Menyoal Polarisasi Politik: Hadis Nabi tentang Persaudaraan Umat
Agama | 2025-07-09 10:55:46
Polarisasi politik terkadang membuat ujaran kebencian dan merusak persaudaraan umat, terutama di era media sosial. Perbedaan pandangan sering berubah menjadi permusuhan, fitnah, dan saling hujat. Padahal, Islam menekankan ukhuwah dan larangan memecah belah. Hal ini, penulis ingin membahas peran hadis dalam meredam konflik politik dan mengembalikan nilai persaudaraan sebagai fondasi umat islam.
Kalau dengan pengertiannya hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan (qawl), perbuatan (fi‘l), persetujuan atau pembiaran (taqrir)dan sifat atau keadaan beliau (khuluqiyyah dan khalqiyyah). Maka catatan autentiknya adalah untuk menjadi rujukan pokok dalam hukum, akhlak, ibadah, dan seluruh aspek hidup seorang Muslim. Bukan justru digunakan tidak pada tempatnya atau dijadikan alat mempolitisisasi umat, menarik massa guna kemenangan dan kepentingan.
HADIS SEBAGAI PEDOMAN HIDUP DAN PERSAUDARAAN UMAT ISLAM
Hadis seharusnya untuk pedoman hidup umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tidak boleh mereka mengutuk kelompok satu dengan kelompok yang lainnya.
Berikut hadis yang menjelaskan tentang pedoman hidup umat Islam:
1. Umat Islam Bersaudara
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يخذله ولا يكذبه ولا يحقره
Artinya: "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya, tidak menyerahkannya kepada musuh, tidak berdusta, dan tidak merendahkannya." (HR. Muslim no. 2564)
Dengan hadis diatas, artinya ikatan umat Islam bukan sekadar agama, tapi persaudaraan sejati yang mengharamkan permusuhan dan konflik lebih-lebih dalam urusan politik. Lebih jelas lagi di hadis kedua yang mengatakan bahwa umat Islam itu perumpamaannya bagikan satu tubuh.
2. Perumpamaan Umat yang Bersatu
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
Artinya: "Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang dan kepedulian mereka seperti satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh ikut merasakannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis kedua ini, umat Islam idealnya saling terhubung, mereka ini satu anggota yang menjaga satu sama lain dan membela satu sama lain, bukan malah saling mencela dan berpecah belah. Hal ini ditegaskan dan termaktub dalam Al-Quran, Allah SWT, berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا، لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan menjadi bergolongan, engkau (wahai Muhammad) bukan bagian dari mereka sedikit pun." (QS. Al-An‘am: 159)
Untuk itu, peringatan keras terhadap perpecahan, Allah mengancam keras mereka yang menjadikan agama sebagai alat pemecah umat bahkan Nabi tidak mengakui mereka sebagai pengikutnya. Nauzubillahiminzalik.
LARANGAN HADIS SEBAGAI ALAT POLITISASI AGAMA
Tidak sedikit kelompok atau bahkan individu menggunakan hadis sebagai alat politiknya.
Berikut larangan hadis sebagai alat politisasi agama:
1. Agama bukan alat politik
مَنْ طَلَبَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ، لا يَطْلُبُهُ إِلا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: "Siapa yang mencari ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah, tetapi ia mencari demi dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah – sahih)
Hadis ini memang tidak eksplisit menggunakan istilah politik, tapi substansinya jelas, artinya Agama, ilmu, dan posisi keagamaan tidak boleh dijadikan kendaraan dunia, apalagi dalam politik kekuasaan yang itu seolah menyelubungkan agama demi kepentingan pribadinya. Kemudian dijelaskan juga oleh hadis berikutnya
2. larangan menjual agama untuk urusan dunia:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، وَالدِّرْهَمِ، وَالْقَطِيفَةِ، وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ".
Artinya: "Celakalah hamba dinar, dirham, pakaian mewah dan indah. Jika diberi, dia senang; jika tidak diberi, dia marah." (HR. Bukhari no. 2887)
Hadis ini menyindir keras bagi orang-orang yang menjadikan dunia dan kekuasaan sebagai tuhan, bahkan bisa jadi memakai agama demi kepentingan itu apalagi sampai menjual ayat (menyalah gunakan agama) untuk keuntungan duniawi, termasuk dalam politik. Allah tegas berfirman dalam Al-Quran:
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ
Artinya: “Dan janganlah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.” (QS. Al-Baqarah: 41)
Kesimpulannya, penulis ingin menyampaikan, bahwa hadis itu adalah panduan hidup umat Islam yang menyatukan, menegaskan pentingnya ukhuwah, serta menghindari fitnah dan perpecahan di kalangan umat Islam. Pun juga hadis harus imun dari urusan politik, karena hadis adalah warisan suci yang harus dijaga dan dijadikan kompas moral umat, bukan alat untuk kepentingan kekuasaan atau politik sesaat. Sebagaimana dikatakan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah ikut mengkritik tajam praktik-praktik mempolitisasi umat, karena menurutnya, agama seharusnya membimbing moral politik, bukan dipakai sebagai alat kekuasaan. Artinya agama harus dijaga kemurniannya, dan tidak dicampur aduk dengan ambisi duniawi kekuasaan.
Wallahu’alam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
