Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Hasani G.

Satu Malam di Bawah Bayang-Bayang Kitab Terlarang

Agama | 2025-07-09 22:19:36

Masih ingat dengan kasus Gus Samsudin? “Tokoh agama” asal Blitar yang sempat viral pada tahun 2022. Jargonnya yang dikenal seluruh Indonesia, “ho oh tenan.” Ia adalah salah satu orang yang sempat membuat geger satu Indonesia saat itu mulai dari konten YouTube-nya yang membahas tukar pasangan, terapi supranatural, hingga konfliknya dengan Pesulap Merah.

Melansir dari Suara.com, Gus Samsudin melakukan praktik supranatural dengan mempelajari beberapa kitab kontroversial dalam dunia Islam. Kitab-kitab tersebut berisi simbol-simbol dan mantra yang diklaim dapat mendatangkan “kebaikan” bagi penggunanya, atau bahkan mengirim tulah kepada seseorang. Di antara kitab-kitab yang ia pelajari adalah Syams al-Ma‘ārif al-Kubrā dan Manba‘ Uṣūl al-Ḥikmah.

Sejak informasi mengenai kitab-kitab yang ia pelajari tersebar, saya sudah merencanakan untuk mencoba membacanya bersama salah satu teman saya. Rencana itu sudah ada sejak awal 2023. Namun karena saat itu kami masih berada di dalam pondok pesantren, serta akses dan biaya untuk mendapatkan kitab tersebut sangat minim, akhirnya rencana itu kami batalkan.

Di tahun 2025 ini, tepatnya di malam Jum’at tanggal 3 Juli, saya kembali menghidupkan rencana tersebut sendirian. Dengan mencari di beberapa website penyedia e-book gratis, akhirnya dua kitab itu berhasil saya dapatkan dan segera saya unduh untuk dibaca secara offline.

Sekilas Tentang Penulis Kitab

Dua kitab tersebut merupakan karya seorang ulama sufi abad ke-13, yaitu Ahmad bin Ali al-Buni. Beliau dikenal sebagai tokoh yang mendalami ilmu huruf, simbol-simbol Arab, dan ilmu jimat (tilasm). Dalam pendahuluan kitab-kitabnya, beliau selalu menekankan bahwa seluruh "ritual" dan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca maupun orang lain hanya akan berfungsi bagi mereka yang dekat dengan Allah dan memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan Sang Pencipta.

Beliau juga memperingatkan bahwa orang yang mendalami dan mengamalkan isi kitab ini tanpa penyucian jiwa dan bimbingan spiritual, tidak hanya tidak akan memperoleh apa-apa, bahkan bisa mendatangkan dampak buruk.

Bulu Kuduk yang Tak Terkendali

Dua kitab ini sangat erat kaitannya dengan istilah "sihir." Dalam laporan Suara.com, Ustadz Muhammad Faizar (ahli ruqyah) menyebut bahwa kitab-kitab ini tergolong kitab sihir. Bahkan di Universitas Al-Azhar, kitab ini telah dilarang untuk diperjualbelikan dan dipelajari.

Kenapa saya tetap ingin membacanya? Karena penasaran.

Mendengar kata “sihir” saja sudah membuat otak saya bertanya: apakah ritual semacam itu benar-benar ada? Apakah akan berpengaruh nyata dalam kehidupan?Lalu bagaimana jika saya langsung membaca tata caranya? Apakah hanya dengan membaca saja bisa menimbulkan efek. Begitulah perasaan yang menghantui saya ketika membuka bagian awal dari kitab-kitab tersebut.

Di bagian pendahuluan kitab, saya langsung merasa seperti “disemprot” oleh penulisnya. Al-Buni dengan tegas menulis bahwa orang yang membaca kitabnya harus memiliki jiwa yang suci, rajin beribadah, dan dibimbing oleh guru spiritual . Tentu saja ini menjadi tamparan balik bagi saya—apalagi, saya membacanya sendirian, tanpa teman, apalagi guru.

Simbol-Simbol dan Ritual-Ritual

Fokus saya terhadap kitab ini adalah pada simbol-simbol “aneh” yang menarik perhatian, serta tata cara penggunaannya. Ketika saya melompat langsung ke bagian sebelum daftar isi, saya menemukan gambar manusia yang dipenuhi tulisan Arab. Saat itu tangan saya mulai gemetar: "Gambar apa ini?"

Sumber gambar: kitab Manba' Ushul al-Hikam)

Sudah seperti sihir, bukan?

Bahkan di beberapa tata cara disebutkan bahwa orang yang mengamalkan harus menyebut nama-nama asing dan menuliskannya di atas dedaunan atau kertas, seperti: Balukh, Jarusy, ‘Abrusy, dan lainnya. Ternyata, beberapa simbol dan ritual tersebut disebutkan bisa digunakan untuk mengusir pencuri atau menghadang begal di jalanan. Tapi... melihatnya saja sudah cukup membuat saya merinding.

Sumber gambar: kitab Manba' Ushul al-Hikam

Rasa “iseng” ini tidak berhenti pada satu simbol. Saya mulai mencari-cari tentang pemanggilan jin, atau yang biasa disebut khodam. Dan ternyata, ritual itu pun ada dalam kitab-kitab ini. Waktu-waktu untuk melaksanakan praktik-praktik tersebut pun dijadwalkan dan harus teratur. Tidak terbatas di jin, para malaikat pun dapat dipanggil untuk dijadikan perantara “perlindungan”.

Tata cara pemanggilan keduanya bisa dikatakan cukup sulit karena memakan banyak waktu dan tenaga. Mulai dari menuliskan nama, berpuasa, bersemedi berhari-hari dan lain-lain. Sangat misterius dan membuat penasaran bagaimana hasil dari usaha-usaha tersebut.

Refleksi dan Muhasabah

Malam itu menjadi salah satu malam yang menegangkan sekaligus menyesakkan. Saya menutup kitab itu dengan perasaan campur aduk, terkejut, resah, cemas, takut, dan entah apa lagi. Semakin jauh saya membaca, semakin saya sadar, yang berpotensi menimbulkan bahaya bukan hanya isi kitab ini, tetapi jiwa-jiwa yang membacanya.

Kitab ini terasa seperti ujian: Apakah kita yang menguasainya, atau justru kita yang dikuasai olehnya?

Di antara semua hal yang saya baca, penekanan sang penulis untuk terus membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan adalah pesan yang paling menampar. Kitab ini seakan bertanya balik kepada saya:

“Sudah seberapa bersih jiwamu hingga berani membuka rahasia ini?”

Di tengah ketegangan itu, saya teringat satu perkataan ulama besar, Imam al-Syafi‘i:

"Barang siapa belajar tanpa guru, maka gurunya adalah setan."

Kalimat itu menghantam saya tepat di dada. Saya membaca kitab yang bahkan sebagian ulama melarang untuk diajarkan secara terbuka, dan saya membacanya sendirian, tanpa bimbingan, tanpa rujukan. Apakah saya sedang mencari ilmu, atau sedang membuka pintu bagi sesuatu yang lebih gelap dari yang saya bayangkan?

Pada akhirnya, yang harus dikuatkan bukan mantra dan ritual. Tapi keikhlasan, ibadah, dan bimbingan dari orang-orang yang telah sampai lebih dahulu dalam perjalanan menuju-Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image