Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diva Amelia

Cinta, Identitas, dan Perlawanan: Membaca Kembali Student Hidjo Karya Mas Marco

Dunia sastra | 2025-05-24 17:40:09

Novel Student Hidjo karya Marco Kartodikromo bukan hanya sekadar kisah cinta klasik berlatar Hindia Belanda, melainkan potret kegelisahan dan pergulatan batin generasi muda Jawa dalam menghadapi kolonialisme, modernitas, dan pencarian jati diri. Novel ini ditulis pada 1918 dan terbit pada 1919, novel ini juga menjadi tonggak penting dalam sejarah sastra Indonesia, menawarkan kritik sosial yang tajam dan narasi yang relevan hingga hari ini.

Cinta yang Membelah Budaya

Di balik perjalanan Hidjo sebagai pelajar Jawa yang dikirim ke Belanda, tersisipkan kisah cinta yang rumit dan penuh dilema. Hidjo terikat janji dengan Raden Ajeng Biru, gadis Jawa yang menjadi simbol keterikatan pada akar budaya dan nilai-nilai tradisional. Namun, di negeri asing, ia terjebak dalam pesona Betje, gadis Belanda yang merepresentasikan godaan Barat dan gaya hidup hedonis. Cinta dalam novel ini bukan sekadar bumbu cerita, melainkan alat naratif yang menyoroti benturan budaya dan krisis nilai yang dihadapi kaum terpelajar bumiputera. Hubungan Hidjo dengan Biru dan Betje menggambarkan tarik-menarik antara loyalitas pada tradisi dan godaan modernitas. Melalui kisah asmara ini, Marco Kartodikromo mengekspresikan bagaimana cinta bisa menjadi medan pertempuran identitas dan moral, bukan hanya urusan hati semata.

Identitas dan Krisis Budaya

Hidjo adalah representasi generasi muda pribumi yang berpendidikan tinggi namun terjebak dalam ambiguitas identitas. Pendidikan Barat yang diharapkan akan membebaskan justru menjadi alat penjajahan baru, menciptakan individu yang secara intelektual “berkulit putih” namun tetap tidak diterima sepenuhnya oleh masyarakat kolonial. Hidjo mengalami krisis antara nilai-nilai Jawa yang ia bawa sejak kecil dengan budaya Barat yang ia pelajari di Belanda. Konflik ini sangat relevan dengan realitas pelajar masa kini yang kerap dihadapkan pada pilihan antara mempertahankan budaya sendiri atau mengikuti arus globalisasi.

Perlawanan Secara Halus namun Tegas

Bentu perlawanan dalam Student Hidjo tidak selalu hadir dalam bentuk aksi fisik. Marco menampilkan perlawanan melalui sikap, pemikiran, dan pilihan hidup tokoh utamanya. Hidjo berusaha mempertahankan warisan budaya dan harga diri bangsa di tengah tekanan sistem kolonial yang diskriminatif. Pendidikan, yang pada awalnya dianggap sebagai jalan pembebasan, justru menjadi alat kontrol kolonial. Namun, bagi Hidjo dan keluarganya, pendidikan tetap dipandang sebagai senjata untuk membuktikan bahwa pribumi mampu bersaing dan menuntut kesetaraan. Marco Kartodikromo, yang dikenal sebagai aktivis politik radikal, menulis novel ini bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk membangkitkan kesadaran nasional dan mengajak pembaca melawan dominasi kolonial melalui pemikiran kritis dan kebanggaan terhadap identitas sendiri.

Mengapa Masiih Relevan Hingga Saat Ini?

Isu-isu yang diangkat dalam novel Student Hidjo, dimulai dari ketimpangan sosial, diskriminasi rasial, hingga dilema identitas. Masih sangat terasa di era modern. Novel ini mengajak kita untuk merenungkan kembali arti pendidikan, cinta, dan kebebasan dalam membangun bangsa yang merdeka secara pikiran dan budaya.

Membaca Student Hidjo hingga hari ini adalah mengingat kembali perjuangan melawan penindasan dan pencarian jati diri bukan sekadar urusan masa lalu, melainkan tantangan yang harus berulang dalam berbagai bentuk di setiap generasi. Novel ini layak dibaca ulang sebagai inspirasi untuk tetap kritis, berani, dan setia pada akar budaya di tengah derasnya arus perubahan zaman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image