Bekal Kematian dalam Perspektif Pendidikan Islam
Guru Menulis | 2022-02-24 12:37:02Kematian merupakan suatu hal yang pasti terjadi dalam diri setiap yang bernyawa, termasuk manusia. Namun kapan waktunya, dimana tempatnya, dan dalam kondisi yang bagaimana manusia tak ada yang tahu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. An Nisa’ ayat 78 yang artinya “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, “Ini dari engkau (Muham-mad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)”?. Sekalipun manusia berada dalam tembok dan bangunan yang sangat kokoh, lagi tertutup dan terkunci rapat apabila Allah SWT telah mentakdirkan manusia tersebut meninggal dunia, maka tiada daya upaya yang dapat menolaknya.
Dalam hadist Arbain Nawawi juga disebutkan ketika manusia berada dalam rahim ibunya selama 120 hari Allah SWT mengutus malaikat untuk mencatat 4 perkara bagi orang tersebut yakni rejeki, waktu kematian, amal perbuatan dan nasib syaqiyyun (celaka) au sa’idun (bahagia). Empat perkara ini bukan segalanya diatur Allah SWT yang sifatnya mutlaq (pasif). Namun sengaja dirahasiakan Allah SWT agar manusia tetap berusaha (aktif) semaksimal mungkin dengan tetap memohon pertolongan Nya. Begitupula dengan kematian seorang manusia. Tiada satupun orang yang mengetahui kapan ajalnya tiba, namun manusia memiliki peluang dan kesempatan untuk mempersiapkan bekal kematian sebelum ajal menjemputnya.
Hal ini ditegaskan dalam hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan “Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal yakni (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak shalih yang mendoakan-nya”.
Shadaqah merupakan suatu pemberian (materi dan atau immateri) dari seseorang ke orang lain li mardhatillah (mengharap ridha Allah) yang bersifat tajaddud (butuh pembaharuan) setiap saat. Shadaqah memiliki makna sangat luas yang tidak hanya berbentuk materi seperti uang dan barang. Namun perlindungan, rasa aman, curahan kasih sayang pun juga dapat dimaknai sebagai shadaqah. Dalam hadist Arbain Nawawi no. 25 disebutkan bahwa setiap ruas tulang manusia “wajib” di shadaqahi. Sebagai contoh mendamaikan dua orang yang berselisih, menolong orang yang sedang kesusahan (membutuhkan), mendirikan shalat, berkata baik, senyum dan melangkahkan kaki untuk ber-amal shalih juga termasuk dalam kategori shadaqah. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, ramah kepada orang lain serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan pun juga termasuk shadaqah.
Shadaqah sangatlah penting, karena dapat menjadi aling-aling (pelindung) manusia dari madharat kehidupan (bahaya). Pernah suatu ketika ada satu keluarga yang mengendarai mobil dan tiba-tiba saja rem nya blong (hampir kecelakaan), jika dinalar dengan logika manusia mereka semua meninggal dunia. Namun dengan izin Allah mereka selamat. Lalu mereka flashback (muhasabah diri) dan angen-angen/berfikir amal apa yang senantiasa mereka istiaqamahkan, ternyata selama ini mereka mengistiqamahkan shadaqah. Bapak dikeluarga tersebut selalu menyuruh istri dan anak-anaknya untuk “nggumateni/berbuat baik semampunya” kepada orang lain.
Begitu besar fadhilah shadaqah. Oleh sebab itu, Allah SWT memberikan kedudukan istimewa bagi orang yang suka bersedekah kepada segenap makhluk-makhluk Nya tanpa terkecuali. Memberi makan kucing, menyisihkan sebagian rejeki untuk pembangunan masjid dan panti asuhan, maupun bersedekah untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan tertinggal. Sehingga, pahala dari sedekah tersebut dapat terus mengalir selamanya.
Yang kedua adalah ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana hadist Nabi SAW mengatakan bahwa “khairun an nas anfa’uhum li annas” bahwa sebaik-baik manusia ialah yang dapat memberikan perubahan disekitarnya dan dapat bermanfaat bagi sesamanya. Oleh sebab itu, sedikit ilmu yang dimiliki harus diamalkan. Untuk mengamalkan suatu ilmu pun, tidak harus menunggu cerdas dulu, namun semampu dan sesuai kadarnya. Dalam mengamalkan suatu ilmu tidak hanya berbatas pada orang-orang yang berprofesi akademik seperti guru dan dosen, namun juga berlaku kepada semua orang, termasuk petani, mahasiswa, pelajar, maupun penulis, sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing.
Ketiga, adalah doa dari anak yang shalih dan shalihah. Hal ini berarti, kebaktian seorang anak kepada orangtua tidak hanya berhenti pada tataran duniawi, namun juga pada saat setelah orangtua meninggal dunia dengan terus melantunkan doa dan memohonkan ampunan kepada Allah SWT. Terjadi banyak perdebatan mengenai doa dari orang yang masih hidup akankah sampai pada orang yang meninggal dunia? Tentu sampai dan mereka bisa merasakan, bahkan jika orang yang sudah meninggal dunia tersebut diberi kesempatan Allah untuk dapat berkomunikasi dengan orang yang masih hidup, tentu mereka akan mengucapkan terimakasih. Doa yang dilantunkan oleh seorang anak kepada orangtuanya merupakan manifestasi kebaktian dan kasih sayang dari seorang anak kepada orangtua yang telah tiada.
Mari, bersama-sama mempersiapkan bekal kematian untuk menghadap kehadirat Nya dengan terus beribadah kepada Nya serta tidak melupakan aspek kemanusiaan dengan menjunjung tinggi penghormatan dan kebaktian terhadap segenap makhluk-makhluk Nya. Wallahu A’lam
Tabik,
S. Mukaromah
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.