Viral Umbar S-Line, Ketika Zina Bukan Masalah
Eduaksi | 2025-07-18 20:09:07Viral Umbar S-Line, Ketika Zina Bukan Masalah
Oleh. Rochma Ummu Satirah
Fomo atau fear of missing out menjadi satu hal yang banyak menjangkiti generasi muda saat ini. Mereka melakukan hal-hal yang dianggap viral agar tak dianggap ketinggalan tren yang ada. Tanpa mendetaili apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan.
Viral Umbar S-Line
Sebuah drama Korea yang saat ini sedang on-going menjadi satu tren yang viral dilakukan oleh generasi muda. Drakor ini menggambarkan satu imaginery line bernama S-Line (Seksual Line). Garis khayalan ini berwarna merah yang menggambarkan hubungan seksual yang dialami oleh si empunya. Semakin banyak garis merah yang ada di atas kepala menandakan semakin banyak pula hubungan seksual yang pernah dilakukan.
Ternyata, drakor ini tak hanya berhenti di dunia fiksi saja. Trennya pun menggejala di real life generasi muda. Mereka pun ikut-ikutan menampakan hal yang sama. Yaitu membuat garis merah di atas kepala mereka yang seakan menggambarkan frekuensi mereka dalam berhubungan seksual dengan orang lain.
Potret Generasi
Inilah potret generasi saat ini. Mereka lebih bersemangat mengejar tren, ikut-ikutan apa yang banyak dilakukan oleh orang lain tanpa mendetaili makna sebenarnya yang ada. Mereka lebih takut tertinggal dan dianggap tidak up-to-date dari apa yang sedang berkembang di tengah kehidupan.
Yang dikejar adalah kepuasan pribadi. Bermakna telah mampu mengikuti apa yang sedang berkembang dan tidak ketinggalan apa yang sedang viral. Mereka tak lagi peduli bahwa apa yang mereka lakukan sesuai dengan norma dan nilai kehidupan atau tidak. Apalagi standar halal dan haram sesuai agama.
Terlebih untuk viralnya S-Line ini, mereka pun dengan gegap gempita mengikuti satu hal yang sebenarnya merupakan aib sendiri. Berhubungan seksual di luar nikah sebenarnya adalah hal tabu untuk dilakukan. Namun, semakin ke sini, hal ini semakin awam dilakukan dan tak lagi menjadi hal yang memalukan.
Justru, mereka dengan tanpa malu memperlihatkan bahwa diri mereka pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah alias seks bebas. Inilah pertanda bahwa keburukan yaitu zina itu sendiri telah dinormalisasi.
Lebih jauh lagi, tren ini menunjukan kerusakan moral yang dialami oleh generasi muda. Zina yang menjadi satu dosa besar dan agama ini sangat melarangnya, menjadi satu hal yang mudah untuk diumbar bahkan dibuat candaan yang dipublikasikan.
Lemahnya Negara
Viralnya S-Line ini semakin menambah panjang bukti lemahnya peran negara kepada pengurusan rakyatnya. Pertama, negara memiliki tanggung jawab besar untuk menghadirkan sistem pendidikan yang mampu membentuk insan yang bertakwa.
Takwa bermakna mampu menjaga diri dari melakukan hal yang tak diperbolehkan aturan agama. Salah satunya ada zina ini. Zina adalah perbuatan dosa besar yang harus dihindari. Insan yang bertakwa tentunya dengan sendirinya akan menghindari hal ini agar tidak terjerumus pada dosa. Termasuk terciptanya rasa malu dalam diri untuk tidak sampai melakukan dosa atau tidak menampakan dosa kepada orang lain.
Kedua, negara harus mampu menciptakan sistem pergaulan pria dan wanita yang kondusif. Sistem ini tentunya berlandas pada aturan Islam. Islam sebagai agama yang sempurna dan komprehensif memiliki sekumpulan aturan untuk mengatur interaksi pria dan wanita. Jika ini dilanggar, tentunya aneka problem kehidupan pastilah muncul.
Hanya saja, sistem ini tak bisa berdiri sendiri. Ia bisa tegak bersama dengan tegaknya beberapa sistem kehidupan lainnya sebut saja seperti sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem pemerintahan, sistem sanksi, dan sistem lainnya. Semuanya menjadi bagian integral dalam Islam.
Penerapan sistem ini akan mampu melahirkan masyarakat yang produktif dan tak hanya menonjolkan aspek jinsiyah saja. Sehingga, setiap anggota masyarakat tidak disibukan dengan urusan seksual di ranah publik, tapi menyimpannya rapat-rapat hanya di ranah pribadi saja.
Ketiga, negara bertanggung jawab untuk menghadirkan tontonan yang membawa pengaruh baik bagi masyarakat serta mencegah tersebarnya tontonan yang memberikan pengaruh buruk. Negara sudah semestinya memiliki filter tentang apa saja yang layak dinikmati sebagai hiburan dan apa yang tidak.
Dalam urusan media informasi, negara memiliki departemen penerangan yang akan menyaring informasi yang disebarkan ke masyarakat. Departemen ini menjaga masyarakat dari paparan informasi yang menyesatkan atau bahkan menjerumuskan pada melakukan dosa.
Sayang sekali, tiga peran ini tidak bisa dijalankan oleh negara saat ini. Negara dengan landasan sekuler kapitalis saat ini membuang jauh-jauh nilai agama dalam interaksi masyarakat. Kemudian, melandaskan semuanya pada nilai manfaat materi saja. Sehingga fenomena S-Line ini sampai merebak.
Jika negara mampu menjalankan tiga peran di atas, tentunya masyarakat akan terjaga dari fomo-nya mengikuti tren viral ini. Menjaga masyarakat untuk terjaga dari dosa yang dimurkai oleh Sang Pencipta. Bahkan, terhindar dari memaklumi dosa sebagai satu hal yang biasa dan tak masalah untuk ada. Hanya negara yang menjalankan syariat Islam sajalah yang mampu untuk menerapkan tiga peran di atas. Wallahu alam bishowab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
