Bahagia tak Selalu Karena Harta? Ini Jawabannya
Nasihat | 2025-07-09 22:52:56Bahagia Tak Selalu Karena Harta? Ini Jawabannya
Banyak orang mengejar bahagia lewat jabatan, harta, popularitas, bahkan pujian dari orang lain. Tapi meskipun semuanya sudah digenggam, tak sedikit yang justru merasa hampa. Padahal, kedudukan, kekayaan, dan kenyamanan hidup mereka mungkin adalah impian orang lain.
Lalu, kenapa masih merasa kurang?
Mungkin karena mereka lupa satu hal yang seharusnya hadir sebelum bahagia datang: rasa syukur. Bahagia Karena Syukur, Bukan Sebaliknya
Pertanyaannya: apakah orang bersyukur karena ia bahagia, atau justru ia bahagia karena ia bersyukur?
Syukur adalah kemampuan untuk menghargai dan menyadari nikmat yang sudah dimiliki. Ia tak menunggu semua hal sempurna, tak menunggu bebas dari masalah. Syukur adalah sikap menerima dengan ikhlas dan menjalaninya dengan optimis. Bukan menyerah, tapi berserah. Bukan pasrah, tapi ikhlas yang menguatkan. Dari syukur itulah kebahagiaan tumbuh.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu..."(QS. Ibrahim: 7)
Bukan hanya nikmat materi yang bertambah. Tapi juga nikmat batin: ketenangan, keberkahan, dan ketentraman hati.
Bahagia Tak Harus Menunggu Sempurna
Masih banyak orang yang mengira bahagia hanya milik mereka yang hidup sempurna. Harus kaya, harus cantik, harus viral, harus sukses. Tapi kenyataannya, semakin tinggi keinginan yang dikejar tanpa syukur, justru semakin mudah merasa kurang. Orang yang menunggu bahagia untuk bisa bersyukur, biasanya tak pernah benar-benar merasa puas. Karena hidup akan selalu punya kekurangan. Sebaliknya, orang yang mau bersyukur meskipun nikmatnya terlihat kecil, justru hidupnya lebih lapang dan damai.
Misalnya, seseorang yang hidup sederhana tapi tetap bersyukur karena bisa makan dan berkumpul bersama keluarga. Ia lebih tenang dibanding orang kaya yang setiap hari gelisah dan merasa kekurangan. Bahkan ada tukang becak yang tidur nyenyak di becaknya, sementara ada orang dengan ranjang empuk yang tak bisa lelap karena pikirannya dipenuhi kecemasan.
Dua Ayah, Dua Dunia, Satu Pelajaran
Seorang anak kecil sedang bermain di sebuah gubuk tengah sawah. Ia dikelilingi pemandangan hijau yang menenangkan. Ayahnya sedang memanen padi, ibunya datang membawa makanan. Mereka makan sambil tertawa bersama. Sederhana, tapi hangat.
Dari kejauhan, mobil-mobil mewah berlalu-lalang di jalan tol yang melintasi sawah itu.Anak itu bertanya,“Yah, itu apa yang lewat-lewat?”Sang ayah menjawab, “Itu mobil, Nak. Kendaraan orang-orang kota. Biasanya mereka kaya dan bahagia.”Namun dalam hati, sang ayah bergumam, “Kapan ya aku bisa punya mobil seperti itu?”
Di sisi lain, di dalam salah satu mobil, ada seorang ayah bersama anaknya. Mereka baru pulang dari rumah sakit. Anak itu kehilangan satu kakinya karena penyakit berat. Ibu mereka sudah bercerai.
Saat melintasi persawahan, sang anak berkata,“Ayah, enak banget ya tinggal di kampung seperti itu. Adem, tenang, dan ada ayah-ibu lengkap. Aku pengen deh kayak gitu.”Sang ayah memandangi keluarga kecil di gubuk itu dengan mata yang sendu. Dalam hati ia berkata, “Andai aku bisa hidup seperti mereka, damai dan utuh...”
Dua orang saling menginginkan kehidupan satu sama lain. Padahal yang mereka miliki saat ini belum tentu dimiliki orang lain. Andai mereka mau bersyukur, mungkin mereka sudah lebih bahagia.
Hadis tentang Syukur
Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengajarkan kita untuk tidak terus membandingkan diri dengan orang yang lebih kaya atau lebih beruntung. Lihatlah yang di bawah kita—maka syukur itu akan tumbuh.
Cara Sederhana Menumbuhkan Syukur
Sebelum tidur, ingat dan renungkan tiga nikmat yang kamu dapat hari itu.
Bandingkan dirimu dengan dirimu yang dulu, bukan dengan hidup orang lain.
Ucapkan “Alhamdulillah” sesering mungkin dengan hati yang sadar.
Gunakan nikmat untuk kebaikan.
Jangan fokus pada kekurangan, tapi lihat apa yang sudah kamu punya.
Belajar menerima kenyataan sebagai bagian dari takdir terbaik yang Allah tentukan.
Penutup: Syukur Itu Kunci Bahagia
Bahagia tidak datang dari luar, tapi tumbuh dari dalam. Ia tidak harus menunggu semua hal sempurna, tapi hadir saat hati tahu caranya bersyukur.
Jangan menunggu bahagia untuk bersyukur. Tapi bersyukurlah dulu, maka bahagia akan datang menyusul.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
