Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Achmad Salahudin Al Ayubbi

Screen Time atau Quran Time? Tantangan Orang Tua Zaman Now

Parenting | 2025-07-23 08:07:54
Sumber foto: oleh indraprojects dari pixabay

Di tengah gempuran teknologi dan derasnya arus informasi, orang tua masa kini menghadapi dilema besar: memberikan akses gadget sebagai sarana belajar dan hiburan, atau menanamkan nilai-nilai spiritual melalui kebiasaan membaca Al-Qur'an sejak dini?
Pertanyaan yang tampak sederhana ini sebenarnya mencerminkan dinamika pengasuhan modern. Di satu sisi, orang tua ingin anak-anaknya cakap teknologi. Di sisi lain, ada tanggung jawab moral dan spiritual yang tidak bisa diabaikan. Maka pertanyaannya bukan lagi “mana yang lebih penting?”, tapi bagaimana menyeimbangkan keduanya dengan bijak.

Teknologi: Pisau Bermata Dua

Tidak dapat disangkal bahwa screen time memiliki potensi positif. Konten edukatif, aplikasi belajar interaktif, hingga video yang mengajarkan keterampilan tertentu dapat memperkaya pengalaman anak. Tapi semua itu bergantung pada dua faktor utama: durasi dan pengawasan.

Masalah muncul ketika layar digital mengambil alih fungsi interaksi manusia. Anak yang terlalu lama terpapar layar cenderung mengalami kesulitan konsentrasi, keterlambatan bicara, dan bahkan masalah perilaku. Bukan karena teknologinya jahat, tapi karena penggunaannya yang tidak terkendali.

Sebagai orang tua, beri izin screen time tanpa batas membiarkan anak berjalan di jalan raya tanpa pengawasan. Bisa jadi tidak apa-apa, tapi risikonya terlalu besar untuk diabaikan.

Waktu Quran: Investasi Jangka Panjang

Berbanding terbalik dengan screen time yang dampaknya seringkali instan dan visual, Quran time adalah investasi jangka panjang. Hasilnya mungkin tidak langsung terlihat, namun pengaruhnya terhadap pembentukan karakter, nilai, dan akhlak akan sangat terasa seiring berjalannya waktu.
Menjadikan Al-Qur'an sebagai bagian dari rutinitas anak bukan berarti memaksa anak menjadi penghafal sejak kecil. Ini tentang membiasakan anak dekat dengan kalamullah—baik lewat mendengar, membaca, ataupun memahami nilai-nilainya secara bertahap.
Dalam konteks ini, waktu mengaji bukan sekedar aktivitas keagamaan, melainkan proses pembentukan jati diri.

Haruskah Memilih Salah Satu?

Seringkali, orang tua merasa harus memilih. Jika anak diberikan waktu bermain gadget, maka waktu untuk mengaji menjadi berkurang, begitu pun sebaliknya. Namun pendekatan semacam ini bisa menimbulkan persepsi keliru bahwa Quran time dan screen time adalah dua kutub yang tidak bisa didamaikan.

Padahal keduanya bisa saling melengkapi. Dengan pengaturan yang tepat, gadget bisa menjadi alat bantu Quran time—melalui aplikasi mengaji interaktif, video kisah nabi, atau animasi pendidikan Islam. Tapi syaratnya jelas: konten harus dipilih secara selektif, dan anak tetap perlu berinteraksi langsung dengan orang tua dalam aktivitas spiritualnya.

Menanamkan Nilai, Bukan Sekadar mengatur Waktu

Permasalahan utama sebenarnya bukan pada alat atau medianya, melainkan pada nilai yang terbentuk dari kebiasaan sehari-hari. Anak yang sejak kecil dibiasakan melihat orang tuanya membaca Al-Qur'an, akan lebih mudah menginternalisasi kebiasaan tersebut sebagai hal yang wajar. Sebaliknya, jika layar selalu menjadi solusi utama untuk mengisi waktu luang, maka anak akan menilai bahwa hiburan digital lebih penting dari refleksi spiritual.
Maka tugas orang tua bukan hanya membuat jadwal yang ideal, tapi menciptakan atmosfer rumah yang menempatkan nilai-nilai spiritual sebagai poros kehidupan, bukan sekedar rutinitas rutin.

Hadis sebagai Pengingat Prioritas

Dalam satu hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka dia satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Aku tidak mengatakan bahwa 'Alif Lam Mim' satu huruf, tapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf."(HR. At-Tirmidzi)

Hadis ini mengingatkan bahwa membaca Al-Qur'an, sekecil apapun, tidak pernah sia-sia. Ini adalah motivasi besar yang seharusnya menjadi dasar dalam mengatur prioritas keluarga. Bukan berarti screen time harus dihapus total, tapi Quran time perlu diberi tempat yang jelas, bukan sekadar sisa dari waktu yang tersisa.

Pendekatan Realistis dan Kontekstual

Tidak semua keluarga memiliki kondisi yang sama. Ada orang tua yang bekerja penuh waktu, ada yang mengasuh anak tanpa bantuan, dan ada pula yang memiliki lebih dari satu anak dengan rentang usia berbeda. Maka, solusi pengasuhan tidak bisa satu untuk semua.

Yang terpenting adalah menyusun pola yang fleksibel, namun tetap berprinsip. Beberapa pendekatan yang bisa diterapkan:
1. Jadwal yang disepakati bersamaLibatkan anak dalam menyusun jadwal harian, termasuk waktu khusus untuk layar dan Quran. Ini melatih rasa tanggung jawab dan kesadaran diri.

2. Konsistensi kecil lebih baik daripada ketidakteraturan besarWaktu Quran 10 menit setiap hari akan lebih berdampak dibandingkan 1 jam seminggu tetapi tidak konsisten.

3. Libatkan teknologi sebagai pendukung, bukan penggantiGunakan aplikasi tilawah, video cerita Islami, atau animasi edukatif untuk membuat anak tertarik. Tapi tetap pastikan interaksi langsung tetap ada.


Digital Boleh, Tapi Spiritual Harus

Membesarkan anak di era digital adalah tantangan tersendiri. Kita tidak bisa menutup mata bahwa teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan. Namun kita juga tidak boleh lupa bahwa spiritualitas adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar, dan tidak bisa digantikan oleh layar manapun.

Anak yang paham teknologi akan mudah beradaptasi. Tapi anak yang punya fondasi akhlak dan iman akan tahu bagaimana menggunakan teknologi dengan bijak. Maka pertanyaannya bukan lagi “bolehkah anak screen time?”, tapi “apakah screen time anak seimbang dengan asupan rohaninya?”

Penutup: Memilih Menjadi Orang Tua yang Sadar Nilai

Waktu layar atau waktu Quran? Jawabannya bukan pilihan salah satu, tapi soal prioritas dan nilai yang ingin ditanamkan. Dunia akan terus berubah. Teknologi akan semakin canggih. Tapi jika sejak awal anak kita tumbuh dengan pemahaman bahwa Al-Qur'an adalah sumber petunjuk, maka dia tidak akan mudah tersesat dalam derasnya arus digital.
Kita tidak sedang membentuk anak anti-teknologi. Kita sedang membentuk anak-anak yang mampu hidup di era teknologi dengan fondasi iman yang kuat.

Ayo Kita Lakukan!

Bagaimana keadaannya, Retizener?Apakah screen time di rumahmu sudah seimbang dengan waktu membaca Quran?Yuk, bagikan pandanganmu di kolom komentar. Siapa yang tahu, ada yang bisa kita pelajari satu sama lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image