Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Giyoto

Petualangan Ulil

Guru Menulis | Thursday, 03 Mar 2022, 14:41 WIB

oleh : Giyoto

Setiap musim hujan tiba tanaman ketepeng di sekitar Embung Nglanggeran daunnya selalu gundul bukan karena berguguran. Daun-daun ketepeng menjadi santapan lezat bagi Ulil dan teman-temannya. Ulil adalah seekor ulat bulu pirang yang selalu memakan daun-daun ketepeng muda. Kesukaan memakan daun ketepeng muda mengakibatkan pohon ketepeng nyaris berdiri tanpa daun. Daun ketepeng dimakan sampai habis tinggal tulang-tulang daunnya. Ulil tinggal bersama kawanan ulat bulu lainnya. Bulu pirang Ulil lebih mirip bulu kucing persia. Selain tebal dan berwarna pirang, bulu Ulil terjurai panjang menutupi seluruh tubuhnya.

"Hai Ulil, selamat pagi!" , sapa Odet. Odet adalah ulat bulu berwarna hitam yang tinggal tidak jauh dari sarang Ulil.

Ulil menjawab, "Pagi juga Odet. Yuk, kita mencari sarapan di atas sana!"

Ulil dan teman-temannya akan mencari makan pagi-pagi sebelum matahari meninggi. Jika matahari sudah tinggi, udara di atas sangat panas. Tidak nyaman kalau mencari makan dalam panas terik matahari.

Iput berteriak dari balik daun, "Tunggu Aku, ya!"

"Baiklah Iput, kami tunggu Kamu di atas daun secabang dengan mu." , jawab Odet.

Ulat-ulat mungil itu pun perlahan merayap menuju bagian atas pohon yang banyak daun mudanya. Ulat muda mempunyai nafsu makan yang tinggi agar tubuhnya cepat besar untuk mempersiapkan diri mereka menjadi kepompong. Kalian tahu kepompong? Yup, kepompong merupakan satu tahapan atau fase metamorfosis pada kupu-kupu. Suatu saat nanti, Ulil dan teman-temannya akan mengalami masa fase kepompong juga. Fase kepompong dilalui oleh ulat sebelum menjadi kupu-kupu.

"Odet, kenapa bulu banyak yang rontok?" , tanya Iput sambil merayap di belakang Odet.

"Apakah Kamu tidak tahu, Put?, " tanya Ulil.

Ulil menjelaskan, "Kemarin Odet berkelahi dengan Jeri saat sedang mencari makan di atas sana."

"Sudahlah, aku malas membahasnya!" , ucap Odet. Ia masih sangat dongkol dengan kejadian kemarin. Jelas-jelas ia duluan yang sampai pada cabang berdaun muda itu, tetapi malah diusir Jeri dengan kasar. Bahkan Jeri dengan teman-temannya menyerang Odet hingga jatuh ke bawah pohon. Ulil dan teman-temannya bergegas menuju atap pohon.

"Hore, beruntung kita hari ini!" , teriak Iput saat menjumpai daun-daun muda yang berjajar di cabang sisi timur.

"Ayo, Kita segera ke sana!" , ajak Ulil. Mereka bertiga bergegas menuju ranting pohon dengan daun muda segar. Hangatnya mentari pagi menambah keseruan pagi itu. Mereka makan dengan lahapnya. Setelah kenyang mereka beristirahat di balik daun menghindari sinar mentari yang mulai terik menyentuh kulit. Mereka akan kembali makan pada sore hingga malam tiba. Pada malam hari mereka beristirahat di dahan ataupun daun tua di pohon bagian bawah.

"Yuk, Kita turun, hari sudah mulai gelap.!" , ajak Ulil kepada teman-temannya. Ulil dan teman-temannya tidak seperti ulat kebanyakan yang siang malam makan dedaunan.

Odet menjawab, "Ok. Kita turun sekarang!" Persahabatan tiga sekawan itu tampak kompak. Mereka menuruni ranting dan cabang pohon ketepeng dengan hati-hati. Mereka mencari daun yang lebih besar di dahan bagian bawah. Angin di bagian bawah pohon tidak sekencang di bagian atas pohon.Waktu malam mereka gunakan untuk beristirahat. Tak jarang mereka berlindung dalam satu daun. Saat hujan dan panas menerpa kadang mereka berbagi daun untuk berlindung.

Malam perlahan beranjak pagi. Sejuknya udara pagi Gunung Nglanggeran menjadi saksi geliat kehidupan aneka makhluk hari itu. Gunung yang selalu diselimuti kabut saat pagi itu menjadi tempat berbagai hewan beraktivitas.

"Ulil, Odet, ayo bangun! kita segera naik." , ajak Iput bergegas. Odet dan Ulil.

Ulil segera menyahut, "OK. Siap! Yuk, Kita sudah kesiangan ini!"

Mereka merayap naik dengan cepat seolah berlomba menuju pucuk daun yang mereka lihat kemarin sore. Puncak pohon lumayan tinggi. Mereka bersusah payah menuju puncak, karena semakin tinggi pohon tiupan angin di atas juga lebih kencang. Ulat-ulat yang lain pun sibuk menuju puncak mencari daun-daun muda dan segar. Pagi yang sangat cerah, mentari dengan setia menyinari bumi. Sepanjang pendakian, mereka bertemu dengan ulat-ulat lainnya.

"Tunggu Aku, teman!" , teriak Iput tertinggal beberapa jengkal.

Ulil menyahut, "Ayo Put, buru-buru naik, ntar ada yang nyerobot tempat kita!"

Tanpa menghiraukan Iput yang mulai kelelahan, Ulil dan Odet bergegas menuju ranting pohon di puncak yang banyak daun segarnya.

Ulil dan Odet terkejut, ketika hendak sampai puncak. Secara tiba-tiba rombongan Jeri menyerobot dengan kasar.

"Pergi Kau, tempat ini milik Kami!" , bentak Jeri.

Odet balas membentak, "Kau yang harus pergi!"

"Tempat ini sudah kami temukan sejak kemarin." , lanjut Odet.

"Rupanya kalian mau ngajak ribut, ya?" tanya salah satu teman Jeri.

Ulil menyela, "Sudahlah Odet, yuk kita cari tempat lain!"

Ulil sangat paham dengan watak Jeri, ulat bulu hitam itu tidak mau mengalah dan cenderung serakah. Tak segan melukai bahkan membunuh temannya jika sudah punya keinginan. Odet hampir terbunuh saat berkelahi dengan Jeri.

Kali ini Odet mengikuti ajakan Ulil. Mereka merayap menuju ranting pohon lainnya.

"Wow, pemandangan di sini indah sekali. Kita bisa melihat gunung dan hamparan hutan di bawah sana!" , pekik Iput setelah sampai di salah satu puncak pohon ketepeng itu.

"Syukurlah, daun-daun muda di sini juga lebih banyak." , ucap Ulil.

Di tengah keasyikan mereka makan, tiba-tiba Jeri dan kawan-kawannya datang dan langsung mengusir mereka bertiga. Kali ini Ulil dan teman-temannya sudah hilang kesabarannya. Tindakan Jeri sungguh di luar batas. Mereka semena-mena dan selalu berbuat onar.

"Jeri, kali ini Kami tidak akan pergi!" , teriak Ulil.

Jeri menyalak, "Apa Kau bilang?"

"Kau mencari mati rupanya!" , bentak Jeri.

"Tidak Kawan, Kami memperjuangkan hak kami." , jawab Ulil tenang.

"Selama ini Kami sudah mengalah kepada Kamu." , teriak Odet.

"Jika Kamu tetap mengusir Kami, Kami akan lawan!", sergah Iput.

Jeri semakin marah dan berkata, "Punya nyali juga rupanya!"

"Kalau begitu lawan Aku!" , teriak Jeri.

Kedua kelompok yang tidak seimbang itu pun akhirnya terlibat perdebatan hebat dan berkelahi. Perkelahian mereka sangat seru. Ulil dan teman-temannya merasa terdesak. Namun, mereka tetap memberikan perlawanan. Hingga pada akhirnya pertikaian itu berhenti karena sesuatu telah terjadi. Mereka diam terpaku. Keributan mereka di puncak pohon ternyata mengundang perhatian seekor burung cendet. Dari kejauhan burung tersebut mengamati gerak-gerik ulat yang sedang bergumul itu. Terang saja, salah satu ulat yang bergumul disambarnya untuk menjadi santapan siang. Malang memang tidak bisa diminta, untung pun juga tak bisa diduga. Jeri tertangkap burung cendet dan dibawa terbang menjauh. Teman-teman Jeri ternyata ciut nyali juga. Ibarat ayam kehilangan induknya, mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri.

Ulil dan teman-temannya bernapas lega. Melanjutkan makan daun muda hingga sore hari tanpa ada gangguan dari siapapun. Setiap hari mereka mencari daun muda untuk di makan. Hingga pada saatnya mereka kelak akan melanjutkan rangkaian perjalanan hidup ulat yaitu menjadi kepompong. Embung Nglanggeran menjadi saksi. SELESAI.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image