Cerita Lama dan Luka yang Terpendam Angin dari Gunung
Sastra | 2025-05-22 17:06:15Cerpen "Angin dari Gunung" karya A.A. Navis dan salah satu kumpulan cerpen dari “Rubuhnya Surau Kami” membawa kita pada pertemuan dua orang yang pernah dekat di masa lalu. Mereka duduk bersama, berbincang pelan, sementara angin dari gunung berhembus pelan menemani. Suasana sepi, tapi penuh makna.Tokoh utamanya perempuan, Nun, dulunya adalah perempuan yang kuat. Ia pernah berjuang saat perang, membantu para prajurit, memberi semangat, dan merawat yang sakit. Tapi perang juga merenggut banyak hal darinya termasuk kedua tangannya. Kini ia hidup sederhana bersama neneknya yang sudah tua.
Pria yang datang menemuinya adalah teman masa kecilnya. Dulu mungkin pernah ada rasa di antara mereka. Tapi kini, ia sudah menikah dan punya dua anak. Mereka berbincang, tapi rasanya seperti dua orang asing yang mencoba mengingat masa lalu yang sudah lama ia simpan dalam benaknya dan hanya tinggal kenangan.
Nun, meskipun tidak marah secara terang-terangan, menyampaikan banyak rasa kecewa dan luka lewat kata-katanya. Ketika si pria menawarkan bantuan, bahkan berniat mengantar Nun ke pusat rehabilitasi, Nun hanya berkata:
"Mungkinkah orang seperti aku ini dapat berbuat sesuatu?"
Kata-kata sederhana itu menyimpan perasaan dalam yang susah diucapkan. Ia seperti sudah kehilangan harapan. Bahkan ketika pria itu memberi semangat, Nun membalas:
"Kau sendiri tak yakin dengan ucapanmu. Bagaimana mungkin aku meyakinkannya?"
Ucapan itu seperti tamparan. Ia tahu, pria itu mencoba membantu, tapi bukan karena cinta seperti dulu melainkan karena iba. Dan itulah yang membuat hatinya makin sakit.
Namun di tengah semua luka, Nun tetap punya sisi lembut. Ia dengan setia merawat neneknya:
"Nenek tak bisa berpisah denganku. Antara kami berdua ada perpaduan nasib."
Ia tidak mengeluh soal hidupnya. Tapi juga tidak mengharapkan lebih. Hanya menerima apa yang ada, meskipun itu berat.
"Kalau Nenek sudah tak ada lagi, aku juga tidak memerlukan apa-apa pula."
Nun. Ia hidup bukan karena dunia memberinya harapan, tapi karena seseorang Nenek yang masih membutuhkannya. Dan di situ kita bisa melihat, kadang manusia hanya perlu satu alasan saja untuk bertahan dan mempunyai semangat hidup.
Cerpen ini mengingatkan kita bahwa terkadang, niat baik itu datang terlambat. Orang yang dulu pernah kita anggap kuat, kini kita pandang dengan kasihan. Padahal mereka hanya butuh diperlakukan dengan hormat, bukan iba.
Nun adalah gambaran orang yang pernah berarti bagi banyak orang, tapi akhirnya harus bertahan sendiri. Ia tidak mengemis cinta, tidak minta dikasihani. Tapi ia ingin dimengerti, meski sedikit saja. Dan angin yang terus bertiup dari gunung, seolah jadi saksi semua yang datang, pada akhirnya akan pergi. Tapi tidak semuanya bisa kembali seperti dulu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
