PLTP Ijen, Kemandirian Energi yang Mengorbankan Lingkungan
Kolom | 2025-07-09 19:42:20
Pada 26 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto secara daring meresmikan PLTP Ijen di Bondowoso, Jawa Timur. Peresmian ini menjadi simbol ambisi Indonesia dalam mewujudkan transisi energi bersih. Selain itu juga merupakan bagian dari program besar yang melibatkan 8 PLTP dan 47 PLTS di 15 provinsi. Total nilai investasi seluruhnya mencapai 25 triliun rupiah. (tempo.co, 26-6-2025)
PLTP Ijen sendiri merupakan PLTP pertama di Jawa Timur. Kapasitas awalnya 35 megawatt. Adapun rencana pengembangannya hingga 110 MW. Proyek ini dioperasikan oleh PT Medco Cahaya Geothermal, hasil kolaborasi PT Medco Power Indonesia dan Ormat Technologies Inc. Dengan teknologi binary two-phase dan sistem reinjeksi 100%,proyek ini diklaim ramah lingkungan dan mampu mengurangi emisi karbon hingga 230.000 ton per tahun.
Akan tetapi pertanyaannya, benarkah nol emisi berarti tanpa disertai kerusakan lingkungan?
Narasi Hijau di Atas Kertas
PLTP Ijen berada di kawasan pegunungan Ijen yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya. Pegunungan ini juga bagian dari bentang alam penting yang menopang tiga kabupaten sekaligus, yaitu Bondowoso, Banyuwangi, dan Situbondo.
Dalam proses pembangunannya, tercatat 118 hektar hutan yang ditebang. Dari total area pembangunan, sebagian besar berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi milik Perhutani. Adapun untuk jalur transmisi listrik, sekitar 2,9 hektar hutan ditebang untuk pemasangan 46 tower di kawasan hutan. Kini, tampak di beberapa titik, kawasan itu gundul. (beritajatim.com, 11-8-2024)
Di atas kertas, PLTP Ijen tampak "bersih" dan “nol emisi”. Namun, realitas di lapangan jauh berbeda. Deforestasi, degradasi lahan, dan fragmentasi habitat flora-fauna telah menjadi “biaya diam-diam” yang tak tercatat dalam laporan keberlanjutan.
PLTP Ijen memang menggunakan teknologi reinjeksi, yakni proses mengembalikan fluida panas bumi (biasanya berupa air panas atau uap kondensat) ke dalam reservoir bawah tanah setelah panasnya diambil untuk menghasilkan listrik. Tujuannya untuk menjaga tekanan reservoir tetap stabil, memperpanjang umur produksi lapangan geotermal, dan mengurangi limbah fluida di permukaan.
Secara teori memang terdengar ideal. Tapi bahaya dan risiko reinjeksi tetap mengintai. Fluida geotermal bukan air biasa. Ia membawa berbagai senyawa kimia hasil interaksi dengan batuan bumi dalam suhu dan tekanan tinggi. Logam berat seperti arsenik, merkuri, boron dan kadmium; senyawa beracun semacam silika, amonia, hidgrogen sulfida (H2S); dan senyawa radioaktif alami seperti radon bisa terkandung di dalam fluida yang dikembalikan ke dalam bumi.
Reinjeksi tanpa pengolahan kimia menyeluruh bisa menyebabkan rembesan (leakage) senyawa beracun ke lapisan akuifer air bersih. Sebagaimana terjadi di PLTP Wairakei di Selandia Baru. Sungai-sungai di sekitar PLTP Wairakei mengalami peningkatan boron dan arsenik selama dekade 1980-an, meskipun memakai reinjeksi.
Eksploitasi Berkedok Transisi Energi
Kawasan di sekitar PLTP berpotensi mengalami perubahan tekanan akibat injeksi fluida bertekanan tinggi ke dalam tanah dapat. Hal ini dapat mengaktifkan sesar-sesar yang selama ini “tertidur” hingga memicu terjadinya gempa. Dikutip dari yayasangenesisbengkulu.or.id (16-6-2021), proyek geotermal pernah memicu terjadinya gempa dengan Magnitudo 3,4 di Basel, Swiss pada tahun 2006. Sementara itu, di tahun 2017, di Pohang, Korea Selatan, proyek geotermal memicu gempa dengan Magnitudo 5,4. PLTP Ijen berada di kawasan seismik aktif. Risiko ini tidak bisa diabaikan.
Teknologi binary two-phase dan sistem reinjeksi 100% memang menjanjikan efisiensi dan pengurangan emisi operasional. Namun, seperti biasa, sistem kapitalisme hanya berhenti pada logika keuntungan. Tak ada yang benar-benar gratis. Di balik euforia “energi hijau” tersembunyi jejak karbon konstruksi, pembabatan hutan, pencemaran air tanah, hingga risiko gempa akibat tekanan fluida bawah tanah.
Dan yang paling menyesakkan, biaya atas kerusakan lingkungan ini kelak tidak ditanggung oleh korporasi pengembang. Bukan pula oleh elite politik yang meresmikannya. Beban jangka panjang ini akan diwariskan kepada generasi mendatang.
Inilah wajah baru kapitalisme yang tidak setiap orang menyadarinya. Mereka tidak semata mengebor minyak, tetapi menggerus hutan atas nama “ramah lingkungan”. Dengan investasi triliunan rupiah, PLTP Ijen sebenarnya bukan didesain untuk kemandirian energi bagi rakyat, melainkan untuk menyuplai listrik murah kepada industri.
PLTP Ijen bukanlah proyek rakyat. Ia adalah proyek kapitalisme global yang dikemas dengan istilah "transisi hijau". Inilah bentuk baru penjajahan: eksploitasi lingkungan atas nama kemandirian energi. Bila sudah begini, siapa lagi yang diuntungkan, jika bukan para investor energi global. Negara sekadar menjadi fasilitator, rakyat menjadi korban.
Solusi Kemandirian Energi dalam Islam
Islam bukan antienergi terbarukan. Namun, Islam menolak pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan, apalagi bila demi keuntungan semata. Prinsip ramah lingkungan sesungguhnya menjadi asas dalam Islam. Allah Taala berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya. .” (QS Al-A’raf: 56)
Di ayat yang lain, Allah Swt. berfirman, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. 30: 41)
Dalam sistem Islam Kaffah, kemandirian energi dicapai dengan tata kelola sumber daya alam yang amanah, tidak eksploitatif, dan tidak bertumpu pada akumulasi modal yang diselenggarakan oleh swasta. Khilafah akan memenuhi kebutuhan energi listrik rakyat secara gratis, tanpa menggadaikan hutan dan tanah demi memenuhi ambisi energi yang pada akhirnya justru menyebabkan kerusakan lingkungan.
Saat ini, sebenarnya kita tidak sedang kekurangan energi. Kita sedang kekurangan keberanian untuk keluar dari sistem yang rusak, kemudian menuju sistem Islam yang terbukti adil, amanah, dan menyejahterakan. Wallahu’alam bisshawab.[]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
