Anak dan Perempuan dalam Pusaran Kejahatan Siber: Butuh Jaminan Perlindungan Negara
Agama | 2025-07-16 00:01:00
Berkembangnya kehidupan manusia dari zaman ke zaman memastikan adanya perkembangan teknologi. Dimana perkembangan teknologi tersebut selaras dengan kebutuhan untuk kemudahan akses hidup manusia. Mulai dari teknologi transportasi, kesehatan, energi, hingga informasi dan komunkasi.
Teknologi komunikasi yang berkembang makin pesat, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang menghadirkan bentuk-bentuk ruang digital. Kemajuan penyebaran informasi menggunakan komputer dan perangkat digital memungkinkan pertukaran informasi antar individu atau kelompok dengan sangat mudah dan cepat. Dunia pun serasa dalam genggaman tangan manusia.
Dibalik kemudahan dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, ada banyak persoalan yang muncul. Akibat kemajuan dunia digital, penggunaan gawai menjadi sangat mudah dan masif di usia dini. Hal tersebut dapat menjadikan anak-anak semakin rentan terhadap ancaman siber. Apalagi ada banyak konten media sosial yang menjadi pemicu adanya kekerasan pada mereka.
Persoalan makin menjadi serius, kala kehidupan saat ini ditopang oleh sistem sekuler. Sistem yang membuang agama dalam kehidupan ini, menghasilkan buah aktivitas yang liberal dan lepas iman. Dari sinilah ancaman kejahatan dan kekerasan siber, akibat rendahnya literasi digital dan juga lemahnya iman hasil sistem Pendidikan yang berbasis sekuler, menjadi makin ganas. Namun sayangnya negara tidak memberikan perlindungan yang nyata.
Arus digitalisasi yang ditengarai membawa banyak keuntungan materi, acapkali luput dari perhatian aspek keselamatan selama mendapatkan keuntungan. Inilah hasil penggunaan teknologi tanpa ilmu dan iman, satu konsekuensi dalam kehidupan yang berbasis sekuler kapitalisme. Maka kita bisa lihat serangan kejahatan siber dari situs pornografi, menjadi bahaya nyata perempuan dan anak saat ini.
Aspek bahaya lainnya dari kemajuan siber adalah penguasaan dunia siber sebagai alat untuk menguasai negara. Bisa dibayangkan jangkauan siber yang luas, akan mampu mendominasi ruang lintas batas negara. Maka teknologi siber negara besar semacam Amerika Serikat, akan sangat mudah masuk dan menguasai pasar siber di negara berkembang termasuk Indonesia. Hingga penjajahan siber menjadi salah satu ancaman serius lainnya dari kemajuan teknologi informasi hari ini.
Begitu kompleknya bahaya perkembangan siber di sistem sekuler saat ini, tentu sangat membutuhkan peran negara untuk melindungi rakyat dari kejahatan siber. Negara wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing. Sehingga negara mampu mewujudkan informasi sehat dan aman bagi masyarakat, terutama perempuan dan anak.
Peran negara sebagai junnah (pelindung dan penjaga rakyat) sangat dibutuhkan. Negara harus menjadi benteng rakyat dengan menghadirkan ruang siber syar’i dan bebas pornografi. Peran ini tak mungkin terwujud dalam negara yang tegak atas asas sekuler. Maka pilihan negara berbasis iman yaitu Khilafah, menjadi satu-satunya opsi yang tak bisa ditawar dan harus diambil.
Khilafah sebagai sebuah sistem negara berasas akidah Islam-lah yang akan mampu membendung kejahatan dunia siber. Negara Islam akan memberikan arahan pada pengembangan teknologi termasuk dunia siber. Juga panduan dalam memanfaatkan dan semua itu untuk menjaga kemuliaan manusia dan keselamatan dunia akhirat.
Negara Islam akan mengarahkan pengembangan teknologi informasi pada tiga fungsi: Pertama, sebagai pelindung akidah dan ajaran Islam. Kedua sebagai filter dari informasi salah dan rusak. Ketiga, sebagai sarana dakwah dan penyebaran informasi Islam ke seluruh dunia, baik dalam maupun luar negeri, hingga menjadi rahmat untuk seluruh dunia.
Khilafah akan menjadikan kemajuan siber sebagai pelayan ideologi. Membebaskan masyarakat secara umum terlibat dalam aktivitas media, selama dalam koridor rambu-rambu syariat. Bagaimana dengan keberadaan media swasta atau akun-akun individu? Media swasta atau akun-akun individu diarahkan sebagai media kontrol sosial, yang menghasilkan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Pengaturan hak publik dalam ruang siber dituangkan dalam kitab Masyrû’ Qânûn Wasâ’il al-I’lâm fî Dawlah al-Khilâfah (RUU Media Massa dalam Negara Khilafah). Dalam kitab tersebut, Syekh Ziyad Ghazzal rahimahullah (ulama dan mujtahid kontemporer) menguraikan soal pengaturan media massa dalam Khilafah yang menjadi hak publik, dimana tiap individu rakyat berhak untuk menyampaikan sesuatu.
Namun hak ini diatur dengan sejumlah ketentuan dan syarat yang sejalan dengan akidah Islam. Jika hak tersebut disalahgunakan untuk menyebarkan pemikiran batil atau melanggar syariat Islam, semisal menyalahgunakan teknologi informasi untuk pornograsi dan perdagangan manusia dengan modus apapun, maka pelakunya akan ditindak secara tegas. Islam tidak akan menerima dalih apa pun, termasuk alasan kebebasan berekspresi. Sehingga pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi akan bisa dipastikan tetap berjalan sehat dalam koridor syariat.
Wallahu'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
