
Wajib Belajar, Wajib Bebas Biaya: Membedah Inisiatif DPR dalam RUU Sisdiknas
Politik | 2025-06-10 10:35:34
Langkah DPR yang berencana memasukkan ketentuan "Tidak memungut biaya pada jenjang SD dan SMP." dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) merupakan angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Di tengah beban ekonomi masyarakat, kebijakan ini dinilai strategis untuk memperkuat hak dasar warga negara atas pendidikan, khususnya pada jenjang wajib belajar 9 tahun.
Ketentuan larangan pungutan biaya pada SD dan SMP dalam RUU Sisdiknas adalah bentuk konkret perlindungan hak pendidikan dasar yang dijamin konstitusi. Namun, efektivitasnya bergantung pada political will pemerintah, pengawasan kebijakan daerah, serta kepastian pendanaan pendidikan.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Lebih lanjut, negara wajib membiayai pendidikan dasar tanpa memandang status sosial atau ekonomi warga. Maka, larangan pemungutan biaya di SD dan SMP bukanlah kebijakan baru, tetapi penegasan dari hak konstitusional rakyat yang selama ini sering diabaikan secara teknis di lapangan.
Fakta di berbagai daerah menunjukkan bahwa sekolah negeri masih banyak melakukan "Pungutan berkedok sumbangan." untuk seragam, kegiatan, hingga renovasi. RUU Sisdiknas yang secara eksplisit melarang hal ini adalah langkah penting agar tidak terjadi pembiaran sistemik atas praktik pungutan liar di institusi pendidikan dasar.
Namun, pertanyaan krusialnya: Bagaimana mekanisme pengganti dana operasional sekolah yang selama ini sebagian ditutupi dari sumbangan orang tua murid? Jika tidak diatur jelas, kebijakan ini akan membebani sekolah dan memperburuk mutu layanan pendidikan.
Selain itu, kewenangan pengelolaan SD dan SMP berada di tangan pemerintah daerah. Maka, perlu ada pengawasan ketat terhadap implementasi RUU ini, agar daerah tidak mencari celah dengan tetap membebankan biaya melalui jalur lain.
Pemerintah pusat juga wajib menjamin ketersediaan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam jumlah yang mencukupi untuk mendukung operasional tanpa pungutan. Tanpa pendanaan memadai, sekolah hanya akan menjadi korban dari aturan yang ideal di atas kertas.
RUU Sisdiknas yang melarang pungutan biaya di SD dan SMP bukan sekadar reformasi administratif, tapi bentuk pemenuhan hak dasar warga negara. Namun, keberhasilannya bergantung pada sinkronisasi kebijakan pusat-daerah, ketersediaan dana, dan ketegasan pengawasan terhadap sekolah-sekolah yang masih membebani orang tua.
Mewujudkan pendidikan dasar gratis dan berkualitas bukan hanya soal menulis larangan dalam undang-undang, tetapi memastikan negara hadir secara nyata dalam membiayai, mengawasi, dan memperbaiki sistem pendidikan dasar. Jika RUU Sisdiknas benar-benar berpihak pada rakyat, maka saatnya pendidikan SD-SMP tak sekadar wajib belajar, tetapi juga wajib bebas biaya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.