Sekolah Maju Harus Belajar dari Toyota Way
Guru Menulis | 2025-07-01 12:32:19
Sekolah yang ingin maju nggak cukup hanya punya gedung megah dan fasilitas kece. Yang lebih penting adalah mindset dan sistem kerja di balik layar. Nah, di sinilah sekolah bisa banyak belajar dari Toyota Way—sebuah filosofi manajemen legendaris dari perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota, yang sukses mendunia bukan cuma karena produknya, tapi karena cara kerjanya.
Toyota Way menekankan pada dua hal utama: continuous improvement (kaizen) dan respect for people. Kalau diterjemahkan ke dunia pendidikan, artinya sekolah harus selalu mau berubah jadi lebih baik dan menghargai semua orang di dalamnya—guru, siswa, bahkan tenaga kebersihan sekalipun. Sekolah nggak boleh merasa puas dengan capaian hari ini. Harus ada budaya evaluasi dan perbaikan terus-menerus, bukan sekadar rutinitas yang monoton.
Coba bayangin kalau sekolah menerapkan sistem seperti Toyota Production System: ada sistem deteksi masalah sejak dini, ada ruang untuk semua pihak menyampaikan ide, dan ada standar mutu yang terus dikawal bareng-bareng. Guru jadi nggak sekadar mengajar, tapi juga belajar. Siswa nggak cuma dikejar nilai, tapi juga diajak mikir kritis dan kerja tim. Kepala sekolah bukan bos, tapi fasilitator perbaikan dan pembelajaran.
Toyota percaya pada kekuatan tim kecil yang gesit, komunikasi yang terbuka, dan keberanian untuk mengakui kesalahan sebagai peluang belajar. Sekolah pun harus begitu. Kalau ada masalah dalam sistem belajar, jangan cari kambing hitam. Cari akar masalahnya, libatkan semua pihak, dan perbaiki bareng-bareng. Maju itu bukan soal instan, tapi soal konsisten.
Kunci lain dari Toyota Way yang bisa diadopsi sekolah adalah prinsip "Genchi Genbutsu", yang artinya “pergi ke sumbernya.” Dalam konteks sekolah, ini berarti pimpinan sekolah harus terjun langsung ke lapangan, melihat proses pembelajaran secara nyata, mendengarkan keluhan siswa dan guru, bukan cuma duduk di ruang kepala sekolah. Keputusan yang diambil jadi lebih tepat sasaran karena berdasar pada fakta, bukan asumsi. Ini juga bisa meningkatkan kepercayaan tim karena pemimpin benar-benar paham realita di bawah.
Selain itu, Toyota juga menjunjung tinggi konsep "Just-In-Time"—segala sesuatu dilakukan sesuai kebutuhan dan waktu yang pas. Sekolah pun bisa belajar soal efisiensi ini: jangan overload siswa dengan materi yang nggak relevan, atau menumpuk administrasi ke guru tanpa nilai tambah. Fokus pada proses belajar yang efektif, relevan, dan berdampak. Pengelolaan waktu belajar, kegiatan ekstrakurikuler, hingga rapat guru bisa lebih tertata dan terukur dengan pendekatan seperti ini.
Terakhir, Toyota punya budaya "nemawashi"—proses membangun konsensus sebelum mengambil keputusan besar. Ini penting banget buat sekolah yang ingin berkembang, apalagi di era digital dan disrupsi seperti sekarang. Setiap perubahan harus disosialisasikan dengan baik ke seluruh warga sekolah. Libatkan guru, siswa, dan orang tua dalam diskusi. Ketika semua merasa punya andil, rasa memiliki dan tanggung jawab akan muncul secara alami. Sekolah pun akan maju bersama, bukan maju sendiri-sendiri.
Sekolah masa depan bukan cuma tentang teknologi dan inovasi. Tapi juga soal budaya kerja, pola pikir, dan bagaimana semua orang di dalamnya bergerak bersama. Dan di titik itulah, sekolah maju bisa belajar banyak dari Toyota Way.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
