Kecerdasan Buatan (AI) dalam Perspektif Islam
Teknologi | 2025-06-26 00:48:10Kemajuan teknologi di era modern telah melahirkan berbagai inovasi, salah satunya adalah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Teknologi ini memungkinkan mesin untuk meniru cara berpikir dan mengambil keputusan seperti manusia. AI saat ini telah merambah berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, keuangan, pertahanan, hingga kehidupan sehari-hari. Namun, bagaimana Islam memandang perkembangan teknologi ini?
Netralitas Teknologi dalam Islam
Dalam Islam, teknologi dipandang sebagai sesuatu yang netral. Artinya, tidak ada hukum tetap bahwa teknologi itu sendiri baik atau buruk. Nilai moral sebuah teknologi ditentukan oleh tujuan dan cara penggunaannya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih:
"Al-aslu fi al-ashyā’ al-ibāhah mā lam yarid dalīl ‘ala tahrīmihā" (Pada dasarnya segala sesuatu itu mubah kecuali ada dalil yang mengharamkannya).
Dengan demikian, AI dapat digunakan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Etika dan Tanggung Jawab Moral
Islam sangat menekankan pentingnya akhlak dan etika dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam penggunaan teknologi. Pengembangan dan pemanfaatan AI harus dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan, kejujuran, amanah, dan tidak membahayakan manusia atau makhluk hidup lainnya.
Contoh penerapan etika Islam dalam AI:
- Tidak menggunakan AI untuk menyebarkan hoaks atau kebencian.
- Tidak melanggar privasi dan hak asasi manusia.
- Tidak menciptakan ketergantungan yang merugikan atau menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan.
AI dan Konsep Penciptaan
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah menciptakan AI sama dengan meniru ciptaan Allah. Dalam hal ini, Islam menegaskan bahwa hanya Allah yang menciptakan makhluk hidup dengan ruh. AI, meskipun menyerupai manusia dalam kemampuan berpikir atau berinteraksi, bukan makhluk hidup karena tidak memiliki ruh.
AI hanyalah sebuah sistem algoritma yang kompleks, diciptakan oleh manusia dari unsur-unsur logika dan data. Maka, membuat AI tidak berarti menandingi ciptaan Allah, selama tidak disalahgunakan atau diklaim sebagai entitas yang setara dengan manusia.
Kekhawatiran terhadap Otonomi AI
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan AI menjadi terlalu otonom dan lepas dari kontrol manusia. Dalam Islam, manusia diberi amanah sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan dan keadilan. Menyerahkan keputusan penting kepada mesin tanpa nilai moral atau panduan syariat dapat menjadi bentuk kelalaian.
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Karena itu, pengembangan AI harus tetap berada dalam pengawasan manusia dan tidak menggantikan peran moral, spiritual, dan tanggung jawab sosial manusia.
Panduan Syariat dan Fatwa Ulama
Beberapa lembaga dan ulama telah mulai membahas dampak AI dari perspektif Islam. Prinsip maqashid syariah (tujuan-tujuan utama syariat) dapat menjadi acuan dalam menilai penggunaan AI, yaitu:
- Menjaga agama (ḥifẓ al-dīn)
- Menjaga jiwa (ḥifẓ al-nafs)
- Menjaga akal (ḥifẓ al-‘aql)
- Menjaga harta (ḥifẓ al-māl)
- Menjaga keturunan (ḥifẓ al-nasl)
Jika AI digunakan untuk mendukung kelima tujuan ini, maka ia sejalan dengan ajaran Islam.
Kesimpulan
Kecerdasan buatan (AI) dalam Islam tidak secara otomatis diharamkan atau diperbolehkan, melainkan tergantung pada niat, tujuan, dan dampak penggunaannya. Selama AI digunakan untuk kebaikan, meningkatkan kesejahteraan, dan tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, maka ia dapat diterima sebagai bagian dari kemajuan umat.
Islam membuka ruang bagi inovasi, namun selalu dengan landasan nilai moral dan tanggung jawab kemanusiaan. Oleh karena itu, umat Islam perlu berperan aktif dalam membentuk perkembangan AI agar sesuai dengan nilai-nilai Islam dan memberi manfaat bagi seluruh umat manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
