Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sigit Prabowo

Privasi di Ujung Jempol: Saat Dunia Digital Tak Lagi Aman dan Negara Harus Bertindak

Update | 2025-06-14 00:36:53

Di balik kemudahan mengakses informasi, berbelanja, atau sekadar membagikan momen lewat media sosial, tersimpan ancaman yang kian nyata: keamanan dan privasi digital yang rawan bocor. Dalam kehidupan modern, data pribadi kita tidak lagi tersimpan rapi dalam dokumen fisik, melainkan tercecer di berbagai aplikasi, situs web, dan platform digital yang kita gunakan setiap hari.

Namun, seiring dengan itu, muncul pertanyaan besar: siapa yang melindungi data kita? Apakah negara telah cukup tanggap terhadap berbagai pelanggaran privasi yang terjadi? Bagaimana regulasi digital di Indonesia dan dunia menyikapi hal ini?

Ilustrasi untuk gambar Privasi di Ujung Jempol: Saat Dunia Digital Tak Lagi Aman dan Negara Harus Bertindak,sumber https://images.pexels.com/photos/8720613/pexels-photo-8720613.jpeg?auto=compress&cs=tinysrgb&w=600

Gelombang Ancaman Digital yang Kian Nyata

Di tahun-tahun terakhir, masyarakat Indonesia diguncang oleh serangkaian kasus kebocoran data pribadi. Beberapa yang mencuat, seperti dugaan bocornya data SIM card, identitas e-KTP, hingga informasi pelanggan dari platform digital besar, membuka mata publik bahwa era digital bukan hanya soal kemudahan, tapi juga soal pertaruhan keamanan.

Jenis ancaman yang sering terjadi:

 

  • Kebocoran data pribadi: seperti NIK, nomor telepon, hingga rekening bank dijual bebas di dark web.
  • Phishing dan penipuan daring: modus penipuan melalui email, WhatsApp, atau SMS yang mengaku sebagai institusi resmi.
  • Ransomware: di mana data dikunci dan diminta tebusan.
  • Penyalahgunaan data oleh platform: penggunaan data pengguna untuk iklan, analitik, atau bahkan politik tanpa persetujuan eksplisit.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tanpa regulasi dan pengawasan yang kuat, data kita bisa menjadi komoditas liar di pasar digital.

Regulasi Digital di Indonesia: Terlambat atau Tepat Waktu?

Indonesia sempat tertinggal dalam urusan perlindungan data pribadi jika dibandingkan negara-negara lain seperti Uni Eropa dengan GDPR-nya. Namun, pemerintah akhirnya melangkah serius dengan disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tahun 2022.

UU PDP menjadi tonggak sejarah penting dalam upaya pengaturan data pribadi. Beberapa poin pentingnya:

 

  • Definisi jelas mengenai data pribadi umum dan spesifik
  • Kewajiban meminta persetujuan pemilik data sebelum digunakan
  • Hak pemilik data untuk menarik kembali atau menghapus data
  • Sanksi administratif dan pidana bagi pelanggaran

Namun demikian, implementasinya belum maksimal. Banyak lembaga belum siap secara infrastruktur, dan masyarakat pun belum sepenuhnya sadar akan hak digitalnya.

Regulasi Tanpa Literasi: Ibarat Kunci Tanpa Pintu

Masalah besar lainnya adalah rendahnya literasi digital masyarakat, terutama terkait keamanan data pribadi. Banyak pengguna yang masih menganggap enteng soal membagikan NIK, foto KTP, atau akses ke lokasi dan kamera aplikasi tanpa membaca izin secara rinci.

Padahal, kesadaran ini sangat penting. Regulasi hanya efektif jika semua pihak memahami peran dan tanggung jawabnya:

  • Pengguna harus sadar akan pentingnya menjaga data pribadi.
  • Pelaku industri harus patuh dan transparan dalam mengelola data pengguna.
  • Pemerintah harus aktif melakukan edukasi dan penegakan hukum.

Tantangan Keamanan Digital di Era AI dan Big Data

Saat ini kita berada di masa di mana kecerdasan buatan (AI) dan big data mendominasi berbagai layanan digital. Algoritma tahu apa yang kita sukai, kapan kita lapar, hingga barang apa yang mungkin kita beli pekan depan.

Data kita dianalisis, dimodelkan, dan dipakai untuk membuat prediksi. Hal ini memberikan pengalaman pengguna yang personal, namun juga menimbulkan risiko privasi jika tidak diatur dengan tepat.

Contohnya:

  • Iklan yang terlalu personal bisa mengindikasikan pelacakan aktivitas yang invasif.
  • AI deepfake bisa memalsukan wajah dan suara seseorang untuk tujuan kriminal.
  • Algoritma bisa bias jika data latihnya tidak adil, memunculkan diskriminasi digital.

Maka, regulasi harus beradaptasi, tidak hanya melindungi data mentah, tapi juga bagaimana data digunakan dan dimanipulasi.

Perbandingan Internasional: Belajar dari Uni Eropa dan Negara Tetangga

Uni Eropa menjadi acuan global dalam perlindungan data pribadi lewat General Data Protection Regulation (GDPR) yang diberlakukan sejak 2018. Beberapa prinsip penting GDPR antara lain:

  • Hak untuk dilupakan (right to be forgotten)
  • Transparansi penggunaan data
  • Persetujuan eksplisit
  • Kewajiban laporan kebocoran data dalam 72 jam

Negara tetangga seperti Singapura juga telah memiliki Personal Data Protection Act (PDPA) yang lebih dulu diterapkan. Mereka juga membentuk otoritas khusus yang menangani perlindungan data digital.

Indonesia dapat belajar dari sistem ini, terutama dalam penegakan hukum, keterbukaan laporan pelanggaran, dan pembentukan lembaga pengawas independen.

Apa yang Harus Dilakukan Sekarang?

Keamanan digital bukan hanya tugas pemerintah. Setiap elemen masyarakat memiliki peran:

1. Pemerintah
  • Mempercepat pembentukan lembaga pengawas PDP yang independen.
  • Menindak tegas pelanggaran, termasuk yang dilakukan oleh perusahaan besar.
  • Mendorong integrasi keamanan data di seluruh layanan publik.
2. Industri dan Platform Digital
  • Menjadi transparan tentang pengelolaan data pengguna.
  • Menerapkan standar keamanan tinggi (enkripsi, autentikasi dua faktor).
  • Menyediakan fitur opt-out dan kontrol bagi pengguna.
3. Masyarakat
  • Menjaga kerahasiaan data pribadi (jangan asal isi formulir online).
  • Menggunakan aplikasi dari sumber terpercaya.
  • Rutin memperbarui perangkat dan menggunakan password yang kuat.

Penutup: Keamanan Digital Adalah Hak, Bukan Bonus

Di dunia di mana jejak digital kita menjadi identitas utama, perlindungan data pribadi bukan lagi hal sekunder. Ia adalah hak asasi yang harus dijaga oleh semua pihak, baik individu, negara, maupun korporasi.

Jika tidak ada kesadaran kolektif dan regulasi yang kuat, maka kita sedang membiarkan masa depan digital yang rentan, penuh kebocoran, manipulasi, dan eksploitasi. Namun jika kita mulai peduli hari ini, kita bisa menciptakan ruang digital yang aman, adil, dan manusiawi.

Jadi, saat Anda scroll layar berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: apakah data saya cukup aman? Apakah saya tahu siapa yang memilikinya? Dan lebih penting lagiapakah negara siap melindunginya?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image