Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syafiqul Akbar

Sedekah Bumi Meriahkan Warga Demak: Wayang Kulit dan Ketoprak Warnai Tradisi Syukur Petani

Kultura | 2025-05-24 20:42:55
ketoprak purbo budoyo berasal dari Surakarta (Solo), Jawa Tengah yang tampil di desa kenduren kecamatan wedung kabupaten demak(21/5)

Demak, Jawa Tengah — Tradisi tahunan Sedekah Bumi adalah acara yang digelar oleh masyarakat dengan iringan pertunjukan wayang kulit dan ketoprak yang mewarnai malam puncak acara. Tradisi ini sendiri sudah berlangsung turun-temurun setiap tahun serta menjadi bentuk rasa syukur warga atas hasil panen dan berkah bumi yang mereka terima sepanjang tahun.

Acara yang berlangsung di berbagai desa di Kabupaten Demak ini dihadiri ribuan warga dari berbagai kalangan. Kegiatan diawali dengan doa bersama dan pembacaan tahlil di balai desa atau lapangan terbuka. Tak ketinggalan, warga membawa berbagai hasil bumi, seperti padi, sayuran, dan buah-buahan, yang kemudian disusun dalam bentuk tumpeng dan dibagikan secara merata kepada masyarakat.

"Sedekah bumi adalah wujud syukur kami kepada Tuhan. Ini juga menjadi momen mempererat tali silaturahmi antarwarga," ujar Slamet Riyadi, Kepala Desa Kedungmutih, saat diwawancarai.

Dalam perayaan tahun ini, warga juga menyaksikan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon Ramayana, serta pagelaran ketoprak yang mengangkat kisah-kisah lokal penuh pesan moral. Kedua pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai kebijaksanaan, kejujuran, dan persatuan kepada generasi muda.

"Wayang dan ketoprak bukan sekadar hiburan, melainkan sarana pendidikan karakter yang sangat efektif," ujar Daryanto, seorang seniman ketoprak Demak.

Menurut sejarawan lokal, tradisi Sedekah Bumi di Demak merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan Islam yang dipelopori oleh para Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga. Bentuk pelestarian budaya ini dianggap penting karena mengandung nilai-nilai luhur seperti religiusitas, gotong royong, serta kearifan local. Pakar budaya dari Universitas Negeri Semarang, Dr. R. Wahyudi, menjelaskan bahwa pelestarian tradisi seperti ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. "Nilai Ketuhanan tercermin dalam doa bersama, nilai persatuan dalam partisipasi warga, dan keadilan sosial dalam pembagian hasil bumi. Ini adalah praktik nyata dari Pancasila dalam kehidupan sehari-hari," paparnya.

wayang kulit ki bowo asmoro yang bergelar di desa pasir kecamatan mijen kabupaten demak(11/5)

Sementara itu, dari perspektif kewarganegaraan, pelestarian Sedekah Bumi mencerminkan peran aktif warga dalam kehidupan berbudaya dan bernegara. Tradisi ini juga dapat menjadi sarana pembelajaran tentang identitas nasional dan memperkuat jati diri bangsa. Meski demikian, tantangan modernisasi dan perubahan gaya hidup menjadi ancaman bagi keberlangsungan tradisi ini. Banyak generasi muda yang mulai menjauh dari nilai-nilai budaya lokal. Oleh karena itu, berbagai pihak mendorong agar tradisi ini diadaptasi agar tetap relevan.

"Kami mulai melibatkan anak-anak muda dalam panitia, dan juga menayangkan pertunjukan melalui media sosial agar bisa dinikmati lebih luas," ujar Nur Aini, panitia acara dari Desa Karangmlati.

Pemerintah Kabupaten Demak juga turut mendukung dengan memasukkan Sedekah Bumi sebagai bagian dari kalender pariwisata budaya tahunan. Ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta menjadi daya tarik wisata budaya.

Kesimpulannya yaitu tradisi Sedekah Bumi bukan hanya soal syukuran hasil bumi, melainkan juga sarana memperkuat nilai-nilai kebangsaan, budaya, dan spiritualitas masyarakat. Dengan adaptasi yang bijak, tradisi ini tidak hanya akan tetap hidup, tetapi juga berkembang di era modern.

Syafiqul Akbar UIN WALISONGO SEMARANG

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image