Membangun Industri Halal yang Berkelanjutan: Perspektif Etika Bisnis Islam di Indonesia
Ekonomi Syariah | 2024-11-25 11:07:03Indonesia dapat disebut sebagai tempat yang memiliki lahan yang subur terkait dengan industri halal, karena mengacu pada populasi penduduknya yang mayoritas adalah Muslim dengan persentase 87,08% menurut BPS (Badan Pusat Statistik). Beberapa tahun terakhir ini, industri halal di Indonesia mengalami perkembangan yang begitu pesat.
Apa itu “Industri Halal”?
Menurut Pakar Halal Science Dunia, Prof. Dr. Irwandi Jaswir, M.Sc. Industri halal merupakan industri yang kegiatan atau aktivitasnya (produksi dan distribusi) bertumpu pada penyediaan produk (barang dan jasa) sesuai dengan aturan syariah Islam. Dulunya, industri halal hanya identik pada industri makanan dan minuman. Namun, setelah kesadaran masyarakat makin meningkat, kini industri halal juga mencakup seluruh aspek.
Produk-produk yang bisa dikatakan “halal” ialah produk yang memiliki sertifikasi halal. Di Indonesia, melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai pendukung sertifikasi halal serta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penerbitan sertifikat halal pada produk-produk yang akan diperjual-belikan.
Indonesia memiliki 6 sektor utama dalam industri halal antara lain:
- Produk makanan dan minuman
- Kosmetik
- Farmasi
- Pariwisata
- Produk konsumen (seperti, pakaian dan perlengkapan rumah tangga)
- Keuangan (seperti, Lembaga keuangan syariah bank maupun non-bank)
Mengapa membangun potensi Industri halal itu penting bagi Indonesia dan Apa hubungannya dengan etika bisnis Islam?
Dalam buku yang berjudul “Master Plan Industri Halal Indonesia 2023-2029” yang diterbitkan oleh KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), perkembangan industri halal adalah salah satu jawaban atas transformasi ekonomi Indonesia menuju ekonomi berkelanjutan dalam pengembangan paradigma baru industrialisasi di Indonesia saat ini dan mendatang.
Bagi umat Islam, mengonsumsi makanan-minuman dan menggunakan produk yang halal merupakan suatu hal yang wajib dan sesuai dengan ajaran agama. Di samping itu, banyak konsumen meyakini bahwa produk halal itu lebih sehat. Dari aspek etika bisnis Islam terdapat etika tentang produksi, proses produksi yang dilakukan harus ketat, bebas dari bahan-bahan haram (seperti babi, alkohol, dan darah), serta menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga hal tersebut membuat produk halal dianggap lebih aman dan higienis. Sertifikasi halal sering kali diidentikkan dengan kualitas produk yang lebih baik. Produsen yang telah mendapatkan sertifikasi halal umumnya memiliki sistem manajemen yang bermutu dan terstandar, sehingga produk yang dihasilkan lebih terjamin kualitasnya.
Indonesia dengan segala kekayaan yang dimilikinya serta masyarakat Indonesia yang saat ini berada pada kategori middle class income atau kelas berpendapatan menengah, tentunya menjadi alasan untuk memiliki potensi dalam mengembangkan seluruh aspek halal salah satunya industri halal yang berkelanjutan.
Dalam mendukung perkembangan industri halal, perlu adanya inovasi dan kreativitas. Selain kedua hal tersebut, aspek digital juga menjadi kunci penting untuk pertumbuhan industri di era ini. Pengembangan produk (barang dan jasa) yang apabila dikemas secara kreatif dan menggunakan platform digital memiliki potensi pengembangan yang luar biasa. Selain itu, apabila SDM (Sumber Daya Manusia) di Indonesia dapat mengembangkan ide-idenya (inovasi dan kreativitas) dengan menggabungkan sumber daya alam yang ada serta diimplementasikan sesuai dengan etika bisnis Islam. Tentu saja hal tersebut menjadi potensi besar untuk pengembangan industri halal dan mendorong kebangkitan perekonomian nasional.
Alifah Andriani, Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi Bisnis, Program Studi Ekonomi Syariah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.