Second Account di Kalangan Gen Z: Antara Ruang Ekspresi dan Sinyal Distress?
Eduaksi | 2025-06-30 12:18:40
Fenomena second account atau akun cadangan di media sosial kian populer di kalangan Gen Z. Tidak sekadar tempat untuk unggahan random, akun ini menjadi semacam zona aman dari penilaian, ekspektasi sosial, dan tekanan untuk tampil sempurna seperti di akun utama. Di sinilah banyak orang merasa bisa mengekspresikan diri mereka dengan lebih jujur.
Bagi sebagian pengguna, second account adalah ruang untuk mencurahkan isi hati, membagikan hal-hal pribadi, atau sekadar menciptakan kenyamanan psikologis dalam dunia maya yang terasa terlalu terbuka. Keinginan untuk menghindari sorotan dari keluarga, kolega, atau bahkan teman sebaya, membuat akun alternatif ini terasa lebih privat dan aman.
Namun, di balik tren ini terselip pertanyaan penting: apakah second account murni menjadi bentuk kebebasan berekspresi, atau justru sinyal awal dari tekanan emosional yang belum disadari? Dalam konteks ini, muncul kekhawatiran bahwa second account dapat menjadi pelarian dari tekanan sosial atau bahkan cerminan gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi.
Dilansir dari laman Harmony Healthcare IT, hampir 78% generasi muda mengaku kecanduan gawai atau media sosial. Fakta ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh dunia digital terhadap kesejahteraan mental, terutama di kalangan Gen Z yang tumbuh dalam lingkungan virtual. Tekanan untuk selalu tampil ideal, on point, dan validasi publik melalui likes maupun komentar kerap menimbulkan kelelahan emosional.
Menariknya, tidak semua dampak second account bersifat negatif. Sebagian pengguna merasa lebih bebas secara kreatif, membentuk komunitas yang sefrekuensi, dan mengurangi tekanan sosial secara signifikan. Dalam ruang digital yang lebih intim, mereka merasa bisa menjadi diri sendiri tanpa rasa takut akan penghakiman.
Namun demikian, penting untuk tetap waspada. Jika second account digunakan untuk menghindari interaksi dunia nyata atau menarik diri dari kehidupan sosial, bisa jadi itu pertanda ada isu psikologis yang lebih dalam.
Kuncinya terletak pada kesadaran. Gunakan media sosial secara bijak sebagai sarana mendukung kesehatan mental, bukan sebaliknya. Gen Z perlu mengenali dampak emosional dari aktivitas di sosial media mereka, serta membangun kebiasaan digital yang sehat.
Pada akhirnya, kita sendiri yang menentukan bagaimana menggunakan teknologi dan media sosial. Apakah sebagai sarana untuk mengekspresikan diri atau justru sebagai sumber stres yang tak disadari.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
