Antara Surga dan Realita: Kritik Sosial dalam Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Sastra | 2025-05-21 16:58:11
Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah salah satu karya sastra Indonesia yang paling tajam dalam mengkritik masyarakat religius yang abai terhadap tanggung jawab sosial. Cerita ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1956, sebuah periode pasca-kemerdekaan Indonesia yang diwarnai dengan gejolak sosial, politik, dan pencarian identitas nasional. Navis, dengan gaya satir dan ironis, menyuguhkan potret masyarakat yang secara lahiriah religius, namun secara batiniah menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan sejati. Cerpen ini bukan hanya menggugat peran agama dalam kehidupan sosial, tetapi juga membuka diskusi tentang relasi antara spiritualitas dan tanggung jawab sosial di tengah bangsa yang sedang membangun.
Cerpen ini menyimpan kritik sosial yang sangat tajam terhadap pola pikir keagamaan yang hanya fokus pada akhirat dan melupakan dunia. A.A. Navis ingin menunjukkan bahwa keberagamaan yang tidak menyentuh realitas sosial adalah bentuk spiritualitas yang mandul. Melalui tokoh kakek, Navis mengkritik mereka yang menjadikan agama sebagai pelarian dari tanggung jawab sosial.
Tokoh pemuda dalam cerita adalah representasi suara nalar kritis dalam masyarakat. Ia tidak anti-agama, tetapi mempertanyakan makna ibadah yang tidak berdampak pada realitas sosial. Kehadirannya menjadi pengganggu bagi kenyamanan batin tokoh kakek yang telah lama hidup dalam zona aman religiusitasnya. Konfrontasi antara si pemuda dan si kakek adalah simbol benturan antara agama normatif dengan agama substantif.
Tuhan dalam cerita ini pun digambarkan dengan cara yang tidak lazim: bukan sebagai entitas yang memaafkan secara otomatis, tetapi sebagai hakim moral yang menuntut tanggung jawab sosial. Ini merupakan bentuk satire terhadap doktrin agama yang menekankan ibadah ritual namun melupakan etika sosial.
Cerpen ini lahir dalam konteks Indonesia pasca-kemerdekaan, ketika masyarakat mulai terjebak dalam euforia religius dan ideologi, namun banyak melupakan persoalan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan yang nyata. A.A. Navis sebagai intelektual Minangkabau melihat bagaimana agama yang seharusnya menjadi alat pembebas justru dijadikan alat pelarian. Kritik ini menjadi sangat relevan hingga hari ini, ketika isu spiritualitas sering kali tidak sejalan dengan keadilan sosial.
Robohnya Surau Kami adalah sebuah karya sastra yang menggugat nurani pembaca, apakah keberagamaan kita mendorong kita untuk peduli kepada sesama, atau justru menjauhkan kita dari realitas? Cerpen ini mengajarkan bahwa ibadah sejati tidak cukup hanya dengan doa dan zikir, melainkan juga harus diwujudkan dalam aksi sosial yang nyata. A.A. Navis dengan brilian menyajikan cerita yang pendek namun penuh makna, mengajak kita untuk merenung tentang makna spiritualitas yang sejati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
