Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image kaisa anjani yudhistira

Serangan Israel ke Iran Wujud Pencegahan Nuklir atau Pemantik Perang Timur Tengah?

Politik | 2025-06-18 13:13:03

Apakah serangan dapat dibenarkan demi tindakan pencegahan? Atau justru itu adalah awal dari kehancuran yang lebih besar?

Iran mengirim rudal ke Israel. Foto/presstv

Serangan udara Israel ke Iran pada 13 Juni 2025 menandai babak baru dalam ketegangan panjang dua negara yang sudah bermusuhan selama lebih dari empat dekade. Sekitar 200 jet tempur dilibatkan untuk menggempur lebih dari 100 lokasi strategis, termasuk fasilitas nuklir, pabrik rudal balistik, hingga rumah-rumah pejabat militer dan ilmuwan. Israel menyebutnya sebagai "langkah preventif" demi menggagalkan ambisi nuklir Iran. Namun, apakah ini benar-benar upaya pencegahan? atau justru bentuk agresi yang melampaui batas?

Ketegangan antara Iran dan Israel bukanlah narasi baru. Sejak Revolusi Iran 1979, relasi kedua negara dilandasi penolakan dan kecurigaan. Iran tidak mengakui eksistensi Israel, dan Israel secara terbuka menyatakan akan menghentikan segala potensi untuk tidak akan membiarkan iran mengembangkan senjata nuklir. Memang, Iran telah memperkaya uranium hingga 60 persen dengan perkiraan cukup untuk membuat bahan hingga 10 senjata nuklir. Akan tetapi, apakah itu cukup untuk menghalalkan serangan besar yang bisa menyulut perang besar Timur Tengah?

Klaim Israel soal “ancaman eksistensial” tampaknya kian kehilangan landasan saat kita melihat luasnya cakupan target. Serangan bukan hanya mengenai fasilitas nuklir Iran, tetapi juga menargetkan pabrik rudal, kediaman sipil, bahkan pusat-pusat permukiman. Ini bukan semata soal nuklir, ini adalah upaya sistematis untuk melumpuhkan Iran secara menyeluruh.

Persoalannya, tindakan semacam ini justru mempermainkan prinsip dasar hukum internasional. Serangan militer Israel ke Iran ini dianggap sebagai langkah yang menyalahi hukum internasional. Jika setiap negara dibenarkan menyerang berdasarkan asumsi ancaman, maka tatanan global akan ambruk dalam kekacauan tanpa batas.

Dukungan Iran terhadap kelompok seperti Hizbullah dan Hamas kerap dijadikan alasan oleh Israel untuk menunjukkan ancaman regional. Tetapi, langkah militer yang diambil Israel justru menciptakan eskalasi berbahaya. Reaksi Iran pun tak kalah keras. Lebih dari 100 drone diluncurkan sebagai balasan. Ketegangan mulai menjalar ke Irak, Suriah, Lebanon, bahkan ke pintu-pintu Arab Saudi dan Turki. Eskalasi ini menempatkan kawasan Timur Tengah dalam kondisi siaga penuh. Lebih buruk lagi, wacana perang nuklir kini terasa lebih dekat dari sebelumnya.

Dampaknya tidak berhenti di jalur militer. Pasar global ikut terguncang. Harga minyak melonjak lebih dari 7 persen. Inflasi mengancam. Biaya logistik melonjak. Bursa saham Timur Tengah berguguran dan mata uang Mesir melemah lebih dari 1,8%. Beberapa negara merasakan langsung efek domino dari konflik dua negara. Padahal, Iran menyangkal dengan menyatakan sedang mengembangkan senjata atom dan menegaskan bahwa programnya bertujuan untuk kepentingan sipil.

Jika Israel benar-benar ingin mencegah proliferasi senjata nuklir, seharusnya jalur diplomasi dan pengawasan multilateral menjadi pilihan utama. Bukannya menggempur, memicu dendam dan membuka jalan menuju konflik bersenjata skala besar yang bisa melibatkan kekuatan-kekuatan global.

Jadi, apakah ini pencegahan atau pemantik?

Serangan Israel ke Iran lebih mencerminkan kekhawatiran yang diterjemahkan secara agresif, bukan langkah pencegahan yang rasional. Bukannya menciptakan keamanan, Israel justru menyalakan api yang dapat membakar kawasan dan mengguncang dunia. Hal ini yang lahir bukan stabilitas, melainkan kehancuran. Dunia perlu menyadari, aksi semacam ini bukan solusi, tetapi lonceng peringatan akan bahaya eskalasi skala luas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image