Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mr Jadid

Karakter dan Moral Generasi Milenial dipertaruhkan

Eduaksi | Sunday, 06 Mar 2022, 07:22 WIB
Babe jamal foto.com

Oleh. NURJADID, M.Si

Tata krama, nilai -nilai sopan santun baik dalam bermedsos maupun secara langsung berujar dan berperilaku dimasyarakat saat ini sangat memprihatinkan, terbukti beberapa fenomena dapat dilihat dari berbagai media, seperti pelanggaran yang dilakukan, baik dari akar rumput sampai elit. Indonesia menduduki peringkat buruk bermedsos, khususnya di Asia Tenggara, indeksnya mencapai menjadi 76 poin, dimana stressornya banyak disebabkan oleh orang dewasa milenial (Rustika, 2021),

Hoax atau berita bohong berkisar 800.000 situs, Hate speech atau ujaran kebencian 6000 situs, penipuan 192.000 secara online, deskriminasi terhadap suatu kelompok 83,1 % terbukti dengan responden yang mengaku lebih senang dan nyaman hidup dengan etnis yang sama, dengan demikin masih cukup tinggi tingkat segregasi sosial, moderasi hanya berkisar wacana belum pada level implementasi yang tingkat probibilitasnya tinggi tentang diskriminasinya di masyarakat (John G plate,2021). Secara massive terjadi diera milenial ini, dan tentunya prosentasinya dilakukan oleh generasi milenial ini, kelebihannya berfikir secara global adalah merupakan ciri khas generasi milenial, yang juga ditandai dengan sebuah era generasi yang lahir pasca tahun 1980an.

Namun fakta mimpi buruk yang sedang terjadi di era meilenial ini merupakan asset bagi negara-negara asing maupun pihak-pihak yang serupa untuk memporak - porandakan persepsi generasi diera milenial ini. Diantaranya yang baru ramai dan hangat diperbincangkan, yakni persepsi tentang wayang, penulis tidak fokus pada halal-haramnya namun lebih pada prediksi pemikiran asing, dimana rencana strategi rekayasa, bagaimana supaya hasil karya budaya bangsa ini dapat di ambil alih dan diklaim sebagai budaya asing negara lain tersebut.

Caranya bagaimana ?

Penulis menganalisa pemikiran negara-negara lain, berdasarkan psiko lintas budaya dan pakta-pakta dilapangan, dimana seperti apa masyarakat Indonesia itu, khususnya generasi milenialnya, baik kelebihan dan kekurangannya, proyek warisan kolonial penjajahan devide at impera (adu domba) nyatanya masih berlaku, dimana masyarakat ini lebih cenderung heboh dengan memanfaatkan media sosial, cenderung instan, sehingga mudah disulut dengan sedikit stimulus, bagaikan kayu kering yang di siram bensin, yang hanya satu kali percikan api saja langsung terbakar, begitu pula dengan isu-isu sensitive yang level lokal dimanfaatkan asing menjadi global, dibesar-besarkan, digiring opininya supaya budaya wayang pudar dan hilang dari peredaran negeri tercinta ini, yang tujuannya nanti, asing mengkaim bahwa itu merupakan hasil karya, budi daya negaranya, dan para dalang akan di iming -imingi dengan tanggapan wayang yang nilainya lebih besar ,dengan kata lain dalang akan ditanggap, dibooking, dan dibayar lebih besar dari pada tanggapan yang ada di Indonesia, karena pihak asing sudah lama mencium aroma hal-hal brilian, ilmuan, dan lain-lain, di Indonesia dihargai murah, diantaranya nanggap wayang. walaupun sudah terang -terang UNESCO mengakui bahwa wayang merupakan kekayaan budaya asli Indonesia,

Upaya -upaya pengaburan dan pengeklaiman asing lainnya seperti; Batik yang merupakan warisan budaya bangsa Indonesia ,Sasando yang merupakan hasil budaya asli masyarakat NTT yang akan direbut oleh negara asing dengan cara mendaftarkan di World Intellectual Property Organization atau WIPO di Jenewa Swiss. Karya -karya anak bangsa lainnya yang terancam dirampok negara lain; Angklung, rendang, Naskah Kuno dari Riau, Naskah-naskah Kuno dari Sumatera Barat , Sulawesi Selatan , dari Sulawesi Tenggara, begitu juga dengan Lagu-lagu Rasa Sayang Sayange, Tari Reog Ponorogo, Soleram, Injit-injit Semut dari Jambi, Alat Musik Gamelan, Tari Kuda Lumping, Piring, Lagu Kakak Tua,. Lagu Anak Kambing Saya, Tari Pendet dan masih banyak lagi lainnya.

Solusi Jangka Panjang

Perubahan bukanlah hal instan, namun dari lahir secara kontinyu, menurut pemikiran psikolog legendaris Sigmund Freud ada dampak buruk pada masa oral yang bermasalah tidak terpenuhi terhadap perilaku berujar dimasa yang akan datang. Ketidakpuasan pada masa oral dapat menimbulkan gejala regresi (kemunduran) dan gejala perasaan iri hati (cemburu) serta akan berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak. Kepuasan yang berlebihan pada fase oral juga membentuk oral incorporation personality pada masa dewasa (Yuanita W, 2016), sehingga para orang tua sedini mungkin memperhatikan dan menerapkan basis asupan gizi dan asupan spiritual maupun mental, menanamkan secara terus -menerus nilai-niai kesopan santunan, membangun karakter baik guna menghadapi masa yang akan datang.

Solusi Jangka Pendek dan Menengah

Bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebaiknya merancang Indonesia Golden Bridge, yakni pembangunan Pendidikan unggul yang berbasis kecerdasan moral dan berkarakter, kemudian ciptakan Perpres maupun Perda tentang berhenti korupsi, yang sampai saast ini terdapat 1.194 kasus korupsi oleh KPK. Tanamkan kecintaannya terhadap tanah air beserta isinya (pol-ek-sos-bud-han-kam-ra-ta) untuk kelak generasi, maupun pemerintahan mendatang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image