Jangan Remehkan Covid, Jangan Takut PTM
Lomba | 2022-02-22 16:05:14Kasus penularan Covid 19 di Indonesia mulai meningkat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia sudah mulai memasuki gelombang tiga virus corona (Covid-19). Kondisi itu ditandai dengan mulai naiknya kasus terkonfirmasi harian Covid-19. Bahkan angkanya sudah melampaui puncak kasus Delta pada Juli 2021.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga membenarkan bahwa lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia disumbang oleh kontribusi dari sifat penularan varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau Omicron.
Informasi meningkatnya kasus Covid 19 varian Omicron memang benar adanya. Meskipun menurut pakar kesehatan Dokter Pemerintah Afrika Selatan, Profesor Barry Schoub, yang pertama kali menemukan varian Omicron mengatakan bahwa varian baru ini tidak berbahaya, tetapi tidak semestinya untuk diremehkan, atau tidak juga terlalu ketakutan atau panik.
Lalu, pertanyaannya kemudian, mengapa belum ada pembatasan, termasuk pembatasanan PTM?
Mengenai pembatasan sebenarnya sudah ada edaran dari pemerintah melalui instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2022 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Diseas 2019 di Wilayah Jawa dan Bali. Instruksi tersebut dikeluarkan pada tanggal 07 Februari 2022.
Bagaimana dengan pembatasan pembelajaran tatap muka? Dalam Instruksi tersebut sudah disebutkan bahwa PPKM pada kabupaten dan kota di wilayah Jawa dan Bali dengan kreteria level 3 (tiga) maka pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui pembelajaran tatap muka terbatas/atau pembelajaran jarak jauh.
Namun pada praktiknya, apakah semua satuan pendidikan yang berada di kreteria level 3 mematuhi instruksi tersebut? Nyatanya tidak semua satuan pendidikan melakukan PTM terbatas atau pembelajaran jarak jauh. Masih ada satuan pendidikan yang melakukan PTM penuh. Meskipun belum seperti PTM biasa sebelum ada Covid 19.
Apakah PTM Harus dihentikan?
Menjawab pertanyaan ini, menurut saya untuk kabupaten atau kota dengan kreteria level 3, satuan pendidikan harus mentaati instruksi pemerintah dengan menerapkan PTM terbatas atau PJJ. Mengapa demikian? Karena keselamatan jiwa peserta didik dan tenaga pendidik harus menjadi yang utama. Satuan pendidikan harus memastikan kondisi peserta didik dan tenaga pendidikan dalam kondisi sehat.
Bagaimana untuk satuan pendidikan yang berada di kabupaten atau kota dengan kreteria level 2 atau level 1? Jawabannya sama. Dengan pertimbangan kesehatan, satuan pendidikan harus tetap mengikuti arahan pemerintah. Walaupun sebenarnya pelaksanaan PTM terbatas atau PJJ masih banyak evaluasi.
Beberapa evaluasi dari pelaksanaan PTM terbatas atau PJJ.
Ada beberapa evaluasi dari pelaksanaan PTM terbatas atau Pembelajaran Jarak Jauh yang mengandalkan perangkat internet maupun lainnya. Dengan evaluasi inilah yang menjadikan alasan beberapa satuan pendidikan tetap bersikukuh melaksanakan PTM.
Pertama, terbatasnya perangkat pembelajaran PJJ. Ketersediaan perangkat komunikasi untuk PJJ masih belum semua terpenuhi. Misalnya gadget atau handphone, laptop atau PC, dan adanya jaringan internet. Tidak semua siswa punya dan tidak semua daerah terdapat jaringan internet. Belum lagi, perangkat yang tidak support dengan aplikasi-aplikasi pembelajaran. Jika spesifikasi dari perangkat tersebut kurang support, perangkat akan menjadi lambat atau rusak.
Kedua, keterampilan guru dalam penguasaan IT. Kemampuan guru dalam penguasaan IT belum merata. Butuh kemauan dan waktu untuk belajar. Karena dalam pembelajaran jarak jauh, guru dituntut untuk menguasai berbagai teknologi informasi. Bagi guru yang adaptif dan agile, pembelajaran jarak jauh menjadikan keterampilan IT akan semakin bertambah. Akan tetapi bagi sebagian guru akan mengalami kegagapan teknologi.
Ketiga, lambat beradaptasi dalam pembelajaran. Dalam waktu yang sama guru juga mengalami kendala dalam proses belajar mengajar. Terbatasnya ruang komunikasi menjadikan guru mengalami kebingungan. Guru tiba-tiba menjadi gagap dan gugup meskipun sudah terbiasa mengajar. Menjadi salah tingkah ketika berada di depan kamera. Bingung bagaimana cara memulai dan mengakhiri pelajaran dalam kelas virtual.
Keempat, ketuntasan belajar menurun. Ketika pembelajaran jarak jauh, hampir semua system pembelajaran berubah. Struktur kurikulum berubah, kompetensi pembelajaran dirampingkan, jam belajar dikurangi, materi pembelajaran dipangkas, dan system penilaian sekadarnya. Akibatnya kemampuan kognitif siswa menjadi rendah, keterampilan siswa kurang terukur, dan sikap siswa semakin tidak terkontrol.
Kelima, pengelolaan kelas kurang terkendali. Pembelajaran jarak jauh memang sangat butuh dukungan dari semua pihak. Guru, siswa, dan orang tua harus saling mendukung. Khususnya pada jenjang sekolah dasar dan paud. Peran orang tua dalam pembelajaran jarak jauh sangat dominan. Sedangkan untuk jenjang menengah, orang tua umumnya kurang dalam pengawasan pada saat pembelajaran. Akibatnya pembelajaran menjadi timpang. Pengelolaan kelas secara virtual tidak maksimal. Siswa hanya absen lalu main sendiri, keluar masuk ruang online, video dinonaktifkan lalu ditinggal pergi, tidak mengumpulkan tugas alasan kuota habis, dan lain sebagainya.
Keenam, hasil belajar siswa kurang terukur. Proses pembelajaran jarak jauh yang kurang maksimal mengakibatkan ketercapaian pembelajaran kurang terukur. Standart penilaian sudah diturunkan, tetapi masih ada yang tidak tuntas. Penilaian hasil belajar menjadi kurang obyektif.
Apa yang harus dilakukan menghadapi tingginya kasus corona?
Kekhawatiran kita terhadap tingginya kasus corona dan juga kekhawatiran kita terhadap ketuntasan belajar ini harus mendapatkan perhatian yang seimbang. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap tingginya Covid 19 lantas membiarkan anak dirumah saja tanpa ada aktifitas belajar yang baik, merupakan tindakan yang kurang tepat karena telah menghilangkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.
Sebaliknya melepaskan anak untuk PTM di tengah tingginya kasus Covid 19 juga merupakan tindakan yang sembrono. Secara tidak langsung kita telah menghilangkan hak anak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan.
Lalu, sebaiknya bagaimana ? Bagi pemegang kebijakan di satuan pendidikan sebaiknya mengikuti arahan dari pemerintah setempat. Bagi orang tua, sebaiknya mengikuti arahan dari satuan pendidikan, dimana anak-anak belajar. Namun demikian, terhadap meningkatnya kasus Covid 19 ini, kita harus bijaksana dalam menghadapinya. Bijaksana dalam menyelesaikan nasib kesehatan anak dan nasib pendidikan anak.
Ada beberapa saran untuk menurunkan tingginya kasus Covid 19 dan solusi jika harus pembelajaran tatap muka.
Pertama, memahamkan anak tentang kesehatan dan hidup sehat. Selain mengetahui standart protokol kesehatan yang diterapkan di sekolah, sebaiknya anak juga diberikan pemahaman terkait kesehatan. Dengan pemahaman yang baik, anak akan tumbuh kesadaran untuk senantiasa menjalankan protokol kesehatan yang ada di sekolah maupun di rumah. Anak juga dapat menjalankan pola hidup sehat. Seperti makan yang teratur, banyak minum air putih, rajin olahraga, tidur tepat waktu, serta menjalankan standar protokoler kesehatan.
Kedua, membekali makanan dan minuman tambahan yang bergizi dan sehat. Untuk menjaga imunitas anak, orang tua sebaiknya membekali anak dengan makanan dan minuman suplemen untuk kesehatan. Misalnya : madu, kurma, vitamin, dan juga buah-buahan. Sehingga anak terjaga gizinya dan kekebalan tubuhnya. Selain itu, menghindarkan anak dari makanan atau minuman yang kurang sehat. Seperti makanan yang berpengawet, makanan yang mengandung MSG, pewarna, pengenyal, dan lain-lain. Atau minuman yang mengandung soda atau perasa.
Ketiga, berkomunikasi dan berkontribusi baik dengan satuan pendidikan. Menghadapi tingginya kasus Covid 19 tentunya tidak boleh diremehkan dan dianggap ringan. Sebaiknya orang tua mengetahui persiapan dan protokol kesehatan yang akan diterapkan di satuan pendidikan. Bagitu pula sebaliknya pihak satuan pendidikan juga terbuka, menginformasikan segala hal terkait penanganan kesehatan yang diterapkan. Dengan komunikasi yang baik, akan tercipta sinergi positif, saling mendukung, dan saling melengkapi segala sesuatu yang dianggap kurang dan penting untuk dilaksanakan.
Keempat, mengikhlaskan anak menuntut ilmu. Setelah orang tua mantap dengan persiapan PTM di satuan pendidikan, dan orang tua sudah memahami bahwa tugas mendidik adalah kewajiban orang tua, maka orang tua harus ikhlas melepas anak untuk belajar. Bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban seorang muslim. Orang tua juga ikhlas menerima dan mentaati kebijakan dan ikhtiar protokol kesehatan yang akan diterapkan di satuan pendidikan.
Kelima, mendoakan anak dan guru. Yang terakhir adalah saling mendoakan. Kita ingat bahwa doa merupakan senjata bagi seorang muslim. Ketika ikhtiar sudah maksimal, SOP kesehatan sudah dijalankan, selanjutnya adalah berdoa. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan bagi para penuntut ilmu. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan keselamatan bagi para pejuang ilmu. Siswa dan guru senantiasa mendapat perlindungan dan terhindar dari segala penyakit.
Kesimpulan
Menghadapi tingginya kasus Covid 19 dan pemberlakuan PPKM di sektor pendidikan, harus dihadapi dan ditanggapi secara bijaksana. Terhadap Covid 19 kita tidak boleh menganggap remeh. Penerapan protokol kesehatan pada masa pandemik tetap harus dilaksanakan dengan ketat dan hati-hati. Meskipun Covid 19 varian Omicron tergolong ringan. Kita harus tetap menjaga kesehatan dan imunitas dengan baik. Terhadap pelaksanaan PTM sebaiknya tetap mengikuti instruksi pemerintah. Jika harus melaksanakan PTM, maka dibutuhkan kerjasama semua pihak, baik dari satuan pendidikan, orang tua, dan juga siswa. Kerjasama dalam hal penerapan protokol kesehatan. Semoga kita mampu melalui masa sulit dalam sector pendidikan. Jaga kesehatan dan terapkan 3 M! memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Jangan remehkan Covid, jangan takut PTM!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.