Jejak Inflasi di Jantung Papua
Agama | 2025-07-13 15:35:30Di tengah indahnya pegunungan yang menjulang tinggi dan lembah-lembah yang mempesona, setiap barang kebutuhan pokok harus menempuh perjalanan yang tak mudah, bahkan seringkali melalui udara. Di balik keindahan alam dan kekayaan budayanya, masyarakat Provinsi Papua Pegunungan dan di Provinsi Jayawijaya, hidup dengan kenyataan pahit: inflasi yang berkali-kali lipat di atas rata-rata nasional.
Dilansir dari website resmi Badan Pusat Statistik(BPS), Indonesia mencatatkan angka inflasi yang cukup rendah, yaitu sebesar 1.03%, hal ini berbanding terbalik dengan wilayah di sisi paling timur Indonesia, yaitu provinsi Papua Pegunungan dan provinsi Jayawijaya yang mencatatkan angka inflasi mereka sebesar 8.05% pada kuartal pertama 2025.
Tingginya tingkat inflasi ini diperkirakan karena tingginya biaya pengiriman logistik disebabkan oleh ketiadaan jalur darat yang memadai, sehingga sebagian besar kebutuhan logistik dan kehidupan sehari-hari di kedua provinsi ini harus dikirim melalui jalur udara, dengan kondisi geografis dan iklim yang cukup rumit, pengiriman melalui jalur udara pun sempat mengalami beberapa hambatan.
Sehingga pengiriman ke daerah-daerah pelosok di kedua provinsi ini menjadi semakin susah, Wamena(Jayawijaya) menjadi satu-satunya pintu masuk pengiriman logistik via udara, dari Wamena, distribusi barang ke kabupaten-kabupaten lain di Papua Pegunungan (seperti Yahukimo, Nduga, Lanny Jaya, dsb.) seringkali masih mengandalkan jalan setapak, kendaraan off-road khusus, atau bahkan porter manusia. Hal ini mengakibatkan harga-harga berbagai bahan pokok dan barang kebutuhan lainnya di kedua provinsi ini semakin meruncing tajam(Yuliana et al., 2019).
Meskipun pemerintah Papua telah berupaya untuk menyesuaikan upah minimum regional, akan tetapi kenaikan harga kebutuhan pokok yang drastis membuat daya beli gaji tersebut berkurang signifikan. Penduduk lokal, terutama mereka yang bekerja di sektor informal atau dengan pendapatan pas-pasan, semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Sehingga upaya penanggulangan inflasi yang meroket tinggi di Wamena perlu melibatkan pendekatan komprehensif yang berfokus pada perbaikan logistik, peningkatan pasokan, dan koordinasi dari antar pihak yang berkepentingan untuk mengatasi tantangan geografis yang unik(Wardiningrum & Devia, 2024). Pemerintah daerah setempat diharapkan dapat bekerja sama dengan Bank Indonesia dan instansi terkait, aktif melakukan optimalisasi infrastruktur seperti percepatan penyelesaian Jalan Trans-Papua yang digadang-gadang akan menjadi salah satu penopang aktivitas logistik di Papua.
Dengan adanya jalan ini, diharapkan dapat menekan biaya transportasi logistik yang selama ini sangat bergantung pada angkutan udara yang mahal dan beralih pada moda transportasi darat yang lebih terjangkau. Selain itu, Kemenhub juga telah meluncurkan subsidi angkutan kargo udara untuk komoditas strategis juga terus diberikan untuk mengurangi beban biaya yang dibebankan kepada konsumen sehingga diharapkan mampu menanggulangi disparitas harga. Sementara dari sisi pasokan, operasi pasar murah dan penguatan sentra produksi pertanian lokal digalakkan untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah, sehingga ketersediaan barang lebih terjamin dan harganya stabil.
Dilansir dari website resmi Kemenhub, Direktur Jenderal Perhubungan Udara menjamin bahwa proses ini telah diawasi secara ketat sejak 2020, untuk keberlangsungan proses logistik di daerah-daerah krusial yang sulit dijangkau. Langkah ini diharapkan akan terus membantu mengurangi disparitas harga di Papua dan menekan angka inflasi yang meroket tinggi.
Secara keseluruhan, inflasi di Papua Pegunungan dan Jayawijaya adalah cerminan dari tantangan struktural yang cukup kompleks: geografis yang sulit, infrastruktur yang belum memadai, biaya logistik yang ekstrem, dan keterbatasan akses pasar. Pemerintah dan berbagai pihak terus berupaya mencari solusi, namun ini adalah pekerjaan jangka panjang yang membutuhkan komitmen besar.
Singkatnya, inflasi tinggi di Wamena bukan hanya sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari tantangan struktural yang mendalam terkait geografi, infrastruktur, dan rantai pasok. Ini secara langsung merusak kualitas hidup masyarakat, menghambat pembangunan, dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan semua pihak terkait. Papua tidak hanya mewakili masa depan cerah bagi masyarakatnya, tetapi juga menjadi pilar strategis bagi kemajuan ekonomi dan keberlanjutan Indonesia.
Reference:
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, (08 Februari 2020) KEMENHUB REALIASIKAN PROGRAM SUBSIDI ANGKUTAN UDARA KARGO RUTE TIMIKA – WAMENA, https://hubud.kemenhub.go.id/hubud/website/berita/4323
Wardiningrum, B. P., & Devia, V. S. (2024). Analisis pengaruh inflasi, tenaga kerja, ipm, dan infrastruktur jalan terhadap perekonomian papua. 3(1), 29–43. https://doi.org/10.21776/jdess.2024.03.1.3
Yuliana, D., Subekti, S., Kusumawati, D., Alwi, M., Windrasari, S., Yusmar, T., Janris, T., & Nusiogo, T. (2019). Kajian angkutan udara perintis kargo di propinsi papua. 44(2), 107–122. https://doi.org/10.25104/WA.V44I2.336.107-122
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
