Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayu Mufidah KS

Dilema PTM dan PJJ, Jangan Lupakan Kaidah 'Dahulukan Menolak Mafsadat daripada Mengambil Manfaat'

Lomba | 2022-02-28 01:54:33
Foto: Edi Yusuf/Republika

Indonesia masih belum keluar dari pandemi Covid-19. Bukan hanya Indonesia, hampir semua negara lain di dunia juga mengalami hal yang sama, yakni berjuang menghentikan penyebaran virus corona. Hingga 26 Februari 2022, kasus konfirmasi Covid-19 di Tanah Air mencapai 5.504.418, berdasar data covid19.go.id.

Sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia dilaporkan pada Maret 2020, Pemerintah masih berupaya mengatasi pandemi ini. Sejumlah kebijakan telah dilakukan Pemerintah, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan dan kegiatan masyarakat untuk beradaptasi pada new normal. Dunia pendidikan juga terimbas atas melonjaknya berbagai kasus di Indonesia. Sebuah keputusan besar diambil Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI dengan mengatur Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Langkah ini ditempuh untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 tanpa sekolah tatap muka. Apalagi, siswa masuk dalam katagori rentan penyebaran virus corona. Dengan aturan tersebut, wali murid diberi tugas penting untuk mengawasi anak-anak mereka di luar sekolah.

Era new normal PJJ tidak sepenuhnya dapat diterima masyarakat, terutama para wali murid. Selain akses jaringan internet yang tidak merata di wilayah pedalaman, penggunaan ponsel Android juga menjadi masalah yang tak terhindarkan. Sebab, PJJ mengharuskan siswa untuk menggunakan ponsel pintar.

Meski perkembangan zaman telah berada pada era digitalisasi, nyatanya tidak banyak masyarakat Indonesia yang melek teknologi. Belum lagi keterbatasan ekonomi membuat sejumlah wali murid mengeluhkan PJJ. Bukan hanya harus mengeluarkan modal membeli ponsel Android, mereka juga harus menyokong kebutuhan pulsa untuk memastikan internet tetap berjalan dengan baik.

Keluhan tidak sampai di situ saja. Wali murid merasa PJJ tidak efektif bagi para siswa sekolah. Hal itu juga dibenarkan sejumlah guru sekolah yang mengeluhkan menurunnya motivasi siswa sejak PJJ berlangsung.

Dibalik berbagai keluhan yang muncul, PJJ nyatanya memberikan dampak positif. Kegiatan siswa di luar rumah mulai terkontrol. Hal ini pun berpengaruh langsung pada penurunan penyebaran Covid-19 di sekolah. Upaya pemerintah untuk mengontrol sebaran virus corona mulai terlihat.

Setahun penerapan PJJ, hampir seluruh daerah di Indonesia mulai menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah. Kebijakan pembukaan PTM disambut antusias para siswa yang mulai merindukan suasana kelas dan teman-teman sekolanya. Berangsur-angsur, kelas yang dulunya sepi, kini mulai terisi kembali.

Demi memastikan kasus Covid-19 terkendali dengan baik, para siswa diminta untuk menerapkan protokol kesehatan, dengan memakai masker hingga mencuci tangan saat berada di sekolah. Para siswa juga diajak untuk berpartisipasi dalam vaksinasi Covid-19 yang disiapkan pemerintah untuk pelajar.

Sayangnya, suasana PTM di sekolah yang nyaris memasuki 100 persen berpotensi kembali dihentikan. Ada sejumlah sekolah yang telah memutuskan untuk kembali menerapkan PJJ. Hal tersebut tidak lain disebabkan karena melonjaknya kasus Covid-19.

Sejak awal tahun 2022, Indonesia memasuki Covid-19 gelombang ketiga. Kasus Covid-19 varian Omicron dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Kasus pertama muncul setelah seorang petugas kebersihan RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, terdeteksi terinfeksi Omicron, berdasar laporan covid19.go.id, Selasa (21/12/2021). Belakangan diketahui bahwa kasus pertama diduga berasal dari WNI yang tiba dari Nigeria pada tanggal 27 November 2021 lalu.

Dilema kembali terjadi pada insan pendidikan. Di satu sisi, mereka ingin melangsungkan pembelajaran efektif dengan tatap muka di sekolah. Namun, di sisi lain, mereka juga berharap agar penyebaran Covid-19 dapat terkendali. Nasib PTM pun kembali tak menentu.

Apabila ingin meneruskan PTM di sekolah, ada risiko yang harus ditanggung para pihak terkait, mengingat penyebaran Covid-19 yang kini semakin meluas, Apalagi, varian Omicron diklaim menyebar lebih cepat dibanding varian Delta.

Salah satu hal tidak boleh dilupakan masyarakat adalah gejala yang muncul akibat Omicron. Sebagian besar pasien varian ini mengeluhkan gejala yang mirip seperti batuk dan pilek. Bahkan, ada pula yang tidak mendapat gejala apapun atau yang dikenal sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG).

Jika melihat dari urgenitas, PJJ menjadi langkah paling tepat yang dapat diambil. Jangan sampai mengejar maslahat lalu lupa menolak mafsadat. Apalagi yang berhubungan dengan keberlangsungan kehidupan anak bangsa, yang menjadi penerus negara ini.

Kegiatan PTM di sekolah diklaim dapat membantu siswa lebih memahami tentang pembelajaran dengan mudah. Interaksi antara siswa-guru atau siswa-siswa bisa terjalin dengan baik. Namun, potensi penyebaran Covid-19 lebih besar dibanding PJJ.

Tak selamanya langit mendung. Pasti ada waktu saat matahari menyinari bumi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyakini bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir. Namun, tidak seorang pun yang dapat memprediksi dengan tepat kapan waktu itu benar-benar terjadi.

Prediksi itu dibuat melihat sejumlah data kasus infeksi Covi-19 telah banyak berkurang, sedangkan rawat inap dan kematian menurun. Apalagi, vaksinasi yang menjadi program wajib Pemerintah Indonesia sejak 2021 diklaim telah membangun herd immunity masyarakat. Hal ini terlihat dari semakin menurunnya kasus bergejala berat dan peningkatan pasien gejala ringan atau OTG.

Hingga Sabtu (26/2/2022), angka sembuh mencapai 4.778.039 kasus, berdasar data covid19.go.id. Dengan melihat data yang ada, tidak menutup kemungkinan Covid-19 akan bernasib sama seperti pandemi-pandemi sebelumnya, contohnya flu babi yang disebabkan virus H1N1. H1N1 (Swine flu) pernah menjadi pandemi pada 2009. WHO lantas mengumumkan bahwa Pandemi Swine flu berakhir dan berstatus seasonal influenza, berdasarkan artikel who.int yang diterbitkan 10 Agustus 2010.

Keberhasilan Indonesia memerangi pandemi Covid-19 tidak bisa dilakukan oleh Pemerintah sendiri. Butuh dukungan masyarakat agar Tanah Air berhasil terbebas dari SARS-CoV-2 ini. Kesadaran disiplin protokol kesehatan menjadi hal yang dapat kita lakukan sebagai warga negara.

Perubahan dan gebrakan dapat dilakukan jika kerja sama Pemerintah dan warga negara dapat terjalin dengan baik. Jika penyebaran Covid-19 dapat ditekan, bukan tidak mungkin PTM kembali digelar. Sebab, ada tanggung jawab yang diemban tiap-tiap individu untuk keberlangsungan pendidikan generasi penerus bangsa ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image