Socrates, dan Temperamental Kasar Seseorang
Pendidikan dan Literasi | 2025-05-15 09:01:58
Oleh: Dr. Heru Siswanto, M. Pd.I*
Kehidupan di tengah masyarakat tentunya banyak keunikan yang kita temui. Terutama keunikan karakter atau sikap yang dimiliki setiap warga masyarakat. Mulai dari ada yang berkarakter sopan, santun, bijak, kasar, mudah tersinggung, maupun mudah terbakar emosinya dan seterusnya.
Terkait karakter yang tersebutkan di atas, sangat menentukan perubahan peradaban di masyarakat. Akan menjadikan masyarakat lebih maju atau malah sebaliknya, mundur secara teratur....he.he.he
Terkhusus karakter yang kasar, mudah tersinggung, maupun mudah terbakar emosinya perlu untuk diwaspadai secara seksama. Tujuannya adalah agar tidak membawa kerusakan tatanan kehidupan masyarakat dikemudian harinya.
Hal ini mengingatkan kita pada kehidupan seorang filosof, bernama Socrates. Semasa hidupnya ia bertemu dengan berbagai kalangan masyarakat dengan keunikan karakternya. Termasuk dengan mereka yang berkarakter kasar sekali. Dan, Socrates sendiri punya teknik yang sangat ampuh untuk menghadapi orang yang berkarakter kasar tersebut.
Bahkan menjadi suatu ciri khas tersendiri bagi mereka yang berkarakter kasar, selama terjadi pertengkaran, beberapa dari mereka mulai berteriak bukan karena mereka benar, akan tetapi karena mereka kehabisan ide dan nalarnya terhenti. Hal ini terdengar sangat familiarkan?
Ada suatu cerita yang cukup menarik perhatian dan bisa kita ambil sebagai pelajaran memaknai hidup. Suatu hari, Socrates diserang oleh seorang pria dengan karakter yang
kasar, mudah tersinggung, mudah terbakar emosinya, agresif, dan sangat tidak sopan terhadapnya.
Pria tersebut, tidak hanya tidak setuju terhadap suatu pendapat filosof tersebut. Dia menghina dan bahkan mempermalukan filosof dihadapan banyak orang.
Lalu bagaimana tanggapan Socrates? Justru dia tidak bereaksi, tidak berteriak, tidak menghina, tidak membalasnya sama sekali.
Melihat hal itu, ada salah satu muridnya, yang terkejut dengan ketenangannya. Lalu ia bertanya kepada Socrates:"Guru, mengapa Anda tidak menanggapinya? "Socrates menjawab dengan tenangnya: "Jika seekor keledai menendang saya, apakah saya akan membawanya ke pengadilan?"
Untaian kalimat tunggal tersebut mengandung pelajaran abadi karena sarat dengan makna kehidupan. Bahwa "orang bijak tidak pernah merendahkan diri ke level orang bodoh." Kita harus selalu ingat, terkadang diam bukanlah kelemahan, namun itu adalah suatu "keanggunan" dan diam bukan pula suatu penghindaran akan tetapi suatu "kekuatan besar."
Dan, bukan kebetulan pula bahwa kata keanggunan berasal dari bahasa Latin electrum yang berarti "cahaya."
Dalam kampus kehidupan, orang yang benar-benar elegan adalah bukanlah orang-orang yang selalu mengenakan pakaian desainer dengan mewahnya pernak-pernik.
Akan tetapi orang benar-benar elegan adalah orang yang tahu bagaimana membawa dirinya dalam sisi kehidupan. Yakni kapan mereka harus berbicara, dan kapan mereka harus diam atau bahkan pergi. Demi menemukan kehidupan yang penuh makna kian membahana.
Semoga Bermanfaat.....
*Ketua Program Studi dan Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Sidoarjo; Dosen PAI-Terapan Poltek Pelayaran Surabaya; Pengasuh Balai Peduli Pendidikan Indonesia; Pengurus Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama PCNU Sidoarjo; Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama MWCNU Krembung.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
