Belanja Sekarang, Bayar Nanti: Bagaimana Fiqih Muamalah Memandang Skema Paylater?
Gaya Hidup | 2025-07-02 11:31:51
Fenomena belanja digital dengan sistem “bayar nanti” atau yang sekarang lebih dikenal sebagai sistem Paylater semakin marak digunakan masyarakat, terutama di kalangan anak muda zaman sekarang. Menurut data yang tersedia tercatat bahwa pengguna layanan Paylater di Indonesia telah melampaui angka 16 juta orang, dengan dominasi pengguna dari kelompok usia Gen Z dan milenial. Kemudahan bertransaksi ini memang memikat, tetapi dalam kacamata fiqih muamalah, tidak semua bentuk kemudahan dalam transaksi keuangan dianggap sah dan sesuai dengan prinsip syariah.
Fiqih muamalah adalah cabang ilmu fikih yang membahas aturan-aturan dalam transaksi dan interaksi ekonomi umat Islam. Salah satu hal yang sangat ditekankan dalam fiqih muamalah adalah kejelasan akad atau perjanjian dalam setiap transaksi yang dilakukan. Dalam praktik Paylater, pengguna diberikan fasilitas untuk membeli barang saat ini dan membayarnya di kemudian hari dengan tambahan biaya berupa bunga atau denda jika telat membayar. Hal ini sangat erat kaitannya dengan akad qardh (utang) yang dalam Islam hanya boleh dilakukan tanpa adanya tambahan manfaat. Jika pinjaman disertai dengan tambahan pembayaran, maka tambahan tersebut termasuk ke dalam kategori riba nasi’ah, yang jelas dilarang dalam syariat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap pinjaman yang memberikan manfaat adalah riba.” (HR. Al-Baihaqi).
Banyak layanan Paylater yang secara verbal menyebut sistemnya sebagai “jual beli cicilan”, namun dalam praktiknya tetap memberlakukan bunga dan denda jika pembayaran terlambat. Ini menimbulkan keraguan dari sisi akad, karena pada hakikatnya transaksi tersebut tidak berbeda dengan utang berbunga. Dalam fiqih, akad seperti ini dikategorikan sebagai akad fiktif, akad yang sah secara redaksi, tetapi rusak secara substansi. Padahal, Islam menekankan kejujuran dan keterbukaan dalam akad, sebagaimana kaidah “al-‘uqud bil ma’ani la bil alfazh” (akad dinilai berdasarkan substansi, bukan hanya lafaznya).
Namun demikian, tidak semua skema pembayaran bertahap dilarang. Islam membolehkan akad murabahah, yaitu jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati sejak awal, selama tidak ada penambahan denda jika pembeli terlambat membayar. Dalam keputusan Majma’ Fiqh Islami (OKI), cicilan tetap dibolehkan selama harga telah disepakati dan tidak ada unsur penipuan atau pemaksaan. Artinya, skema Paylater secara prinsip dapat diterima jika menggunakan akad murabahah yang sesuai dengan syariat, bukan pinjaman berbunga.
Fiqih muamalah juga tidak berdiri sendiri. Ia beriringan dengan maqashid syariah—tujuan-tujuan besar dari syariat Islam, salah satunya adalah hifz al-mal (menjaga harta). Layanan Paylater yang saat ini hanya digunakan secara konsumtif untuk memenuhi keinginan semata, bukan kebutuhan, justru bertentangan dengan prinsip maqashid syariah. Gaya hidup instan dan impulsif bisa merusak kondisi keuangan pribadi, dan dalam jangka panjang berisiko menciptakan tekanan mental serta ketergantungan pada utang.
Solusi fiqih muamalah tidak hanya sebatas membatasi, tapi juga menawarkan alternatif. Sistem cicilan bisa tetap dilakukan menggunakan akad yang sesuai syariah, seperti murabahah, ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli), atau wakalah bil ujrah. Selain itu, lembaga-lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, koperasi syariah, dan pegadaian syariah telah banyak menyediakan layanan pembiayaan yang tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Beberapa platform bahkan telah mengembangkan Paylater versi syariah, yang menggunakan margin tetap, tanpa bunga dan penalti.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk lebih kritis dan cermat dalam menggunakan layanan finansial seperti Paylater. Islam tidak anti terhadap kemajuan teknologi atau kemudahan transaksi, tapi syariat menuntut kejelasan akad, keadilan, dan perlindungan terhadap harta. Jangan sampai kemudahan yang kita nikmati hari ini justru menjebak kita dalam jerat riba atau gaya hidup boros yang tidak berkah. Prinsip dasar fiqih muamalah selalu menempatkan kepentingan jangka panjang, keadilan, dan keberkahan di atas segala bentuk kemudahan instan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
