Diantara Hitam dan Putih
Sastra | 2024-11-28 22:10:48Pada sebuah kisah, hiduplah kedua makhluk dalam kehidupan dunia manusia. Keduanya memiliki ikatan paling melekat baik dalam jiwa maupun pikiran. Tidak ada yang dapat melampaui batas mereka. Karena keduanya, istimewa kecuali yang telah ditakdirkan.
Pada waktu petang, malam akan menjelang dengan gelapnya. Diambang pintu langit gunung Himalaya. Tampak, sesosok berjubah hitam sedang duduk terdiam di antara batu-batu hitam dengan dingin 180 derajat. Waktu itu, suhu di puncak sangat mengancam siapapun. Termasuk si sosok hitam itu. Matanya akan menghangatkan tajamnya suhu yang begitu ekstrim. Apabila ia berada di padang tandus, ia juga tak akan mampus. Sebab, Tuhan yang penyayang, telah menciptakannya dari api, agar terlindungi dari panasnya bumi.
Ah bukannya Tuhan itu begitu adil. Melihat keindahan ciptaan-Nya saja siapapun akan berpaling. Rela, mencari mati-mati untuk menikmati duniawi. Melawan segala petuah, dengan ambisi. Merasa, ini adalah jalan, meski dengan cara mencelakakan yang lain.
Di ujung, air terjun yang deras, disertai halaman hijau membentang luas. Bunga-bunga mekar tanpa memar. Akan engkau lihat sesosok putih bersih, sedang duduk di atas sajadah, memegang tasbih, menyebut-nyebut nama sang pencipta.
Bukankah Tuhan begitu maha kuasa, antara gelap dan cahaya, memiliki masing-masing kemilau meski berbeda sinar yang dipaparkan. Suatu ketika, sosok hitam yang sedang berjalan dengan kaki raksasanya, mendekati sosok putih di dalam gua air terjun indah itu.
"Salam kawan."
Sosok putihpun tersentak dari kekhusyukannya.
"Aku tak tahu, aku anggap apa engkau. Dan kujawab apa engkau." Jawab si sosok putih.
"Kau tahu, apa yang paling membahayakan di dunia ini?" Tanya Iblis kepada Nur.
"Apa maksudmu?"
"Bukankah, kau lebih tahu daripada aku?"
"Pengetahuanku tak cukup untuk membuktikan siapa paling berbahaya dalam hidup ini Iblis?" Nur menjawab sambil menyerbukkan sinarnya perlahan-lahan ke dinding gua.
"Hahahaha takkah kau merasa kalah, manusia-manusia itu telah lalai dengan segala ucapannya. Ia berbuat baik bukan untuk Tuhan, bershalawat bukan atas nabi, dan bersedekah bukan ikhlas. Mereka semua itu, butuh balasan. Balasan dengan diiringi ibadah-ibadah. Kata dengan bersedekah mendatangkan rezeki, kata bershalawat untuk selamat di Mahsyar, dan entahlah. Aku saja muak mendengarnya Nur."
"Wahai Iblis, engkau benar-benar pendusta, pengadu domba, dan tukang fitnah. Apa yang kau tahu tentang hati manusia? Apa yang engkau tahu tentang ketulusan manusia. Yang kutahu, kegelapan dihati atas godaanmu. Hanya saja mereka tak mampu membentengi segala kekacauan yang kau buat." Nur menjawab dengan nada pelan dan seketika kupu-kupu di taman samping air terjung berterbangan membentuk formasi melingkar.
"Hanya satu Iblis yang harus kau tahu. Keyakinan akan meluluhlantakkan segala tipuanmu. Dan mereka akan kembali pada kebenaran."
Sesungguhnya, takkan ada kata kegelapan, sebelum penerang tiba.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.