Paradigma Tata Kelola Badan Layanan Umum di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri: Mendorong Transparansi dalam Pengelolaan Aset Melalui Skem
Eduaksi | 2025-06-05 21:32:49Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) kini menghadapi tantangan baru: bagaimana mengelola aset secara produktif, transparan, dan akuntabel di tengah tuntutan pelayanan publik yang semakin kompleks. Salah satu paradigma strategis dalam pengelolaan aset BLU adalah melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO) dan Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen (KSM).
Ilustrasi keseimbangan akademik dan non-akademik. (Sumber: Freepik.com)
Model ini tidak hanya menandai pergeseran paradigma tata kelola keuangan di lingkungan pendidikan tinggi keagamaan islam negeri, tetapi juga menjadi jalan tengah antara otonomi institusional dan tanggung jawab publik. Pertanyaannya, sudahkah mekanisme ini dipahami dan diterapkan dengan prinsip-prinsip good governance?
Mengoptimalkan Aset BLU Melalui KSO dan KSM
Sebagaimana diatur dalam regulasi keuangan BLU, kerja sama melalui KSO dan KSM bertujuan meningkatkan kapasitas layanan publik, mendayagunakan aset secara optimal, dan menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA).
KSO mencakup pendayagunaan aset BLU (seperti tanah dan bangunan) melalui kerja sama formal dengan mitra, sedangkan KSM melibatkan pertukaran keahlian manajerial dan sumber daya manusia dari kedua belah pihak. Di atas kertas, skema ini menjanjikan efisiensi dan produktivitas. Namun, implementasinya memerlukan komitmen tinggi terhadap akuntabilitas. Menurut kelopok peneliti mengatakan bahwa "Skema ini harus menjadi alat pemberdayaan, bukan sekadar pelarian dari birokrasi,"
Kebijakan, Regulasi, dan Tantangan Implementasi
Kerangka hukum yang menopang BLU tidak main-main. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU semuanya menekankan pentingnya transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. Namun, realitas lapangan sering kali tidak seindah teks peraturan.
Banyak PTKIN mengalami kesulitan dalam menyusun RBA yang komprehensif terkait KSO/KSM. Bahkan, tak jarang pemanfaatan aset tidak disertai analisis teknis, keuangan, maupun hukum yang memadai. Hal ini membuka peluang bagi praktik kolusi, inefisiensi, bahkan pelanggaran hukum.
Keterbatasan SDM, lemahnya pengawasan internal, dan minimnya literasi digital menjadi tantangan utama. Belum lagi intervensi pemerintah yang kadang membatasi otonomi institusi, serta peraturan teknis yang tumpang tindih antar-kementerian.
Potret Praktik Baik dan Peluang Ekonomi
Di sisi lain, ada contoh-contoh PTKIN yang berhasil memanfaatkan aset dengan skema KSO. Misalnya, pemanfaatan tanah kampus untuk pembangunan pusat pelatihan bahasa, pusat kajian halal, atau pusat inkubasi bisnis syariah dengan mitra swasta. Hasilnya, selain meningkatkan pelayanan, juga menciptakan sumber pendapatan baru.
Namun, kesuksesan ini selalu berpijak pada tata kelola yang sehat. Aset yang dikerjasamakan harus memiliki dasar hukum yang jelas, jangka waktu yang terukur, serta mekanisme kompensasi yang transparan. Kunci keberhasilan: perencanaan, transparansi, dan pengawasan. Menurut kelompok peneliti bahwa “Kami menggunakan pendekatan manajemen risiko dalam setiap kerja sama operasional, dengan memperhitungkan nilai ekonomi, nilai sosial, dan risiko hukum,”.
Paradoks Autonomi dan Transparansi
Di sinilah muncul paradoks menarik: semakin besar otonomi, semakin besar pula kebutuhan akan transparansi. Dalam konteks BLU, otonomi harus dimaknai bukan sebagai free rein, melainkan sebagai kepercayaan yang disertai mekanisme akuntabilitas publik yang kuat.
Sayangnya, sebagian pimpinan PTKIN belum sepenuhnya menjadikan prinsip public accountability sebagai jiwa kebijakan. Beberapa bahkan masih menganggap laporan keuangan sebagai dokumen administratif, bukan instrumen strategis manajemen.
Kebijakan Alternatif: Sistem Informasi Keuangan Terpadu
Untuk mengatasi problem ini, kebijakan alternatif yang paling menjanjikan adalah pengembangan sistem informasi keuangan dan kinerja terpadu. Sistem ini harus digital, real-time, dan dapat diakses publik. Tak hanya menyajikan laporan keuangan, tapi juga menampilkan capaian kinerja, status kerja sama aset, hingga hasil audit internal dan eksternal.
Dalam konteks ini, menurut kelompok peneliti bahwa teori evaluasi kebijakan adalah relevan digunakan. Sistem informasi terpadu mendapat skor tertinggi dalam aspek efektivitas, efisiensi, dan kesesuaian karena fektivitas: Memberikan akses langsung kepada stakeholder untuk memantau kegiatan KSO dan KSM secara menyeluruh, efisiensi: Meminimalisir duplikasi laporan dan mempercepat proses evaluasi, keadilan dan Responsivitas: Memberikan ruang bagi masyarakat dan civitas akademika untuk memberikan umpan balik, ketepatan: Memenuhi tuntutan peraturan perundang-undangan tentang keterbukaan informasi dan akuntabilitas publik.
Mewujudkan BLU yang Akuntabel di PTKIN
Tata kelola aset BLU yang akuntabel bukanlah utopia. Dengan kombinasi regulasi yang memadai, kapasitas SDM yang ditingkatkan, sistem informasi digital yang kuat, serta komitmen pimpinan terhadap integrity-based leadership, PTKIN dapat menjadikan skema KSO dan KSM sebagai kekuatan ekonomi baru yang tetap sejalan dengan nilai-nilai akademik dan spiritual Islam. Namun demikian, perlu diingat bahwa tata kelola aset bukan hanya soal uang, tetapi juga soal amanah publik. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an " Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa: 58)
Penutup: Menuju BLU PTKIN yang Profesional dan berdasar nilai-nilai Islami
Paradigma pengelolaan aset BLU melalui KSO dan KSM adalah langkah strategis dalam mendorong profesionalitas pengelolaan keuangan di PTKIN. Namun tanpa sistem pengawasan yang kuat, transparansi yang nyata, dan partisipasi publik yang luas, peluang ini bisa menjadi boomerang. Sudah saatnya pemerintah, pimpinan PTKIN, dan masyarakat sipil bersinergi menciptakan tata kelola BLU yang bukan hanya efektif secara ekonomi, tetapi juga berkeadilan sosial dan berbasis etika Islam. Dengan demikian, PTKIN dapat benar-benar menjadi motor penggerak peradaban melalui tata kelola modern dan berdasar nilai-nilai Islami dan bermartabat.
Prof Dr Suhartono sebagai penulis adalah Calon Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang periode 2025–2029. Tulisan ini merupakan opini pribadi, tidak mencerminkan pandangan institusi tempat penulis bekerja.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
