Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rosita Amelia

Transformasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis dan Kritis

Sekolah | 2025-05-20 15:32:01
Sumber: Dokumen Pribadi

"Teknologi adalah tools, hanya suatu alat. Bukan segalanya. Kualitas pembelajaran dalam kelas, interaksi antara guru dan murid itu esensinya." -Nadiem Makariem

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam pembangunan suatu bangsa. Di Indonesia, kurikulum sebagai salah satu instrumen pendidikan telah mengalami berbagai perubahan seiring perkembangan zaman. Transformasi kurikulum tidak hanya mencerminkan adaptasi terhadap dinamika sosial, politik, dan ekonomi, tetapi juga menggambarkan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Artikel ini bertujuan untuk meninjau secara historis dan kritis perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia sejak masa kemerdekaan hingga era Kurikulum Merdeka saat ini.

1. Latar Belakang Historis Kurikulum di Indonesia

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem pendidikan nasional telah mengalami berbagai fase transformasi kurikulum. Kurikulum pertama kali diperkenalkan pada tahun 1947 dengan nama "Rencana Pelajaran 1947". Kurikulum ini masih sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda, dan fokus utamanya adalah pada pendidikan dasar serta pembentukan karakter nasional.

Kurikulum 1952 kemudian memperkenalkan pendekatan yang lebih sistematis dengan penekanan pada hubungan antara isi pelajaran dan kehidupan sehari-hari. Ini dilanjutkan dengan Kurikulum 1964 yang bertujuan membentuk "manusia Pancasilais" melalui penekanan pada pendidikan moral dan spiritual.

Era Orde Baru membawa perubahan besar dengan diperkenalkannya Kurikulum 1968 yang menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kurikulum ini kemudian direvisi menjadi Kurikulum 1975 yang mulai menggunakan pendekatan sistem instruksional dan perencanaan pembelajaran yang lebih terstruktur.

2. Kurikulum di Era Reformasi

Setelah runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang membawa semangat demokratisasi dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan. Kurikulum 1994 dan revisinya pada tahun 1999 mencerminkan upaya untuk memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam mengembangkan pembelajaran.

Pada tahun 2004, pemerintah meluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menjadi tonggak penting dalam perubahan paradigma pendidikan dari berorientasi isi (content-based) ke berorientasi kompetensi (competency-based). KBK bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata.

Transformasi ini dilanjutkan dengan Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberi kebebasan lebih besar kepada sekolah dan guru dalam merancang kurikulum sesuai konteks lokal masing-masing. KTSP menekankan pentingnya peran guru sebagai perancang utama pembelajaran.

3. Kurikulum 2013 dan Tantangannya

Kurikulum 2013 (K-13) diluncurkan sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat pendidikan karakter dan meningkatkan daya saing global. K-13 menekankan pada pendekatan ilmiah (scientific approach), penilaian autentik, serta integrasi antara sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Namun, implementasi K-13 menghadapi berbagai tantangan, seperti kesiapan guru, ketersediaan buku dan sumber belajar, serta resistensi dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan. Selain itu, kebijakan yang sering berubah-ubah juga mengakibatkan ketidakstabilan dalam pelaksanaan kurikulum.

4. Kurikulum Merdeka: Sebuah Langkah Inovatif?

Kurikulum Merdeka yang mulai diimplementasikan secara bertahap sejak 2022 merupakan respons terhadap kebutuhan pembelajaran yang lebih fleksibel dan kontekstual, terutama setelah pandemi COVID-19. Kurikulum ini memberi kebebasan lebih besar kepada guru dan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa.

Fokus utama Kurikulum Merdeka adalah pada penguatan profil pelajar Pancasila, pembelajaran berbasis proyek, dan pengembangan kompetensi esensial. Kurikulum ini juga mengedepankan pembelajaran yang diferensiatif dan berpusat pada siswa.

Meskipun banyak pihak menyambut baik Kurikulum Merdeka, tantangan dalam implementasinya tetap ada, termasuk pelatihan guru, pengembangan materi ajar, dan dukungan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi berkelanjutan dan keterlibatan aktif semua pihak untuk memastikan keberhasilan transformasi ini.

5. Tinjauan Kritis: Problematika dan Harapan

Transformasi kurikulum di Indonesia menunjukkan adanya dinamika yang kompleks. Di satu sisi, perubahan kurikulum mencerminkan kemajuan dan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Namun di sisi lain, perubahan yang terlalu sering dan tidak disertai persiapan yang matang justru dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan.

Beberapa masalah yang masih mengemuka antara lain:

a. Kurangnya pelatihan dan pendampingan bagi guru

b. Ketimpangan sarana dan prasarana antar daerah

c. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi kurikulum

Untuk itu, perlu pendekatan yang lebih partisipatif dan berkelanjutan dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi kurikulum harus melibatkan guru, siswa, orang tua, serta pakar pendidikan untuk mendapatkan masukan yang komprehensif.

Kesimpulan

Transformasi kurikulum pendidikan di Indonesia merupakan proses panjang yang mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya bangsa. Setiap kurikulum memiliki konteks historis dan tantangannya masing-masing. Kurikulum Merdeka sebagai transformasi terbaru menawarkan harapan baru dalam mewujudkan pendidikan yang relevan dan bermakna.

Namun demikian, keberhasilan transformasi kurikulum sangat bergantung pada komitmen semua pihak, terutama dalam meningkatkan kualitas guru, menyediakan sumber daya yang memadai, dan menciptakan sistem evaluasi yang adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia dapat menjadi motor penggerak kemajuan bangsa di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image