Jadi People Pleaser, Salah Siapa?
Gaya Hidup | 2025-07-09 22:36:57
Pernah nggak sih kamu bilang "iya" padahal dalam hati kamu menjerit "nggak mau"? Atau pernah mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kesehatan, cuma takut bikin kecewa, dibilang egois atau takut kehilangan hubungan baik?.Kalau kamu pernah atau sedang mengalami hal yang sama, mungkin kamu juga sedang terjebak dalam perangkap yang namanya "People Pleaser" atau orang yang terlalu sering berusaha menyenangkan orang lain sampai lupa caranya menyenangkan diri sendiri.Tapi.. Jadi people pleaser itu, salah siapa? Artikel ini akan membahas kenapa kebiasaan ini muncul, apa dampaknya, dan bagaimana cara keluar dari pola hidup yang diam-diam melelahkan ini.
Orang Baik vs People Pleaser
Sekilas, people pleaser itu kelihatannya kayak orang yang baik banget. Selalu siap bantu, nggak pernah marah, selalu bilang "nggak apa-apa". Tapi bedanya, orang baik menolong dengan tulus itu tahu batas dan tetap menjaga dirinya. Sementara people pleaser? Mereka menolong karena takut. Takut ditolak, takut nggak disukai dan takut bikin orang lain marah. Mereka bisa jadi rela begadang bantu teman, padahal dirinya sendiri butuh istirahat. Selalu setuju dengan atasan, meski idenya bertentangan dengan hati nurani dan lebih parahnya semakin sering mengorbankan diri, semankin besar kemungkinan mereka diremehkan.
Kenapa Bisa Jadi Gini?
Kebiasaan jadi people pleaser sering terbentuk dari kecil. Misalnya, kita dibiasakan untuk selalu nurut, nggak boleh menolak, atau dikasih label "anak baik" hanya kalau kita menuruti semya keinginan orang lain. Akhirnya kita tumbuh dengan pola pikir "kalau aku tolak, berarti aku jahat". Hal ini juga bisa terjadi di dunia kerja. Yang dihargai adalah mereka yang bisa multitasking, nurut tanpa banyak tanya, dan selalu bisa diandalkan. Akhirnya kita terus berusaha berkata "Iya" demi diterima, walau hati sebenarnya terus mengeluh. Ini bisa berdampak ke diri kamu sendiri. Dimulai dari mental kamu selalu ngerasa cemas kalau nolak permintaan orang lain atau selalu ngerasa gak enakan, bahkan waktu yang harusnya kamu lakuin buat kepentingan kamu, malah terbuang karena memikirkan orang lain.
Jadi Salah Siapa?
Salah siapa kita jadi begini? Sebenarnya gak ada yang harus disalahkan disini. Tapi mungkin saja lingkungan yang membentuk kita. Mungkin orang-orang yang suka memuji saat kita menekan diri, tapi diam saat kita lelah. Mungkin juga karena kita sendiri belum cukup berani memilih kepentingan diri sendiri. Tapi yang pasti, ini tentang menyadari bahwa hidup bukan tentang memenuhi semua ekspektasi. Jadi baik itu emang penting, tapi jadi tulus dan jujur ke diri sendiri itu lebih penting.
Belajar Bilang "Tidak" itu Perlu
Gak semua hal harus kita iyakan. Kita punya hak untuk gak setuju, istirahat bahkan menolak ajakan tanpa harus merasa bersalah. Menurut berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan menurut pandangan Dr. Budiyanto (2025) yang dikutip dari Halodoc tentang cara berhenti menjadi people pleaser :
- Langkah kecil, sadari kapan kamu ngerasa gak enak buat nolak dan mulai dengan memprioritaskan salah satu kebutuhan diri sendiri misalnya memberikan waktu istirahat sejenak untuk diri sendiri.
- Mengulur waktu untuk berfikir.
- Tetapkan batas waktu, karena gak semua masalah harus kamu bantu selesaikan.
- Blokir waktu. Cobalah menolak ajakan atau rencana baru ketika itu gak ada di jadwal kamu sebelumnya.
- Ucapkan "tidak" dengan sopan tapi tegas. "Maaf aku gak bisa bantu sekarang".
Kamu masih tetap bisa menjadi orang baik kok tapi bukan jadi korban. Karena yang tulus itu gak harus selalu setuju. Tapi yang peduli juga boleh bilang "tidak". Intinya, jadi people pleaser itu bukan kutukan tapi buka juga kebaikan. Itu hanya pola yang gak bisa diubah. Pelan-pelan kita belajar bahwa menyenangkan orang lain itu emang indah, tapi menyenangkan diri sendiri itu perlu. Kalau kamu pernah ngerasa terlalu baik sampai lelah sendiri, mungkin ini saatnya berhenti sebentar. Bukan berenti jadi dingin tapi untuk mulai belajar jadi hangat ke diri sendiri. Jadi baik boleh, tapi jangan sampai kehilangan diri sendiri ya!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
