Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Alih Fungsi Lahan ala Kapitalisme Mencari Keuntungan

Politik | 2025-05-20 15:48:23

Oleh Santy Mey

Aktivis Muslimah

Kecaman dari Bupati Bandung Dadang Supriatna terhadap alih fungsi lahan yang terjadi di Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tidak serta merta dapat menghentikan isu tersebut, tersebab lahan telah dibabat dan dikonversi menjadi lahan pertanian sayuran. (Kompas.com, 22-4-2025)

Meski Dadang Supriatna, telah menegaskan bahwa alih fungsi lahan secara ilegal tidak dapat dibenarkan, tetapi hal tersebut tidak dapat dihindarkan terjadi dan tetap saja terjadi. Menurut kabar yang beredar tindakan alih fungsi lahan yang dilakukan secara ilegal tersebut melibatkan sekelompok orang yang memanfaatkan lahan perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) regional I Jawa Barat.

Bahkan, praktik alih fungsi lahan yang dilakukan secara terus-menerus yang katanya untuk pariwisata ataupun pertanian dengan dalih meningkatkan ekonomi masyarakat. Padahal, sejatinya tindakan tersebut justru memenuhi kerakusan para kapital besar. Mereka para oligarki yang tidak bertanggung jawab, mempunyai tujuan untuk mengeruk keuntungan.

Alhasil, masyarakat setempat hanya mendaparkan keuntungan-keuntungan kecilnya saja, seperti jasa parkir, buka warung ditempat wisata dan lain sebagainya. Tetapi, justru dampak negatif dari pengalihan fungsi dan kerugianlah yang akan dirasakan masyarakat seperti banjir yang sering melanda.

Pada dasarnya, dalam sistem kapitalis tidak ada rumusan untuk memperhatikan hidup masyarakat banyak. Karena, sejatinya para penguasa hanya mengutamakan kepentingan para kapital yang dinilai dapat menghasilkan materi dengan keuntungan yang banyak.

Padahal, kalau kita perhatikan alih fungsi lahan yang dilakukan secara ilegal dipandang meresahkan bagi masyarakat setempat. Betapa tidak, para pemetik teh sudah kehilangan pekerjaannya belum lagi, masyarakat setempat tidak dapat lagi melihat pemandangan kebun teh yang hijau dan tidak dapat lagi merasakan nikmatnya udara segar dari perkebunan teh.

Belum lagi, jika dari hasil penelusuran didapati bahwa ada pihak-pihak tertentu yang melakukan alih fungsi lahan tanpa izin melalui birokrat setempat. Disini tentunya hanya akan menguntungkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab saja, yang melakukannya semata-mata demi uang.

Berbeda halnya, dengan sistem Islam yang paripurna, memiliki aturan hakiki yang bersumber dari Sang Khalik Allah SWT. Dalam sistem Islam, mengenai pengalihan fungsi lahan bisa saja dilakukan, tetapi dengan alasan yang pasti untuk kemaslahatan umat, bukan merusak lahan tapi untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Sementara, dalam urusan tata kelola pun Islam mengatur dengan sangat teliti, apalagi lahan yang jumlahnya besar, seperti tanah perkebunan tidak boleh dikelola oleh segelintir orang yang hanya akan memperkaya diri saja. Sementara, masyarakat kecil akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam sistem Islam, penguasa bukan sebagai regulator, tidak hanya sekadar mengeluarkan izin untuk pihak swasta dalam mengelola lahan besar, tetapi juga mengatur mana lahan milik umum, negara dan individu. Sehingga, tidak akan terjadi penguasaan tanah milik umum oleh individu atau kelompok tertentu.

Negara Islam, memiliki landasan pengelolaan dengan tidak menjadikan keuntungan sebagai tujuan utam. Tetapi, pengaturan dilakukan betul-betul dengan cara yang makruf, semata-mata bertujuan hanya untuk kemaslahatan masyarakat. Sehingga, kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Sebagaimana, firman Allah SWT dalam Surat al-Anbiya' ayat 107: ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan liralamin).”

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image