Modernitas dan Jejak Tradisi dalam Student Hidjo Marco Kartodikromo
Sastra | 2025-05-29 21:42:12
Novel Student Hidjo karya Marco Kartodikromo, yang terbit pada tahun 1918, bukan sekadar kisah roman picisan di masa kolonial. Lebih dari itu, novel ini adalah cermin yang memantulkan gejolak sosial dan kultural masyarakat Jawa pada awal abad ke-20, di mana modernitas Barat mulai berbenturan dengan tradisi adiluhung yang mengakar kuat. Melalui perjalanan hidup Hidjo, sang tokoh utama, Marco secara cerdas menyoroti berbagai aspek dari kedua kutub peradaban ini, memperlihatkan bagaimana mereka berdialog, berkonflik, dan saling memengaruhi.
Modernitas dalam "Student Hidjo" terlihat jelas melalui beberapa aspek:
- Pendidikan Barat: Tokoh utama, Hidjo, adalah representasi utama dari modernitas. Ia adalah seorang student yang mengenyam pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), sebuah institusi pendidikan ala Barat yang mengajarkan ilmu pengetahuan modern. Pendidikan ini membuka wawasan Hidjo terhadap ide-ide baru, seperti rasionalisme, individualisme, dan pemikiran progresif, yang kontras dengan nilai-nilai tradisional yang ia kenal.
- Gaya Hidup dan Pemikiran Progresif: Hidjo dan teman-temannya mulai mengadopsi gaya hidup "modern," seperti cara berpakaian, kebiasaan bersosialisasi, dan pola pikir yang lebih terbuka. Mereka berdiskusi tentang kemajuan, kesetaraan, dan kebebasan, yang merupakan cerminan dari ide-ide modern yang mulai meresap ke dalam masyarakat pribumi terpelajar.
- Kritik terhadap Feodalisme dan Tradisi Kuno: Novel ini secara implisit mengkritik sistem feodal dan tradisi-tradisi yang dianggap menghambat kemajuan. Pemikiran modern mendorong karakter untuk mempertanyakan hierarki sosial, perjodohan paksa, dan norma-norma yang dianggap usang, menunjukkan keinginan untuk perubahan dan kemajuan.
Jejak Tradisi
Di sisi lain, tradisi tetap memiliki pijakan yang kuat dan menjadi latar belakang utama dalam narasi:
- Nilai-nilai Adat dan Kehormatan Keluarga: Meskipun Hidjo telah terpapar modernitas, ia tidak sepenuhnya lepas dari ikatan tradisi. Nilai-nilai adat, seperti hormat kepada orang tua, menjaga nama baik keluarga, dan pentingnya status sosial, masih sangat memengaruhi keputusan dan tindakannya. Konflik batin Hidjo sering kali muncul dari tarik-menarik antara keinginan modernnya dan tuntutan tradisi.
- Perjodohan dan Perkawinan Adat: Aspek tradisi yang paling menonjol adalah perjodohan. Kisah cinta Hidjo yang rumit sering terbentur dengan adat perjodohan yang telah diatur oleh orang tua, mencerminkan bagaimana tradisi masih memegang kendali kuat dalam urusan pribadi dan keluarga.
- Keterikatan dengan Lingkungan Asal: Latar belakang pedesaan dan komunitas tempat Hidjo berasal juga menegaskan jejak tradisi. Masyarakat desa, dengan segala norma dan kepercayaannya, menjadi representasi dari "dunia lama" yang masih terikat pada adat istiadat. Interaksi Hidjo dengan lingkungan ini menunjukkan bahwa meskipun ia telah melangkah ke dunia modern, akar tradisinya masih tetap ada.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
