Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jakarta 24 Jam

Ini bedanya Rapid tes Antigen dan Rapid tes Antibodi

Eduaksi | Monday, 21 Feb 2022, 21:10 WIB

Di penghujung tahun 2020, muncul istilah baru yang berkaitan dengan virus korona dan pandemi COVID-19, yakni rapid test antigen. Pasalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan aturan bagi warga yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum keluar-masuk Jakarta untuk menunjukkan hasil rapid test antigen. Begitu juga dengan Bali. Hmm, apa sih yang dimaksud dengan rapid test dengan embel-embel antigen itu? Apa bedanya dengan istilah rapid test biasa yang kita kenal?

Tahukah kamu, sebenarnya, rapid test dibagi dua, yakni rapid test antibodi dan rapid test antigen

Rapid test antigen punya nama lain rapid swab test atau swab test antigen. Meski sebutannya bermacam-macam, intinya, tes ini mendeteksi protein virus (antigen) COVID-19 pada sampel dari saluran pernapasan seseorang.

Dilansir dari pernyataan keilmuan WHO, jika konsentrasi antigen sampel cukup, antigen akan mengikat antibodi tertentu yang terdapat pada strip kertas terbungkus plastik dan akan menghasilkan tanda visual. Antigen terdeteksi saat virus aktif bereplikasi. Jadi, tes ini paling baik digunakan untuk mengidentifikasi infeksi pada fase akut atau tahap awal infeksi. Hasil tes dapat keluar dalam waktu 15-30 menit.

Berdasarkan penggunaan rapid test antigen untuk penyakit lain yang memiliki jumlah virus yang sama pada sampel dari saluran pernapasan seperti kasus COVID-19, sensitivitas tes ini berada pada kisaran 34% sampai 80%. Namun, dalam rapid test antigen ini bisa jadi ada kaus positif palsu juga lo! Kemungkinan ini dapat terjadi jika antibodi pada strip uji juga bereaksi bereaksi terhadap antigen virus selain COVID-19, seperti tipe virus korona penyebab batuk pilek.

Dikutip dari laman WHO, rekomendasi umum untuk penggunaan tes antigen ini harus memenuhi persyaratan kinerja minimum sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥9 7% untuk mendiagnosis infeksi SARS-CoV-2 sebagai pengganti tes molekuler seperti RT-PCR test apabila uji tersebut tidak tersedia atau membutuhkan waktu penyelesaian yang lama dan menghalangi utilitas klinis. Untuk mengoptimalkan kinerja, uji antigen harus dilakukan oleh operator terlatih dalam waktu 5-7 hari pertama setelah timbulnya gejala.

Apa bedanya dengan rapid test antibodi?

Istilah rapid test yang selama ini digunakan di masyarakat Indonesia sebenarnya mengacu pada rapid test antibodi. Tes antibodi kerap disebut tes serologi. Dalam rapid test antibodi, sampel yang diambil ialah darah dari jari atau pembuluh vena. Hasil tes juga dapat keluar di hari yang sama dalam waktu singkat..

Dilansir dari pernyataan keilmuan WHO, jenis rapid test antibodi digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM atau IgG di dalam darah orang yang diyakini telah terinfeksi COVID-19. Menurut Li, dkk. (2020), deteksi antibodi IgM bisa mengindikasi adanya pajanan baru (recent exposure) SARS-CoV-2, sedangkan deteksi antibodi IgG mengindikasi pajanan virus yang sudah lama.

Antibodi akan dihasilkan setelah beberapa hari atau minggu setelah terjadinya infeksi virus. Berdasarkan penemuan dari berbagai studi, tingkat sensitivitas (persentase kasus positif) tes antibodi sangat dipengaruhi oleh waktu. Pada satu minggu setelah gejala pertama, tes antibodi hanya mendeteksi 30% orang yang menderita COVID-19. Akurasi meningkat pada minggu ke-2 (mulai hari kelima belas sejak hari pertama gejala muncul) dengan 70% terdeteksi, dan tertinggi pada minggu ke-3 (lebih dari 90% terdeteksi).

Mungkin kamu sering mendengar istilah positif palsu (false positive), apakah itu?

False positive adalah kondisi di mana hasil tes menunjukkan positif (dalam kasus ini, antibodi IgG/IgM terdeteksi) padahal sebenarnya tidak (negatif). Selain itu, hasil positif palsu juga bisa diakibatkan deteksi antibodi yang bereaksi silang dengan virus lain, misalnya jenis virus korona lainnya (bukan SARS-CoV-2). Hal ini disebut dengan cross-reactivity.

Kebalikan dari positif palsu, ada pula negatif palsu (false negative). Hasil suatu tes disebut negatif palsu apabila seseorang dinyatakan nega

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image