Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ainur Roviq

Blackbox dalam Era Digital: Antara Keterbukaan dan Ketidakpastian

Teknologi | 2025-05-20 20:22:41

Oleh:

Jegez Apriliani Pane, Rahma Brillianti Kandila, Bunga Zahera Kinaniya, Dhea Citra

Ramadhani, Cynthia Aulia Noorrahmasari, Bagas Nur Hanavi, Ainur Roviq

Pendahuluan

Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, istilah blackbox atau "kotak hitam"

semakin banyak diperbincangkan, terutama terkait dengan kecerdasan buatan (AI), algoritma

media sosial, dan sistem digital tertutup lainnya. Blackbox menggambarkan sistem di mana

input dan outputnya terlihat, tetapi mekanisme internalnya tidak diketahui atau sengaja

disembunyikan. Saat ini, istilah ini menjadi simbol penting untuk mendiskusikan cara kerja

teknologi yang kita gunakan sehari-hari secara tertutup—serta bagaimana hal tersebut

menimbulkan masalah tentang keterbukaan dan ketidakpastian.

Asal Mula dan Pengertian Konsep Blackbox

Konsep blackbox berasal dari bidang teknik dan sains, di mana sebuah alat atau

sistem diuji tanpa pengetahuan tentang cara kerja di dalamnya. Selama input menghasilkan

output yang sesuai, proses di balik layar dianggap kurang penting. Namun, dalam konteks

digital saat ini, pandangan ini tidak lagi mencukupi. Saat algoritma menentukan konten yang

kita lihat di media sosial, menghitung skor kredit, atau memutuskan tindakan sistem AI di

bidang kesehatan dan hukum, ketidaktahuan publik tentang proses internal menjadi masalah

yang serius.

Era Digital dan Meningkatnya Ketertutupan Sistem

Banyak sistem digital modern—terutama yang berbasis pada pembelajaran mesin dan

pembelajaran mendalam—memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, sehingga sulit

dijelaskan bahkan oleh para penciptanya. Model seperti jaringan saraf sering mengeluarkan

keputusan yang tidak bisa dijabarkan secara logis. Hal ini menimbulkan fenomena yang

dikenal dengan "ketertutupan AI. "

Selain itu, perusahaan teknologi besar sering kali menyembunyikan rincian algoritma

mereka demi kepentingan bisnis atau keamanan. Ini memperburuk ketidakpastian dan

menimbulkan kesenjangan pengetahuan antara pengguna dan pengembang sistem.

Dampak Sosial dan Etis

Ketika sistem blackbox diterapkan dalam bidang-bidang krusial seperti keuangan,

pendidikan, atau penegakan hukum, ketertutupan ini dapat menyebabkan diskriminasi

algoritmik, ketidakadilan, serta hilangnya akuntabilitas. Contohnya, jika seseorang ditolak

untuk mendapatkan kredit atau pekerjaan berdasarkan keputusan algoritma yang tidak jelas,

siapa yang harus bertanggung jawab?

Dalam hal ini, blackbox bukan hanya masalah teknis, tetapi juga tantangan etis dan

politik. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui keputusan yang diambil oleh teknologi,

serta proses dan alasan di balik keputusan tersebut.

Mendorong Keterbukaan dan Akuntabilitas

Untuk menghadapi tantangan ini, beberapa pendekatan telah muncul, seperti:

Kecerdasan Buatan yang Dapat Dijelaskan (XAI): usaha untuk membuat sistem AI lebih

mudah dipahami oleh manusia. Audit algoritmik: pemeriksaan independen terhadap sistem

untuk mengungkap adanya bias atau kesenjangan. Regulasi: seperti yang diadakan oleh Uni

Eropa melalui GDPR dan AI Act, yang mendorong keterbukaan dalam sistem otomatisasi.

Namun, tantangannya tetap besar. Keterbukaan tidak hanya soal memberikan akses ke

kode sumber, tetapi juga berkaitan dengan konteks sosial, politik, dan ekonomi di mana

teknologi tersebut diterapkan.

Simpulan

Blackbox dalam konteks digital mencerminkan kontradiksi zaman kita: di satu sisi,

kita memiliki teknologi yang sangat maju, di sisi lain, kita kehilangan kendali dan

pemahaman akan teknologi tersebut. Ketika ketertutupan sistem berpengaruh pada kehidupan

sehari-hari miliaran orang, urgensi untuk menciptakan sistem yang transparan, etis, dan

akuntabel semakin mendesak.

Masa depan digital tidak hanya berkaitan dengan inovasi dalam teknologi, tetapi juga

melibatkan keberanian untuk menuntut transparansi dan keadilan di dalamnya. Di dunia di

mana algoritma dapat mengatur segalanya, memahami "isi kotak hitam" bukan lagi sebuah

opsi—tetapi sudah menjadi suatu keharusan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image