dan sistemis.
Khatimah
Oleh karena itu, penyelesaian persoalan ini tidak cukup hanya dengan tindakan administratif, audit internal, atau reaksi sesaat saat skandal mencuat. Diperlukan evaluasi menyeluruh atas sistem yang melahirkan kejahatan ini. Selama negara masih menjalankan sistem kapitalisme-sekuler, perlindungan anak tak akan pernah benar-benar terwujud.
Perlindungan hakiki hanya akan lahir dari sistem yang menjadikan wahyu Allah sebagai landasan dalam mengatur kehidupan. Saat negara gagal menjadi pelindung, sudah saatnya sistem Islam hadir sebagai solusi menyeluruh yang melindungi setiap jiwa sejak dalam rahim. Sudah saatnya negeri ini berpaling pada sistem yang mampu memberikan jaminan hidup layak dan aman bagi setiap anak. Sebab, masa depan bangsa tergantung pada bagaimana kita melindungi generasi hari ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
