M.Rifkiii
Penembus Kemampuan
Sastra | 2024-11-29 08:27:25
Malam itu, hujan deras mengguyur kota dengan kerasnya, seolah ingin menghapus segala jejak di atas aspal yang dingin. Di sebuah kamar sempit yang hanya diterangi lampu kuning temaram, Raka duduk terdiam di depan komputer tuanya. Matanya tertuju pada layar, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Sudah seminggu ini ia gagal lagi dan lagi. Hasil kerja kerasnya menulis program untuk sebuah proyek besar selalu berakhir dengan satu kata mengerikan: Error. Proyek itu adalah harapan terakhirnya, satu-satunya peluang untuk keluar dari lubang keputusasaan yang semakin dalam. “Raka, kau harus berusaha lebih keras!” serunya pada dirinya sendiri. Tapi suara itu terdengar hampa, seperti gema di ruangan kosong. Raka bukan orang yang biasa menyerah, tapi batasnya hampir habis. Ia seorang programmer amatir yang bermimpi membuat teknologi yang akan mengubah hidup banyak orang, tetapi kali ini ia merasa ada dinding besar yang menghalanginya. Bukan hanya dinding dalam pikirannya, tapi juga dinding dunia yang tidak pernah memberi ruang bagi orang kecil sepertinya. Namun, malam itu semuanya berubah. Ketika Raka sedang melamun di depan layar, lampu kamarnya tiba-tiba berkedip-kedip. Suara gemuruh guntur di luar semakin keras, diikuti oleh kilatan petir yang menyilaukan. Ia mengira aliran listrik akan padam, tetapi anehnya, komputer miliknya tetap menyala, bahkan lebih terang dari sebelumnya. “Tunggu, apa ini?” gumamnya bingung. Layar komputer mulai menampilkan teks-teks aneh, huruf dan angka yang berputar seperti kode-kode rahasia. Raka memicingkan mata, mencoba memahami apa yang terjadi. Lalu, muncul sebuah pesan di layar: “Apakah Anda ingin membuka potensi sejati Anda?” Jari-jarinya gemetar. Ia mencoba mengetik sesuatu, tetapi keyboard tidak merespons. Komputer seolah-olah hidup sendiri. Pesan itu muncul lagi, kali ini lebih terang. “Ya atau Tidak?”“Ini lelucon apa lagi?” gumam Raka, bingung dan sedikit takut. Tetapi rasa penasarannya terlalu kuat. Tanpa pikir panjang, ia mengeklik tombol “Ya” dengan mouse. Komputernya mendadak bergetar. Cahaya dari layar semakin terang, menyilaukan seluruh ruangan. Sebelum ia sempat melindungi matanya, sebuah kilatan tajam melompat dari layar ke tubuhnya. Ia terjerembap ke lantai, tubuhnya terasa panas seperti tersengat listrik. Dalam hitungan detik, semuanya gelap. Ketika Raka membuka mata, ia tidak lagi berada di kamarnya. Ia berdiri di sebuah ruangan putih tanpa ujung. Tidak ada dinding, tidak ada lantai, tetapi ia tetap bisa berdiri dengan stabil. Di hadapannya muncul sosok lelaki berjas putih, wajahnya samar seperti kabut, tetapi suaranya terdengar jelas. “Raka. Kau telah membuka pintu yang tidak seharusnya.” “Apa ini? Siapa kau?” tanya Raka, suaranya bergetar antara takut dan marah. “Aku adalah *Penjaga Potensi*,” jawab sosok itu. “Kau telah memilih untuk menembus kemampuanmu, dan aku akan membantumu. Tapi ingat, semua kekuatan datang dengan harga yang harus dibayar.” Raka mengerutkan dahi. Ia tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi ia merasa tidak punya pilihan lain. “Jika kau benar-benar ingin melewati batas kemampuanmu, kau harus melewati tiga ujian,” lanjut sosok itu. “Ujian ini tidak hanya mengukur kemampuanmu, tetapi juga hatimu.” “Apa pun itu, aku akan melakukannya,” jawab Raka tegas. Sosok itu mengangguk. “Baiklah. Bersiaplah.” Ujian Pertama: KesabaranRaka tiba-tiba berada di sebuah ruangan sempit yang penuh dengan tombol dan layar. Di depan matanya, sebuah program besar berjalan dengan kode yang sangat kompleks. Di sudut layar, sebuah jam hitung mundur mulai bergerak: 24:00:00. “Perbaiki kode ini sebelum waktu habis,” suara sang Penjaga terdengar dari langit-langit. Raka menatap layar dengan panik. Kodenya panjang dan tidak masuk akal. Ia mulai mengetik, mencoba memecahkan bagian demi bagian. Tetapi setiap kali ia menyelesaikan satu masalah, dua masalah baru muncul. Waktu terus berjalan, dan rasa frustrasi mulai menguasainya. Ia ingin menyerah, tetapi suara kecil di dalam dirinya berbisik, “Kesabaran adalah kuncinya.” Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Perlahan-lahan, ia mulai menemukan pola. Ia berhenti panik dan mulai bekerja dengan tenang. Jam terus berdetak, tetapi akhirnya ia berhasil. Ketika hitungan mundur mencapai nol, layar menyala hijau dengan tulisan besar: BERHASIL.Ujian Kedua: KeberanianTiba-tiba, ruangan berubah. Raka kini berada di tengah hutan gelap. Di depannya ada sebuah jalan kecil yang berliku, dan di ujungnya berdiri sebuah pintu besar. “Kau harus mencapai pintu itu, tetapi ingat, jalan ini penuh bahaya,” suara sang Penjaga bergema lagi. Raka melangkah perlahan. Di kiri dan kanan, suara-suara aneh terdengar, seperti geraman binatang buas. Dalam beberapa langkah, seekor makhluk besar dengan mata merah muncul dari balik semak-semak. Ia seperti serigala, tetapi ukurannya jauh lebih besar. Makhluk itu menggeram, memperlihatkan taring tajamnya. Tubuh Raka gemetar, tetapi ia tahu bahwa berlari tidak akan membantu. Ia meraih sebatang kayu di dekat kakinya dan bersiap menghadapi makhluk itu. Ketika makhluk itu menyerang, Raka melompat ke samping dan menghantamnya dengan kayu. Serangan itu tidak cukup untuk melumpuhkannya, tetapi cukup untuk membuat makhluk itu mundur. Raka terus bergerak, melawan rasa takutnya dan akhirnya berhasil mencapai pintu besar. Ketika ia mendorong pintu itu, ia kembali ke ruangan putih. Ujian Ketiga: Keikhlasan Ujian terakhir tampak berbeda. Kali ini, Raka berdiri di hadapan komputer yang sangat mirip dengan miliknya. Di layar, muncul pesan: “Hapus semua datamu dan mulai dari awal.”Raka terkejut. Data yang ada di komputernya adalah hasil kerja keras bertahun-tahun, harapannya untuk masa depan. Jika ia menghapus semuanya, ia harus memulai dari nol. “Kenapa aku harus melakukan ini?” tanyanya dengan suara gemetar. “Karena ini adalah ujian keikhlasan,” jawab Penjaga. “Hanya mereka yang berani melepaskan yang lama yang bisa menerima yang baru.” Raka terdiam lama. Hatinya berperang. Ia tidak ingin kehilangan semua yang telah ia kerjakan, tetapi ia tahu bahwa jalan ini adalah tentang membuka potensi yang lebih besar. Dengan tangan gemetar, ia menekan tombol “Hapus.” Layar kembali terang, dan ia merasa tubuhnya melayang. Ketika ia membuka matanya lagi, ia kembali berada di kamarnya. Komputer di depannya tampak seperti biasa, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Raka merasa pikirannya lebih tajam, lebih fokus. Ia menatap layar, mencoba menulis ulang programnya yang sebelumnya selalu gagal. Dalam beberapa jam, ia berhasil menyelesaikannya tanpa satu pun kesalahan. Proyeknya tidak hanya selesai, tetapi menjadi lebih baik dari yang ia bayangkan. Malam itu, Raka menyadari bahwa batas sejati bukanlah kemampuan, melainkan keberanian untuk menembus keterbatasan diri sendiri. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar bebas.
-Tamat-
Ig:_mh4mmd.r1fki
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.