Literasi Keuangan Mahasiswa, Membajak Potensi Generasi Muda
Ekonomi Syariah | 2025-05-23 19:14:22Literasi Keuangan Mahasiswa, Membajak Potensi Generasi Muda
Oleh Nina Marlina, A.Md
Aktivis Muslimah
Generasi muda memiliki banyak kelebihan dan potensi. Diantaranya kemampuan dalam menguasai teknologi yang semakin canggih serta kreativitas dan inovasinya dalam berbagai hal, khususnya dunia digital. Dengan potensi besar tersebut, generasi muda hari ini didorong oleh negara untuk dapat memahami literasi keuangan. Oleh karena itu, sejumlah kampus telah menyelenggarakan kegiatan peningkatan literasi keuangan bagi para mahasiswa.
Sebagaimana dikutip dari laman Tatarmedia.id, 10/05/2025, Indonesia Financial Group (IFG) telah menyelenggarakan program Campus Visit. Program ini digelar di 13 perguruan tinggi dari berbagai daerah. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman mendalam kepada generasi muda terkait manajemen keuangan pribadi dan pengelolaan risiko keuangan. Sedikitnya 1.500 mahasiswa telah terlibat dalam kegiatan ini. Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025, IFG pun menegaskan perannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan peningkatan literasi keuangan, khususnya di kalangan mahasiswa.
Denny S. Adji, Sekretaris Perusahaan IFG menyatakan bahwa IFG siap berkontribusi aktif dalam mendukung program literasi keuangan yang juga menjadi fokus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2024 yang bekerja sama dengan OJK dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan tingkat literasi di berbagai kelompok usia. Hasilnya yaitu 70,19% pada usia 18–25 tahun, 74,82% untuk usia 26–35 tahun, dan 71,72% pada usia 36–50 tahun. Adapun berdasarkan hasil Insurance Literacy Survey yang digelar IFG Progress selama 2022–2023 menunjukkan literasi di sektor keuangan non-bank seperti asuransi dan penjaminan masih tergolong rendah. Survei tersebut dilakukan kepada 1.263 mahasiswa dari sembilan kampus di Pulau Jawa dan luar Jawa. Dari hasil survei tersebut, hanya 33% responden yang mengenal produk asuransi, dan yang sudah memilikinya sekitar 8%.
Sebaliknya, pengetahuan mahasiswa dan kepemilikan terhadap produk keuangan konvensional seperti tabungan dan emas serta instrumen investasi seperti saham, reksa dana, dan obligasi tercatat lebih tinggi. Sebagai holding BUMN di sektor asuransi dan penjaminan, IFG menyatakan akan terus mendorong inklusi keuangan yang lebih luas dan adil. Salah satunya melalui pendekatan yang berfokus pada kebutuhan masyarakat atau customer centricity. IFG Progress akan terus memperluas jangkauan literasi keuangan agar generasi muda memiliki kesiapan finansial menghadapi tantangan ekonomi di masa mendatang.
Literasi Keuangan Kapitalis Berbahaya
Meningkatnya literasi keuangan digital dipercaya akan mampu mendongkrak perekonomian Indonesia. Salah satu buktinya, dengan strategi literasi keuangan dan digital Indonesia berhasil menempati peringkat pertama pada Islamic Finance Country Index 2021 berdasarkan Global Islamic Financial Report mengalahkan Arab Saudi dan Malaysa padahal tahun 2019 Indonesia hanya mampu menduduki peringkat 10 sebagai negara produsen produk halal dunia, padahal, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan 85% dari jumlah populasi serta menyumbang 11% dari total muslim di seluruh dunia.
Dalam rangka meningkatkan inovasi dan literasi keuangan digital inilah, OJK telah mengeluarkan beberapa inisiatif untuk meningkatkan keterampilan digital bagi seluruh lini masyarakat, antara lain menyusun dan mensosialisasikan modul terkait inisiatif Literasi Keuangan Digital bagi masyarakat,mengembangkan Fintech Innovation Center OJK untuk meningkatkan jumlah inovasi di sektor keuangan, dan memfasilitasi konsultasi terkait pengembangan industri ITSK. Kalangan muda dituntut untuk memahami literasi keuangan ini. Tujuannya adalah agar mereka bisa mengelola keuangan dengan cerdas, merencanakan keuangan serta mengenal berbagai produk dan layanan di sektor jasa keuangan, diantaranya asuransi. Selain itu, diharapkan generasi muda dapat menggunakan fintech secara bijak agar terhindar dari penipuan akibat kurangnya informasi. Mengingat beberapa waktu lalu sempat viral ratusan mahasiswa yang menjadi korban penipuan modus baru pinjaman online (pinjol) berkedok investasi. Adapun total tagihan dengan bunga pinjol tersebut, jumlahnya diperkirakan mencapai Rp2,1 miliar. Belum lagi kasus lain yang tidak tercatat dimungkinkan sekali masih banyak.
Padahal faktor utama banyaknya generasi muda yang terjerat dalam penipuan pinjol adalah minimnya literasi sistem ekonomi Islam dan pola sikap islami sehingga mudah tergiur investasi yang belum jelas bagaimana transaksi muamalahnya berdasarkan aturan Islam. Mereka tidak mengetahui, apakah dihalalkan oleh syariat atau tidak. Selain itu, sesungguhnya sistem keuangan dalam bingkai kapitalisme yang berbasis riba merupakan sumber kerusakan ekonomi. Sektor finansial ini tidak jauh dari utang, bunga, spekulasi, dan uang kertas. Hal inilah yang menjadikan ekonomi cepat tumbuh, dan berkembang. Namun, saat menggelembung menjadi economic bubble dan meledak akan menimbulkan krisis ekonomi. Alhasil sejatinya potensi para pemuda telah dibajak oleh kepentingan kapitalisme global yang sungguh jauh dari visi-misi syar’i itu sendiri. Maka dari itu para pemuda muslim harus sadar. Mereka harus memiliki memiliki kesadaran politik sehingga tidak akan tertipu lagi.
Literasi Keuangan dalam Perspektif Islam
Sesungguhnya generasi muda semestinya memahami bahwa literasi keuangan selama berbasis kapitalisme maka akan menimbulkan kemadaratan. Pasalnya literasi finansial ini berpotensi terjadinya transaksi riba. Jangan sampai kaum terpelajar ini tertipu dan dibajak potensinya. Alhasil mereka tak mesti paham literasi keuangan dalam bingkai kapitalisme karena mengandung bahaya. Sistem ekonomi kapitalisme berbasis bunga (riba) sebagai tumpuan utama kehidupan ekonomi hari ini telah terbukti rapuh.
Secara tegas, Allah Swt. telah melarang praktek riba. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang artinya, “...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”.
Para mahasiswa semestinya didorong untuk memahami sistem ekonomi Islam. Diantaranya sistem keuangan yang berbasis pada kepemilikan riil, larangan riba, penguatan zakat, serta distribusi kekayaan yang adil melalui mekanisme syariat. Terlebih kampus-kampus Islam semestinya menjadi garda terdepan dalam memahami sistem keuangan ini. Oleh karena itu di dalam Islam, selain didorong untuk menguasai sains dan teknologi, para pelajar termasuk mahasiswa akan diarahkan untuk terbentuknya kepribadian Islam pada diri mereka dengan mempelajari ilmu-ilmu Islam.
Dalam Kitab Nidzhamul Iqtishadi karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani disebutkan bahwa sebab-sebab kepemilikan harta adalah dengan bekerja, waris, kebutuhan atas harta untuk menyambung hidup, santunan negara, dan harta yang diperoleh tanpa kompensasi, seperti hadiah dan hibah. Selain itu disebutkan bagaimana cara mengembangkan harta. Dalam pengembangan kepemilikan harta harus terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat As Syari’ (pembuat hukum) yakni Allah Swt. Selain itu syariat Islam melarang individu untuk mengembangkan hartanya dengan cara-cara tertentu misalnya perjudian, riba dan penipuan. Islam pun melarang israf atau tabdzir, yaitu membelanjakan harta dalam perkara yang Allah larang atau haramkan.
Khatimah
Literasi keuangan dan digital ala Kapitalisme ini alih alih melejitkan potensi mahasiswa/pemuda sejatinya malah akan menjerumuskan pemuda muslim pada kerusakan ekonomi. Semestinya potensi besar pemuda muslim harus diarahkan untuk kemuliaan dan kebangkitan Islam. Maka sudah saatnya hadir sistem pendidikan dan ekonomi Islam dalam bingkai penerapan Islam kafah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
