Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AFEN SENA

Cetak Biru Pendidikan dan Keamanan Penerbangan: Urgensi dan Aksinya

Eduaksi | 2025-06-26 11:17:04

Saat berbicara tentang keamanan penerbangan, yang terbayang oleh banyak orang mungkin hanya sebatas mesin pemindai, detektor logam, atau petugas yang memeriksa barang bawaan. Padahal, keamanan penerbangan adalah sistem yang jauh lebih kompleks. Ia merupakan garis pertahanan pertama bagi keselamatan manusia, kedaulatan negara, dan kredibilitas sistem transportasi udara kita di mata dunia.

Di tengah pesatnya pertumbuhan penerbangan sipil, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara menghadapi tantangan serius. Jumlah penumpang meningkat, bandara terus bertambah, dan jalur udara menjangkau wilayah-wilayah terpencil. Namun, ironisnya, para petugas yang bertanggung jawab atas keamanan sistem ini justru kerap tidak mendapatkan pelatihan yang memadai, jenjang karier yang jelas, ataupun pengakuan profesional yang layak.

Yang lebih mengkhawatirkan, hingga kini Indonesia belum memiliki program pendidikan formal untuk mencetak tenaga profesional di bidang keamanan penerbangan (aviation security/AVSEC). Sebagian besar personel AVSEC direkrut secara kontrak dan hanya mengikuti pelatihan singkat selama beberapa minggu sebelum langsung ditugaskan di lapangan.

Situasi ini tidak hanya berisiko secara operasional, tetapi juga menciptakan kesenjangan besar dalam pemenuhan standar internasional seperti yang diatur oleh Annex 17 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Dalam konteks audit ICAO, kualitas dan kompetensi sumber daya manusia menjadi salah satu parameter utama yang menentukan tingkat kepatuhan negara terhadap regulasi keselamatan dan keamanan penerbangan global.

Pendidikan, Bukan Sekadar Pelatihan

Yang dibutuhkan Indonesia bukan sekadar pelatihan jangka pendek, melainkan pendidikan yang terstruktur, terakreditasi, dan berbasis kompetensi jangka panjang. Dengan kata lain, sudah saatnya Indonesia memiliki Program Studi Keamanan Penerbangan di bawah institusi pendidikan tinggi transportasi milik negara—yang selama ini dikenal sebagai Perguruan Tinggi Kementerian dan Lembaga (PTKL), khususnya di bawah Kementerian Perhubungan.

Program ini akan mencetak bukan hanya petugas lapangan, tetapi juga calon perencana kebijakan, pengawas kepatuhan, ahli forensik keamanan, analis ancaman siber, hingga pemimpin institusi keamanan penerbangan nasional di masa depan. Investasi ini tak hanya untuk Kementerian Perhubungan, tetapi juga akan berdampak langsung bagi maskapai, pengelola bandara, perusahaan kargo, bea cukai, hingga lembaga pertahanan dan intelijen.

PTKL sebagai Fondasi

Saat ini Indonesia telah memiliki jaringan PTKL yang mencetak SDM unggul di bidang transportasi udara, seperti Politeknik Penerbangan Indonesia (PPI) Curug, Politeknik Penerbangan (Poltekbang) Medan, Palembang, Jayapura, Makassar, dan Surabaya, serta Akademi Penerbang Indonesia (API) Banyuwangi. Institusi ini telah terbukti dalam mencetak taruna-taruni profesional pilot, ATC, teknik penerbangan, dan manajemen bandar udara.

Dengan dukungan kebijakan dan pendanaan yang tepat, PTKL dapat mengembangkan program studi Keamanan Penerbangan sebagai jenjang Diploma atau Sarjana Terapan. Kurikulumnya bisa meliputi sistem keamanan penerbangan, analisis risiko, deteksi ancaman orang dalam (insider threat), hukum penerbangan internasional, hingga teknologi siber dan biometrik.

Fasilitas pendukung seperti laboratorium pemindai, simulasi bandara, pusat pemantauan CCTV, serta ruang pelatihan respons krisis perlu dibangun untuk mendukung pembelajaran berbasis praktik.

Pilot Project: AviSecure 2026

Sebagai langkah awal, Kementerian Perhubungan dapat meluncurkan proyek percontohan bertajuk “AviSecure 2026” di salah satu politeknik atau akademi. Angkatan perdana bisa dicukupkan untuk mahasiswa terbaik terpilih, dengan evaluasi berkala terhadap kurikulum, metode pengajaran, dan kesiapan kerja lulusan.

Dari hasil evaluasi tersebut, program dapat diperluas ke kampus lain dan dikembangkan menjadi program Sarjana Terapan empat tahun, lengkap dengan skema ikatan dinas atau penempatan langsung ke instansi seperti Direktorat Keamanan Penerbangan, BUMN sektor aviasi, hingga maskapai nasional.

Menjawab Kebutuhan Nyata

Indonesia saat ini memiliki lebih dari 300 bandara aktif, dari bandara utama seperti Soekarno-Hatta hingga bandara perintis di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Setiap bandara memerlukan tenaga AVSEC di berbagai jenjang—dari petugas pemeriksaan hingga manajer keamanan.

Perkiraan konservatif menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan antara 10.000 hingga 15.000 tenaga AVSEC profesional dalam lima tahun ke depan. Jumlah ini belum termasuk peluang ekspor tenaga kerja ke negara-negara tetangga seperti Timor Leste, Kepulauan Pasifik, bahkan Timur Tengah.

Ukuran Keberhasilan

Setiap program pendidikan wajib memiliki tolok ukur keberhasilan. Dalam konteks ini, indikator bisa dikelompokkan menjadi tiga:

Output: Jumlah lulusan, sertifikasi yang diperoleh, jam magang yang diselesaikan.

Outcome: Tingkat penyerapan kerja, peningkatan skor audit ICAO, promosi ke jabatan strategis

Impact: Penurunan insiden keamanan, peningkatan kepercayaan publik, reputasi Indonesia di panggung aviasi internasional

Tracer study, survei kepuasan pengguna lulusan, dan benchmarking audit ICAO dapat dijadikan instrumen evaluasi tahunan.

Peta Jalan Nasional

Pembangunan program ini dapat dilakukan melalui tiga tahap:

1. Perencanaan (2025–2026)

o Konsultasi pemangku kepentingan

o Finalisasi kurikulum dan akreditasi

o Pembangunan laboratorium dan pelatihan pengajar

2. Implementasi Pilot (2026–2028)

o Peluncuran program perdana

o Kemitraan magang dengan operator penerbangan/ industry.

o Evaluasi tahunan

3. Penerapan Nasional (2028–2032)

o Perluasan ke kampus-kampus lain.

o Penambahan program Sarjana Terapan

o Penempatan terstruktur di instansi pemerintah dan swasta

Investasi pada Ketahanan Nasional

Mengapa semua ini penting?

Karena keamanan penerbangan bukan sekadar urusan teknis. Ia menyangkut kelancaran logistik obat-obatan, distribusi bantuan bencana, penghubung wilayah 3T, hingga fondasi kepercayaan publik terhadap moda transportasi udara.

Setiap insiden keamanan bandara akan mengguncang kepercayaan masyarakat, mengganggu ekonomi, bahkan berpotensi merusak reputasi Indonesia di mata dunia.

Penutup: Waktu Bertindak adalah Sekarang

Inisiatif ini bukan proyek mewah. Ini bukan sekadar wacana akademik. Ini adalah kebutuhan strategis bangsa. Indonesia memiliki talenta, institusi, dan kebutuhan yang nyata. Yang kita butuhkan sekarang adalah kemauan politik untuk menghubungkan ketiganya.

Langit Indonesia semakin padat. Dunia terus bergerak. Dan ancaman tidak pernah menunggu kesiapan kita. Maka, mari mulai membangun penjaga langit kita—dari ruang kelas, hari ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image