Menyikapi Kenaikan Harga Barang-Barang Kebutuhan Pokok
Agama | 2022-03-07 07:17:35Dalam hal kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, pada masa-masa dakwah Rasulullah saw, sekelompok orang di Madinah datang menghadap Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, harga barang-barang kebutuhan melonjak tingi, tentukanlah harga bagi kami!”
Menanggapi permintaan orang-orang tersebut, kemudian Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allahlah penentu harga, Dialah yang menahan, melepas, dan pemberi rezeki. Dan aku berharap ketika kelak menemui Allah, tiada seorangpun yang menuntutku karena kasus penganiayaan terhadap darah (hak azasi manusia) maupun harta benda.” (H. R. Imam yang Lima kecuali Nasa'i, Sunan Abu Daud, Kitabul Buyu’ hadist nomor 3450 - 3451, Sunan At-Tirmidzy, Abwabul Buyu’ hadits nomor 1314, Subulus Salam Juz III, Kitabul Buyu’ hadits nomor 32).
Imam As-Syaukani yang memberikan komentar terhadap hadits tersebut mengatakan, Rasulullah saw menolak menurunkan harga dengan alasan, ia tidak mau menzalimi para penjual yang terpaksa menaikkan harga karena terjadinya krisis persediaan bahan-bahan kebutuhan pokok. Jika harga diturunkan secara paksa oleh Rasulullah saw, di satu sisi akan menguntungkan para pembeli, namun di sisi lain akan merugikan para penjual yang telah membeli barang dengan harga yang mahal.
Sepertinya halnya pada masa Rasulullah saw, sudah beberapa pekan ini masyarakat dihebohkan dengan kenaikan harga harga barang-barang kebutuhan pokok. Akibat dari kenaikan harga-harga ini, berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, bahkan kemungkinan besar dapat bepengaruh pula terhadap kondisi politik di negeri ini.
Pandemi Covid-19 dituduh menjadi penyebab segalanya. Virus penyakit mematikan ini menjadi sang tertuduh utama berubahnya berbagai aspek kehidupan. Kehidupan sosial, ekonomi, dan politik berubah drastis karena kehadirannya.
Kini harga-harga kebutuhan pokok mulai merangkak naik. Sebenarnya bukan saja karena adanya pandemi Covid-19, tapi sudah menjadi tradisi menjelang bulan suci Ramadan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tradisi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok selalu terjadi. Pada tahun ini diawali dengan kelangkaan minyak goreng, nanti menjelang idul fitri biasanya terjadi kelangkaan gas LPG terutama yang berukuran 3 kg.
Untuk kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok kali ini, kantor staf kepresidenan dengan cepat menanggapinya. “Harga Barang Naik, Kantor Staf Presiden Minta Masyarakat Kurangi Produk Impor” (Republika.co.id., Ahad 06 Maret 2022, 13:18 WIB).
Kantor staf kepresidenan menyatakan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok kali ini selain disebabkan ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan dan ditambah munculnya konflik Rusia-Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.
Di sisi konsumsi, masih ada ketergantungan terhadap barang-barang impor, seperti elpiji, kedelai, dan gandum yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga. Kantor staf kepresidenan mengimbau agar masyarakat ikut andil dalam pengurangan konsumsi barang-barang kebutuhan impor, seperti gandum yang menjadi bahan baku roti dan mie. Ia menilai, sudah saatnya masyarakat bergeser ke produk karbohidrat lain, yang merupakan produk dalam negeri.
Himbauan tersebut kayaknya lebih cocok untuk masyarakat kaum elit, sebab kalau masyarakat kaum alit sudah terbiasa dengan hidup apa adanya, mendapatkan makanan untuk sehari-hari saja sudah beruntung. Apalagi pada masa-masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, masyarakat kaum alit sudah terbiasa menderita, jangankan mampu untuk mendapatkan makanan seperti yang dikonsumsi kaum elit, untuk mendapatkan seliter minyak goreng pun harus antri berjam-jam lamanya.
Dalam menyikapi kenaikan harga barang-barang, terdapat tiga pihak yang berperan yakni pemerintah, para pedagang, dan para pembeli. Pihak pemerintah harus benar-benar aktif dalam menentukan kebijakan harga-harga kebutuhan pokok. Pemerintah harus berani menindak oknum-oknum yang mempermainkan harga-harga barang kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, para pedagang pun harus benar-benar jujur dalam melakukan transaksi perdagangannya, tidak hanya mencari keuntungan semata, namun perdagangan yang dilakukannya harus benar-benar diniatkan untuk melaksanakan sebagian dari perintah Allah Swt. Sebab dalam ajaran Islam, perdagangan yang dilakukan dengan jujur merupakan bagian dari ibadah yang berpahala besar.
“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para nabi dan orang-orang yang jujur (di surga)” (H. R. Bukhari dan Muslim).
Sebaliknya seorang pedagang yang tidak jujur, meskipun memperoleh keuntungan besar, kelak akan mendatangkan malapetaka. Diantara ketidakjujuran dalam berdagang adalah melakukan penimbunan barang dengan tujuan agar harga barang menjadi naik dan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
“Tidak ada yang menimbun barang, kecuali ia menjadi orang yang berdosa” (H. R. Muslim).
Dalam hadits lainnya dikatakan, “Barangsiapa yang mempermainkan harga-harga kebutuhan kaum muslimin sehingga menjadi mahal, maka sesungguhnya Allah yang Mahaberkah dan Mahatinggi berhak menempatkan orang tersebut di neraka, kelak pada hari kiyamah.”
Selain pihak pemerintah dan para pedagang, para pembeli pun harus sabar ketika menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok. Salah satu bentuk kesabaran dalam menghadapi kenaikan harga barang adalah mampu mengekang keinginan, tidak boros, dan tidak berputus asa.
Sangatlah arif jika kita berupaya mengambil hikmah dari kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu hikmah yang dapat kita ambil adalah kita harus berupaya memperbaiki segala kekurangan dan kesalahan yang telah kita lakukan. Semua pihak harus terus berupaya memperbaiki diri dalam segala bidang, baik dalam bidang sosial, politik, maupun ekonomi.
Dalam bidang sosial-politik, misalnya pemerintah harus berupaya keras melenyapkan segala bentuk tindak korupsi dan kolusi yang merupakan salah satu penyebab melonjaknya harga kebutuhan pokok.
Seperti dikatakan Sayyid Qutub, “Tiada jasad yang dialiri risywah (kolusi, korupsi), kecuali akan bobrok. Tiada suatu aktifitas yang diwarnai dengan korupsi dan kolusi, kecuali akan kacau-balau. Tiada suatu sistem perundang-undangan atau peraturan yang dihiasai praktik-praktik kolusi dan korupsi, kecuali akan terkoyak. Jalan terang menjadi gelap, kebatilan semakin dijunjung tinggi, dan kebenaran semakin terpuruk. Baik menjadi buruk dan buruk menjadi baik. Uang haram lezat dan mudah didapat. Yang jujur semakin tergusur dan terkubur, sementara yang licik melejit bahkan menjadi orang elit. Mental khianat, gila harta, dan jabatan, menggeser orang-orang takwa yang ikhlas dan jujur. Mulut-mulut kritis dan vokal disumpal bisu dengan lembaran uang. Hati yang suci dihinakan. Takkan ada masyarakat yang paling buruk di muka bumi ini, kecuali masyarakat yang mengonsumsi harta haram dan hasil jerih payah orang lain.” (Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur’an Juz II : 89).
Dalam bidang ekonomi, semua pihak harus berupaya keras memperbaiki dalam hal cara mencari rezekinya, baik dalam bidang perdagangan maupun dalam bidang lainnya. Segala pekerjaan yang bertujuan untuk mencari rezeki selayaknya dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya.
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah cara-cara dalam mencari harta. Sesungguhnya seseorang tidak akan mati sebelum rezekinya terpenuhi, kendati rezeki itu datangnya terlambat. Takutlah kepada Allah dan perbaikilah cara-cara mencari rezeki (harta). Ambillah rezeki yang halal, dan tinggalkanlah harta haram.” (H.R. Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah). ***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.