Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image padma malikahani

Child of Kamiari Month: Sebuah Perjalanan Menemukan Jati Diri

Info Terkini | Saturday, 05 Mar 2022, 20:04 WIB

Kanna Hayama, merupakan seorang anak kelas 6 SD yang gemar berlari. Ia telahir pada bulan Kanna atau biasa disebut juga dengan bulan Kamiari di wilayah Shimane. Yang menurut legenda Izumo, para dewa Yaoyorozu berkupul di kuil Izumo Taisha dan mengadakan perkumpulan perjodohan yang disebut Kamihakari. Dan sekarang ini bisa disebut konferensi tingkat tinggi suci, kamihakari diadakan pada bulan kesepuluh dari kalender lunar kuno, kebanyakan tempat di Jepang kehilangan dewanya pada bulan itu.

Kanna baru saja kehilangan ibunya yang bernama Yayoi sekitar satu bulan yang lalu. Kebiasaan Kanna adalah berlari bersama ibunya, dan ingin menjadi pelari hebat seperti sang ibu. hal ini sempat memicu keraguannya, apakah ia cukup tangguh untuk mengikuti kompetisi marathon sekolah di tahun ini. kehilangaan sesosok figur ibu merupakan perasaan yang sangat menyakitkan bagi Kanna.

Ibu kanna meninggalkan sebuah gelang dengan liontin hijau atau disebut juga dengan amulet. Atas dasar kerinduannya terhadap sang ibu, Kanna mengenakan gelang yang sebelumnya ia simpan di dalam sakunya sejak sehari sebelum marathon sekolah, seketika waktu membeku dan ia berhadapan dengan seekor makhluk asing serta seorang iblis yang memakinya untuk melepaskan gelang tersebut. Sejak saat itu, Kanna mengetahui bahwa ibunya adalah keturunan Idaten-shin, atau dewi lari dan merupakan keturunan dewa.

Kanna menyadari, jika amulet tersebut digunakan oleh seorang keturunan Idaten maka aliran waktu di sekitar mereka menjadi pelan. Amulet tersebut memberikan kekuatan istimewa kepada idaten, yaitu untuk berlari dengan cepat hingga mengubah ruang waktu dan manusia biasa tidak akan menyadari keberadaan mereka.

Kanna senang merawat kelinci di sekolah, ia bercerita, mengaduh dan berkeluh kesah kepadanya. Terutama pada seekor kelinci putih yang ia beri nama Shiro. akibat mamakai gelang Amulet, ia terkejut karena Shiro dapat berbicara dan ternyata ia merupakan utusan seorang dewa. Sebagai calon pewaris Idaten, Kanna diharuskan untuk menjalankan sebuah misi mulia. Tugas idaten adalah mengumpulkan panen musim gugur dari semua daerah yang disebut mengumpulkan chiso atau jamuan, dan membawanya kepada para dewa yang berkumpul di Izumo. Konon pada saat mereka pergi dan para dewa pengurus yang berjaga untuk memastikan tak terjadi bencana. Mereka disebut dewa Rusu, yang akan berkeliling mengumpulkan makanan dari semua dewa dan utusan tersebut, dan membawanya kepada dewa Yaoyorozu yang berkumpul di Izumo. Kanna merupakan petunjuk waktu bagi marathon.

Di samping itu, Yasha yang merupakan keturunan klan iblis menyimpan dendam kepada Idaten selama bergenerasi. Mulanya Yasha merupakan seorang licik yang ingin mencuri posisi klan Idaten sebagai pewaris tahta. Yasha menantang Kanna untuk beradu lari, setelah menyadari bahwa Kanna merupakan seorang tangguh, ia memutuskan untuk ikut memandu perjalanan Kanna menuju kuil Izumu. Yasha sudah mengenal lama ibu Kanna, dan ia rasa mereka memiliki kesamaan yaitu, keinginan untuk menang dan tidak bisa menyerah. Pada akhirnya, Yasha hanya mencari alasan apapun untuk ikut berlari bersama Kanna.

Selama melalui perjalanannya, Kanna sempat ragu seraya mengatakan “apakah aku akan berhenti untuk berlari?”. Sedang ia sudah berjuang hingga usai melalui kuil terakhir, perkara seperti ini kerap kali terjadi di kalangan manusia yang lengah, naluri manusia kerap kali membolak balikkan hati. Mereka kerap dilanda rasa egoisme dan menyalahkan diri sendiri.

Di penghujung perjalanannya, Kanna diterpa masalah serius yaitu kehadirah roh peniru dewa. Sesuai dengan beragam tragedi yang lahir pada masa kini dan keinginan untuk menjadi dewa. Dewa terlahir dari hubungan antara manusia, alam dan interaksi antar manusia. Tapi dewasa ini semua itu telah menipis, manusia kerap kali terobesi rasa iri, dengki dan menjauhkan diri dari orang lain. Keletihan, ketidaksejajaran, pengabaian, dan perasaan keji menarik mereka hingga akhirnya mereka berusaha menjadi dewa bencana baru dan modern, mereka adalah makhluk tanpa keyakinan. Selama manusia memiliki perasaan yang sama, roh peniru dewa akan terus terlahir dan ber regenerasi, ia masuk kedalam ruang hampa yang ada di setiap hari, dan pada suatu saat menyeret mereka kedalamnya.

Pada akhirnya, mereka yang berani bertaruh pada dirinya masing-masinglah yang pantas untuk mensyukuri takdir tuhan. Kanna terlahir untuk berlari dan ia meyakini apa yang ia suka. Jika kita tidak memiliki tenaga untuk mengubah waktu maka bertaruhlah pada diri sendiri.

Gerimis saat cerah, tampak seperti seperti saat tertawa sambil menangis. Child of Kamiari Month, merupakan kisah menarik yang menggambarkan dilema manusia modern ini. Kehilangan adalah perihal hati yang gundah dan terkurung dalam ruang hampa. Namun, sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang harus beradaptasi seiring perubahan zaman, menghapus pelik lagi derita yang menyelami diri. Bagi siapapun yang terus berlarut-larut dalam nasib dan enggan untuk mengubah diri maka akan hanyut dalam arus globalisasi yang marak lagi merundung deritanya. Dan bagi mereka yang berhasil menghapus derai kesedihan dan bangkit dari masa lalunya, akan menjemput mimpi dan masa depan yang membendung dalam alur fikirnya.

Kisah ini menjadi menarik dengan adanya racikan bumbu klasik teologis dalam kisah para dewa, yang dipadukan dengan maraknya fenomena ideologi yang membabi buta dewasa ini, terutama merebaknya ironi individualisme seiring berkembangnya arus globalisasi di muka bumi. Hal ini kerap menyadarkan manusia bahwa, sejauh apapun kita melangkah maju dan sehebat apapun teknologi mampu mendominasi kehidupan manusia. Tetap percayalah pada diri sendiri, dan kembalikan setiap perkara kehidupanmu pada yang maha kuasa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image