Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffania Cahyani

Urgensi Persatuan Politik dalam Ibadah Haji

Agama | 2025-06-05 10:10:53

Ribuan calon jemaah haji gagal berangkat karena peniadaan visa haji furoda. Tidak hanya itu, ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) juga dipulangkan karena memiliki niat untuk berhaji menggunakan visa kerja, bukan visa haji yang diwajibkan oleh pemerintah Arab Saudi. Di samping itu juga ada beberapa kasus di mana visa haji dibatalkan sepihak. Dalam pelaksanaan ibadah haji, permasalahan visa selalu menjadi polemik yang tak kunjung usai di setiap tahunnya.

Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib untuk ditunaikan oleh setiap muslim apabila mampu berdasarkan firman Allah dalam QS. Ali ‘Imran : 97.

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ۝٩٧

Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.

Maka, demi terlaksananya kewajiban tersebut, tidak boleh untuk menyulitkan umat muslim yang hendak pergi berhaji. Justru sebaliknya, otoritas pemerintah sebagai pengurus rakyat wajib untuk memudahkan umat yang mampu secara finansial dan fisik untuk segera menunaikan kewajiban berhaji.

Sayangnya, berbagai macam polemik penyelenggaraan terus muncul setiap tahun, termasuk kewajiban untuk mengurus persyaratan visa haji, yang mana tanpa menggunakan visa haji, umat muslim dilarang untuk melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Padahal syarat wajibnya haji sesuai syari’at Islam bukan terletak pada ada atau tidaknya visa, namun ia merupakan seorang muslim yang berakal, baligh, merdeka, juga mampu secara fisik dan finansial.

Adanya kewajiban pembuatan visa sebagai syarat untuk pergi haji hari ini disebabkan adanya sekat negara bangsa atau nasionalisme yang membuat negeri-negeri muslim menjadi negara yang terpisah-pisah. Dampak dari sekat negara bangsa (nation-state) yaitu wajibnya pembuatan visa untuk mereka yang ingin berhaji. Tidak hanya itu, cepat atau lamanya antrian haji juga berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, serta fasilitas yang diberikan oleh masing-masing negara. Semua ini karena negeri-negeri muslim terpisah oleh garis khayal nasionalisme dan bendera-bendera yang berbeda.

Terpecahnya kaum muslimin hari ini juga disebabkan nation-state tersebut, padahal Allah jelas berfirman dalam QS. Al-Anfal : 46.

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ ۝٤٦

Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kalian berpecah-belah yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

Apa yang dialami umat muslim yang ingin beribadah haji hari ini tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan kondisi di mana kekhilafahan Islam masih tegak 13 abad lamanya, sejak 622M-1924M. Di dalam negara Khilafah, umat muslim tidak perlu repot untuk mengurus visa haji, bahkan calon haji yang akan berangkat tidak akan memiliki kekhawatiran jikalau visa haji ditolak atau tidak diterbitkan. Ini dikarenakan negeri-negeri kaum muslimin berada dalam satu wilayah kekhilafahan, sehingga tidak dibutuhkan visa untuk pergi berhaji. Umat Islam akan bebas keluar-masuk Mekkah dan Madinah tanpa harus memiliki visa.

Khalifah, pemimpin negara Khilafah, juga akan mengatur urusan umat yang ingin berhaji dengan sebaik-baiknya, karena tugas Khalifah dalam negara Khilafah yaitu memastikan umat Islam menjalankan syari’at Islam dengan sempurna, termasuk berhaji.

Khilafah akan berfokus untuk membangun sarana yang memudahkan umat untuk melaksanakan haji. Pada masa Khilafah Abbasiyah, tepatnya kepemimpinan Khalifah Al-Mahdi, ayah dari Harun Al-Rasyid, pernah membangun jalan sepanjang 900 mil yang terbentang dari Irak hingga Mekkah dan Madinah, yang mana jalan tersebut masih ada hingga kini. Di sepanjang jalan ini, terdapat beberapa tempat istirahat bagi calon jamaah haji saat itu.

Di masa Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Sultan Abdul Hamid II membangun transportasi massal yang disebut sebagai Hijaz Railway untuk mengangkut jamaah haji dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah dan Mekkah. Setelahnya kapal uap juga mulai digunakan untuk memudahkan umat muslim yang pergi berhaji melalui laut. Semua itu dilakukan semata-mata untuk memudahkan kaum muslimin dalam memenuhi panggilan Allah. Masyarakat dalam Khilafah juga tidak repot-repot mengantri dan mengurus visa haji, karena mereka dalam satu-kesatuan wilayah kekhilafahan Islam dan bisa bebas untuk berpergian ke Tanah Suci.

Oleh karena itu, di tengah polemik pengurusan visa haji dan syarat untuk memiliki visa haji untuk bisa melaksanakan rukun Islam kelima, persatuan umat dibutuhkan untuk menembus batas nasionalisme dengan terwujudnya Khilafah Islamiyyah. Kaum muslimin akan terjamin untuk bisa melaksanakan ibadah haji selama ia telah memenuhi syarat-syarat berdasarkan syari’at Islam, bukan aturan manusia. Tidak akan ada istilah jamaah haji legal atau illegal hanya berdasarkan jenis visa, karena umat muslim yang ada di dalam Khilafah akan dipastikan dapat menjalani ibadah haji dengan aman, tenang, dan damai.

Referensi:

Kontributor. (2025). Gunakan visa kerja untuk berhaji, 117 WNI ditangkal masuk dan dipulangkan dari Arab Saudi. https://kemenag.go.id/internasional/gunakan-visa-kerja-untuk-berhaji-117-wni-ditangkal-masuk-dan-dipulangkan-dari-arab-saudi-teZ7J

Nursalikah, A. (2025). Haji gagal karena visa dibatalkan sepihak, heri pulang hanya pakai ihram.https://khazanah.republika.co.id/berita/sx7ym6366/haji-gagal-karena-visa-dibatalkan-sepihak-heri-pulang-hanya-pakai-ihram-part2

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image