Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hawa Syahirah

Mengapa Ahli Gizi Harus Masuk ke Dunia Influencer?

Info Sehat | 2025-11-16 07:09:35

Manakah diantara kedua judul ini yang menarik bagi anda, antara “Turunkan Berat Badan 5 Kg dalam Sebulan dengan defisit kalori” atau “Turunkan Berat Badan 5 Kg dalam sehari tanpa Olahraga”. Tentunya, banyak orang akan tergiur dengan judul kedua karena terdengar mudah dan cepat. Padahal judul yang pertama meskipun terasa berat dan merepotkan, justru itulah cara yang benar untuk menurunkan berat badan, karena realitanya tidak ada hal yang instan di dunia ini. Terkadang, segala sesuatu yang terlihat menggiurkanpun belum tentu baik untuk tubuh kita.

Dalam satu hari penuh, scroll media sosial tentunya sudah menjadi kebiasaan, khususnya bagi para anak muda. Banyak sekali informasi yang dengan mudah bisa didapatkan dalam satu video saja yang mungkin berdurasi kurang dari 60 detik. Ketika ada hal yang kita pertanyakan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan searching di media sosial. Apalagi jika informasi yang diberikan dalam bentuk video tentunya akan jauh lebih menarik untuk ditonton, entah informasi yang diberikan itu akurat atau tidak.

Di tengah kemudahan akses terhadap media sosial, muncul figur-figur yang dikenal sebagai influencer kesehatan. UNESCO telah memperingatkan kepada influencer media sosial untuk memeriksa fakta-fakta mereka sebelum menyiarkannya kepada pengikut mereka, tentunya untuk mengurangi terjadinya misinformasi di media sosial. Karena 6 dari 10 kreator mengatakan bahwa mereka belum memverifikasi keakuratan informasi mereka sebelum membagikannya kepada audiens, penelitian juga menemukan bahwa kreator umumnya tidak menggunakan sumber resmi seperti dokumen dan situs dari web pemerintah. Justru sumber yang paling umum berasal dari pengalaman atau penemuan pribadi.

Peran ahli gizi sangat dibutuhkan dalam memberikan edukasi digital ditengah era misinformasi yang telah marak terjadi. Banyak orang yang menganggap remeh munculnya tips-tips diet atau informasi lain yang berhubungan Kesehatan, namun jika informasi yang diberikan tidak didasari dengan ilmu dan tidak disampaikan oleh ahlinya maka akan menyesatkan banyak orang. Apalagi jika suatu informasi itu dibungkus secara meyakinkan. Seperti tips diet tanpa karbo untuk menurunkan berat badan dengan cepat, yang mana hal ini tidaklah benar karena karbohidrat adalah sumber energi utama otak dan otot. Bayangkan saja jika informasi ini diterima secara mentah-mentah oleh seluruh masyarakat dan berakhir menjadi hal yang lumrah.

Apalagi jika informasi ini disampaikan oleh influencer yang terkenal, terlebih jika seseorang itu sudah menjadi panutan kita, maka dengan mudah kita akan percaya dengan segala hal yang disampaikan olehnya. Padahal tidak semua influencer bisa memberikan informasi yang akurat secara ilmiah, didukung pula dengan rendahnya literasi kesehatan dan literasi digital dari kalangan masyarakat. Hal ini tentunya sangat berikatan dan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Yakni kemampuan untuk memahami serta memperoleh informasi kesehatan dan kemampuan menyaring maupun memverifikasi informasi di internet.

Maka dari itu, perlu dilakukannya pengawasan yang ketat terhadap konten kesehatan di media sosial. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok, dimana para pembuat konten alias influencer diwajibkan untuk memiliki sertifikat atau kredensial medis yang sah. Tentunya langkah ini mendorong adanya penyebaran pengetahuan khususnya di bidang kesehatan yang ilmiah dan akurat, sekaligus mengurangi adanya misinformasi. Dengan begitu, hanya orang-orang yang terverifikasi mempunyai izin praktik atau surat keterangan kerja saja yang dapat berbicara mengenai kesehatan. Bagi yang belum memiliki sertifikasi maka tidak akan diizinkan mengunggah konten terkait kesehatan. Tak hanya itu saja, para influencer juga harus menyertakan sumber referensi di setiap kontennya, untuk memperkuat keakuratan ilmiah terhadap konten yang disebarkan.

Sedangkan di dalam Indonesia, profesi tenaga kesehatan, termasuk ahli gizi telah diatur jelas melalui berbagai aturan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kedua peraturan tersebut menekankan pentingnya kemampuan, sertifikasi, dan tanggung jawab etis tenaga kesehatan dalam melakukan pekerjaan mereka, termasuk dalam menyampaikan informasi di ruang publik.

Maka penting bagi tenaga kesehatan, seperti ahli gizi untuk memperhatikan beberapa hal sebelum terjun menjadi influencer. Tidak heran, media sosial adalah tempat penyebaran edukasi yang efektif, sehingga harus dimanfaatkan dengan baik dan benar. Ahli gizi perlu menerapkan prinsip komunikasi terapeutik, yaitu pola komunikasi yang menekankan empati, kejelasan, dan rasa nyaman bagi audiens. Berikut beberapa ketentuan untuk menjadi influencer ahli gizi professional:

1. Pahami Peran dan Tujuan

Menjadi ahli gizi di media sosial berarti menjadi seseorang yang memiliki identitas profesional di ruang publik yang memiliki peran untuk menyebarkan edukasi berbasis bukti ilmiah dan meningkatkan literasi gizi masyarakat dengan menjadi panutan dalam perilaku yang sehat.

2. Memiliki Legalitas dan Kredibilitas

Sebagai seseorang yang memiliki ilmunya, maka sebelum menyebarkan di media sosial harus memiliki Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Profesi, Surat Tanda Registrasi (STR), serta Surat Izin Praktik (SIP).

3. Menguasai Komunikasi Terapeutik secara Digital

Agar edukasi dapat diterima dan disampaikan dengan baik, ahli gizi perlu menguasai prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik. Seperti empati, non-judgemental, berinteraksi positif, transparan, sederhana, dan jelas.

4. Bangun Personal Branding yang Edukatif

Dengan menyajikan video konten yang mendidik dan mengedukasi masyarakat yang berhubungan dengan bidang gizi, sehingga dapat memberikan kepercayaan terhadap audiens.

5. Sertakan Sumber Ilmiah yang Kredibel

Menjadi influencer khususnya terkait kesehatan tentunya tidak boleh menyebarkan infromasi tanpa sumber yang jelas, agar tidak terjadi misinformasi serta dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap gizi.

Dengan begitu, media sosial jangan dipenuhi oleh oknum-oknum yang suka menyebarkan informasi tidak pasti atau yang hanya berdasarkan opini pribadi. Khusunya di bidang kesehatan yang marak terdapat sebuah informasi yang nyatanya berbahaya namun justru menjadi sebuah trend yang bahkan diikuti oleh hampir seluruh masyarakat. Apabila tidak ada yang membenarkan, maka akan terus berlanjut tanpa tahu kebenarannya. Terjunnya ahli gizi sebagai influencer yang tentunya memiliki ilmu dan wewenang untuk menyebarkan atau mengedukasi masyarakat dapat memberantas para kreator yang kerap menjadi "influencer kesehatan dadakan".

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image