Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Humairoh Azzahra

Feminisme: Potret Kepemimpinan Perempuan dalam Karya Sastra

Sastra | 2025-05-22 20:38:16
Potret Kepemimpinan Perempuan - Kehilangan Mestika

Fatimah Hasan Delais, perempuan yang memiliki nama pena Hamidah ini adalah salah satu pengarang Balai Pustaka angkatan Poejangga Baroe. Pengarang kelahiran Bangka Belitung ini merupakan salah satu pengarang yang berupaya menyuarakan hak perempuan melalui karyanya. Karyanya yang banyak digandrungi untuk melihat sudut pandangnya tentang perjuangan perempuan adalah novel berjudul “Kehilangan Mestika”.

Novel yang terbit pertama kali pada kisaran tahun 1930-an ini menunjukkan peran perempuan dalam upaya menghilangkan adat dan tradisi masyarakat yang masih membatasi ruang gerak perempuan. Terutama sekali, novel ini menunjukkan bahwa pengarang ingin tradisi pingitan dan adat yang membatasi para perempuan untuk mengenyam bangku pendidikan untuk dihapuskan. Melalui “Kehilangan Mestika”, pengarang ingin membuka jalan bagi para perempuan untuk mendapatkan hak yang sama seperti para laki-laki di ruang publik.

Upaya menyetarakan hak perempuan dalam novel ini pun sejalan dengan gerakan feminisme tahap awal yang berupaya meminta ruang gerak lebih bagi perempuan. Pengarang berhasil menghidupkan nilai feminisme melalui upaya penghapusan pingitan di masyarakat melalui tokoh Midah. Midah sebagai tokoh utama dalam novel ini, menjadi gambaran kepemimpinan perempuan dalam mengupayakan hak perempuan.

Gambaran kepemimpinan perempuan pada diri Midah ditunjukkan melalui serangkaian perkumpulan yang ia bangun di kampung halamannya. Perkumpulan ini tidak lain dan tidak bukan berupaya untuk menghapus tradisi pingitan yang masih sangat mengakar pada diri masyarakat pada zaman itu. Kepemimpinan Midah dalam novel ini berhasil dibuktikan setelah masyarakat perlahan mulai memberi kesempatan bagi para perempuan untuk lebih mengenal dunia luar. Selain itu, kepemimpinan Midah juga tertera dengan jelas setelah ia berhasil menghilangkan buta huruf pada banyak perempuan di kampungnya.

"Kawan-kawanku setuju semuanya. Dengan demikian sesudah bersusah payah bukan sedikit dapatlah kami dirikan sebuah perkumpulan yang mempunyai anggota tak lebih tak kurang dari sepuluh orang."

Meski bukan berarti selalu lancar, namun perjuangan Midah tidak pernah tergoyahkan demi membantu para perempuan untuk mendapat hak-haknya. Midah berhasil menjadi pemimpin yang tidak pernah menyerah, mau menerima pendapat, dan mau belajar dari kesalahannya. Kepemimpinan Midah dalam novel ini, tentu sangat layak untuk dijadikan gambaran bahwa perempuan juga layak menjadi pemimpin. Midah berhasil menjadi potret kepemimpinan perempuan yang peduli akan hak-hak yang sepatutnya diterima oleh perempuan di masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image