Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Kita, Iran, dan Ilmu Pengetahuan

Dunia islam | 2025-06-25 14:33:58

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder dan CEO Insani Leadership)

Terlepas dari teologinya yang Syiah, Iran adalah bangsa yang memiliki tradisi ilmu pengetahuan yang kuat sejak masa imperium Persia. Pada masa Khalifah Umar bin Khatthab, Islam masuk ke Persia didakwahkan oleh Sa’ad bin Abi Waqash. Persia (kini Iran) menjadi bagian dari wilayah Islam sampai masa Daulah Abbasiyah.

Pada masa keemasan perkembangan ilmu pengetahuan Islam diera Daulah Abbasiyah, Persia banyak melahirkan para ilmuwan kenamaan yang berpengaruh sampai di dunia Barat. Sebut saja Al-Khawarizmi (ahli matematika), Jabir bin Hayyan (ahli Kimia), Al-Farabi (ahli filsafat dan tata negara), Ibnu Sina (ahli kedokteran), dan Al-Razi (ahli kedokteran dan filsafat).

Setelah Daulah Abbasiyah yang sunni yang berpusat di Baghdad runtuh, Persia kemudian dalam penguasaan Dinasti Syafawiyah yang berakidah Syiah dua belas imam. Sekali lagi terlepas dari akidahnya yang syiah, Persia berhasil memelihara tradisi ilmu pengetahuan. Maka itu, kita tidak heran jika Iran sekarang berkembang menjadi negara yang berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk bidang persenjataan militer modern. Mereka tekun mengkaji, meneliti, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Ketika Israel dan Amerika menyerang, Iran membalas serangan itu karena memiliki persenjataan militer modern memadai. Iran berhasil menjaga marwah sebagai bangsa buah jerih payah mereka mengembangkan ilmu pengetahuan. Kemarin, setelah Iran membalas serangan Amerika Serikat dengan merudal pangkalan militer Amerika di Qatar, Presiden Amerika, Donald Trump, tetiba menyerukan genjatan senjata.

Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Senampaknya bangsa ini masih sibuk dan asyik bermedia sosial ria ketimbang sibuk membaca dan meneliti. Sibuk dengan berbagai metode mengejar like dan memperbanyak subscriber daripada sibuk melahirkan penemuan ilmu pengetahuan dengan berbagai metode penelitian.

Otoritas ilmu pengetahuan tidak dihargai. Siapapun berkomentar dan berdebat di media sosial tanpa dasar ilmu pengetahuan. Generasi muda bangsa ini lebih tertarik menjadi Youtuber ketimbang menjadi ulama dan ilmuwan.

Pada level penyelenggara negara pun senampaknya tidak jauh beda. Kebijakan negara belum banyak berpihak pada ilmu pengetahuan. Hasil penelitian para doktor dan profesor menjadi mubazir karena tidak dimanfaatkan negara. Saya pernah diajak melihat dan mengamati langsung pusat riset dan pengembangan reaktor nuklir di Batan, Serpong, setelah mengisi kajian di sana.

“Kita sudah siap memanfaatkan nuklir sebagai pembangkit listrik (PLTN). Dua gram uranium tipe U25 bila dibakar akan menjadi energi listrik yang setara dengan membakar dua ton batu bara. Bayangkan penghematan yang didapatkan selain PLTN lebih ramah lingkungan dibanding batu bara,” demikian penjelasan seorang ilmuwan Batan, yang mendampingi saya.

“Apakah hasil riset ini sudah disampaikan kepada DPR dan pemerintah, pak?” tanya saya.

“Sudah berkali-kali, ustadz. Kita sudah presentasikan kepada DPR secara keilmuan. Tinggal mereka yang mengambil kebijakan bersama pemerintah secara politik,” jawab pak doktor.

“Menurut bapak, kenapa PLTN belum diaktivasi di Indonesia? Apa kendalanya?” kejar saya.

“Ini pendapat saya pribadi, ya ustadz. Bisa jadi karena pertimbangan politis. Ustadz tahu siapa para pemilik konsesi tambang batu bara di Indonesia? Jika seketika pemerintah mengembangkan PLTN secara masif, akan terjadi penurunan permintaan batu bara yang berakibat kerugian para pemilik konsesi itu,” terang pak doktor.

Saya menjadi paham mengapa para ilmuwan bangsa ini sebagian memilih berkarier di luar negeri demi ingin bisa mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka tentu ingin ilmunya yang sudah dipelajarinya dengan jerih payah, peluh, dan keringat bisa bermanfaat bagi kehidupan yang lebih baik.

Ah memang jalan terjal dan mendaki membawa masyarakat dan bangsa ini menjadi bangsa yang menghargai dan mencintai ilmu pengetahuan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image