Midah Simanis Bergigi Emas: Ketika Pulang Bukan Lagi Tempat Kembali
Sastra | 2025-05-27 08:27:29Novel “Midah Si Manis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta Toer pertama kali diterbitkan pada tahun 1954 oleh NV. Nusantara, kemudian diterbitkan kembali pada tahun 2003 oleh Penerbit Lentera Dipantara. Novel ini menegaskan bahwa perempuan berhak menentukan jalan hidupnya tanpa harus tunduk pada tekanan budaya dan norma sosial yang membatasi.
Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang perempuan cantik bernama Midah yang lahir dalam keluarga terpandang dan religius. Ia dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama dengan seorang bapak bernama Haji Abdul, yang digambarkan sebagai sosok fanatik, keras, dan sangat konservatif terhadap nilai-nilai agama dan budaya Arab.
Sejak kecil, Midah hidup dalam aturan yang mengekang. Ia tidak diberi ruang untuk menentukan pilihannya sendiri. Salah satunya, ia dilarang mendengarkan lagu-lagu keroncong karena dianggap haram oleh bapaknya. Bahkan dalam urusan hidup yang besar seperti pernikahan, ia tidak dilibatkan. Meski merasa ragu karena tidak mencintai Hadji Terbus, Midah tetap menerima perjodohan itu tanpa perlawanan.
Hadji Terbus adalah lelaki kaya dari Cibatok yang telah memenuhi kriteria bapaknya. Namun, setelah tahu bahwa suaminya memiliki banyak istri dan merasa tidak bahagia dalam rumah tangga itu, Midah memilih pergi secara diam-diam saat mengandung tiga bulan dan kembali ke Jakarta.
Bagi banyak orang, pulang berarti kembali ke rumah yang aman dan nyaman. Namun, bagi Midah, pulang tidak lagi menjadi tempat untuk kembali. Ia tidak langsung kembali ke rumah orang tuanya, melainkan pergi ke rumah Riah, babu yang dulu pernah melindunginya dari kekerasan bapaknya.
“Waktu ia tidak sanggup lagi menanggung segalanya, dengan diam-diam ia Kembali ke Jakarta. Tetapi tak berani ia terus terang lamgsung ke rumah orang tuanya. Mula-mula sekali ditujunya adalah rumah babu yang pernah memberinya perlingdungan terhadap pukulan bapaknya.”(Hal. 11).
Hal ini menunjukkan bahwa Midah merasa rumah orang tuanya bukanlah tempat yang aman baginya.
Setelah itu, Midah bergabung dengan rombongan musik jalanan dan menjadi penyanyi keroncong. Pilihan ini membuatnya dikucilkan oleh masyarakat karena pekerjaan itu dianggap rendah dan tidak bermoral. Namun, bagi Midah, menjadi penyanyi adalah bentuk keberanian untuk hidup mandiri, lepas dari ketergantungan pada laki-laki maupun keluarganya.
Namun, hidup di jalanan tidaklah mudah. Midah menghadapi banyak godaan dan rintangan. Ia hampir dilecehkan oleh teman satu rombongannya sendiri. Beruntung, saat itu ia diselamatkan oleh ketua rombongan. Akan tetapi, pertolongan itu tidak benar-benar tulus. Ketua rombongan ternyata memiliki niat untuk menikahi Midah. Karena Midah menolak lamaran itu, ia akhirnya diusir dari kelompok musik tersebut. Pengalaman ini semakin menunjukkan bahwa perempuan seperti Midah harus berjuang sendiri untuk mempertahankan harga diri dan kebebasannya.
Di akhir cerita, Midah akhirnya bertemu kembali dengan keluarganya. Ia menitipkan anaknya kepada kedua orang tuanya. Namun, ia memilih pergi jauh agar anak dan keluarganya tidak mendapatkan cibiran dari masyarakat. Midah mengorbankan dirinya agar anaknya bisa hidup lebih baik.
Seperti yang dikatakan Midah “Angin beliung mengamuk di dalam batinnya. Aku harus pergi! Dan anak itu tak boleh kutinggalkan. Tentu saja tidak boleh. Tapi bila kubawa, dia akan terlantar seperti kata ibu. Benar! Itu memang benar! Di tangannya anak itu lebih sela- mat daripada di tanganku.” (Hal. 126). Baginya, pulang bukan lagi tempat untuk kembali dan beristirahat, melainkan bentuk pengorbanan demi masa depan anaknya.
Melalui kisah Midah, novel ini menyuarakan kenyataan bahwa banyak perempuan tidak memiliki ruang aman, bahkan di rumah sendiri. Tekanan budaya dan aturan yang kaku membuat perempuan kehilangan kendali atas hidupnya. Namun, Midah menunjukkan bahwa keberanian memilih jalan sendiri, meskipun penuh rintangan, adalah bentuk nyata dari emansipasi. Ia berdiri di atas kaki sendiri, bahkan ketika dunia tidak lagi memberinya tempat untuk kembali.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
