Tragis, Balita Jadi Korban Sodomi, Salah Siapa?
Politik | 2025-07-22 06:13:57
Oleh Noor Annahdah
Ibu & Penggiat Literasi
Tragis, terjadi lagi kasus pelecehan sexual yang dialami oleh balita usia belum genap 5 tahun di Bekasi. Mirisnya, pelecehan sodomi dan perkosaan itu dilakukan oleh seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun. Tentunya, orang tua korban merasa terpukul, ketika mendapati buah hatinya menjadi korban pelecehan.
Konon, aksi tersebut di picu karena HP. Predator yang masih belia ini, setiap hari pegang HP tanpa pengawasan orang tua. Konten-konten dewasa di duga selalu dikonsumsi setiap hari ketika orang tua sibuk bekerja.
Kenapa kasus serupa kerap terjadi di negeri ini? Meneror kekhawatiran kita sebagai orang tua.
Bagaimana kita harus melindungi anak-anak ini dari predator sex? Hingga masyarakat apatis seakan tidak ada harapan. Bahkan merasa ketakutan setiap saat.
Ternyata sumber masalah ini adalah kelalaian terstruktur antara orang tua dan Negara. Pasalnya, orang tua berkewajiban melindungi anak-anak dari tontonan yang seronok.
Sungguh memilukan kondisi negeri ini. Dari hari ke hari, anak-anak terkotori dengan tontonan yang tidak seharusnya. Yang lebih fatal membuat anak menjadi korban. Mayoritas orang tua tidak mampu melakukan kewajibannya dengan baik dalam pengawasan anak. Lebih-lebih Pemerintah yang abai membiarkan konten-konten seronok bertebaran tanpa sensor.
Wajar, kasus Kriminalitas serupa kerap terjadi di Negeri ini. Karena menggunakan asas sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama. Lebih-lebih sistem kapitalis, memaksa orang tua ayah dan ibu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akibat, peran Negara yang minimalis mensejahterakan kehidupan rakyat kecil.
Dalam perspektif Islam, kasus sodomi yang dilakukan anak-anak dipandang serius. Namun, penyelesaian masalah nya berbeda dengan orang dewasa.
Karena pertimbangan usia serta niat dan tingkat pemahaman anak tentang apa yang dilakukan nya. Anak -anak yang belum baligh tidak dibebani tanggung jawab hukum sepenuhnya.
Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw.:
“Diangkat pena (tidak dicatat dosa) dari tiga golongan ;orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh,orang gila sampai dia sembuh”. (HR. Abu Dawud, Ahmad dll)
Islam sangat adil sekali berbicara dengan masalah hukum. Ketika anak belum mumayyis dan belum baligh, maka pihak keluarga yang diwajibkan untuk bertanggung jawab akan perbuatan anaknya. Karena mereka belum dibebani hukum hingga baligh apalagi hukum pidana.
Namun, pelaku dan keluarga tidak akan dibiarkan begitu saja. Ada sanksi yang harus mereka dapatkan.
Diantaranya adalah pendidikan, pembinaan, dan perlindungan anak, serta tanggung jawab keluarga atas kerugian yang ditimbulkan. mereka dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sehat.
Seharusnya Negara berperan dalam hal perlindungan anak seperti ketika zaman keemasan Islam dahulu.
Pada masa itu perlindungan anak memiliki karakteristik yang mencerminkan ajaran Islam yang kuat dalam hal hak anak dan tanggung jawab sosial.
Perlindungan anak di masa kejayaan Islam:
1. Hak hidup dan perlindungan dari kekuasaan
2. Pendidikan anak sebagai tanggung jawab negara dan orang tua
3. Hak anak yatim dan dhuafa (anak miskin)
4. Larangan eksploitasi anak
5. Kesehatan dan pengasuhan (Negara memastikan bahwa setiap keluarga menjalankan kewajiban nya sesuai syari’at)
6. Sanksi terhadap pelanggaran hak anak.
Walhasil, perlindungan anak di masa kejayaan Islam merupakan bagian integral dari pelaksanaan syariat Islam. Negara memiliki peran aktif dalam menjaga, mendidik dan mensejahterakan anak-anak, memiliki kebijakan sosial, hukum serta sistem ekonomi berdasarkan zakat dan wakaf. Nilai - nilai ini membentuk generasi yang kuat secara spiritual dan intelektual.
Sungguh, tugas orang tua semakin berat dalam melindungi buah hati mereka dalam sistem yang bobrok saat ini. Tanggung jawab pendidikan seharusnya bukan hanya dilakukan oleh orang tua yang terkadang mempunyai keterbatasan. Negara juga sangat berperan dalam hal ini.
Namun, apa yang bisa kita harapkan dari kondisi sistem saat ini yang notabene agama dipisahkan dari kehidupan dan negara? Sudah seharusnya negara hadir untuk melindungi. Realitanya perlindungan itu masih bisa dibilang mimpi di siang bolong jika kita tidak mau menerapkan sistem Islam secara totalitas. Wallahualam
Hasbunallah wani’mal wakiil
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
