Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Umar Wachid B. Sudirjo

Masa Depan Televisi, Smartphone, dan Media Sosial: Saatnya Pisahkan Fungsi, Kembalikan Kendali

Teknologi | 2025-05-13 00:58:47

Oleh: Umar Wachid B. Sudirjo

Dalam lima tahun ke depan, televisi bukanlah barang mati yang usang ditinggal zaman. Ia justru berpotensi menjadi pusat kendali rumah tangga dalam menghadirkan konten bermutu dan terverifikasi. Namun, eksistensi televisi sangat bergantung pada kesediaannya beradaptasi dengan dua kutub utama media digital masa kini: smartphone dan media sosial.

Televisi: Dari Penonton Pasif Menuju Layar Kendali Utama

Hari ini, televisi bersaing ketat dengan gawai dalam hal menyajikan konten hiburan. Namun ke depan, televisi bukan lagi tentang siaran pasif. Ia akan berubah menjadi hub visual utama, menyajikan berbagai jenis konten dari berbagai platform — termasuk konten yang sebelumnya hanya tersedia di smartphone. Proses ini sudah dimulai melalui teknologi screen mirroring, Chromecast, dan smart TV, namun akan berkembang lebih jauh menjadi sistem yang saling terhubung antarperangkat.

Peran televisi ke depan akan makin strategis bila mampu menjalin sinergi dengan industri smartphone, bukan justru bersaing dengannya. Dengan begitu, televisi bukan sekadar layar besar, tetapi portal utama konsumsi konten di rumah — dari hiburan, pembelajaran, hingga komunikasi jarak jauh.

Smartphone Tak Akan Gantikan TV, Tapi Akan Masuk ke Dalam Tubuh

Berbeda dengan anggapan umum, smartphone tidak akan menggantikan televisi, tetapi justru akan berevolusi. Di masa depan, gawai mungil ini kemungkinan besar tidak lagi kita genggam. Ia akan ditanam — secara harfiah — ke dalam tubuh manusia dalam bentuk chip implan yang fungsinya murni sebagai alat komunikasi jarak jauh. Teknologi seperti Brain-Computer Interface (BCI) telah menuju ke arah ini, dan cepat atau lambat akan hadir dalam bentuk yang lebih umum digunakan publik.

Implan ini tidak menyajikan hiburan atau visual, tidak untuk menonton, bermain media sosial, atau menyerap konten. Ia semata menjadi jembatan komunikasi antarindividu, menggantikan kebutuhan fisik terhadap perangkat genggam.

Media Sosial Perlu Dibatasi: Hanya Bisa Diakses via Laptop

Dampak negatif media sosial terhadap produktivitas, konsentrasi, bahkan kesehatan mental, sudah terlalu lama dibicarakan tanpa solusi konkret. Pembatasan konten negatif hanya melalui UU ITE terbukti terlalu mudah dibobol. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih tepat adalah pemisahan fungsi alat.

Salah satunya adalah dengan hanya memperbolehkan aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, atau TikTok diakses melalui perangkat laptop atau netbook — bukan smartphone. Tujuannya bukan meniadakan media sosial, melainkan mengatur kapan dan bagaimana ia diakses. Ini adalah strategi pembatasan tanpa melanggar hak asasi pengguna, sekaligus mendorong penggunaan gawai yang lebih produktif.

Regulasi Perangkat, Bukan Hanya Konten

Selama ini, pemerintah dan lembaga hanya sibuk memblokir konten. Kenyataannya, jutaan situs berbahaya tetap dapat diakses dengan mudah, cukup menggunakan VPN atau situs mirroring. Sudah saatnya pendekatan dibalik: atur perangkatnya, bukan hanya kontennya.

Contoh sederhananya, gawai anak-anak hanya boleh mengakses konten yang bersifat edukatif dan tidak bisa digunakan untuk mengunduh aplikasi lain. Atau, perangkat khusus kerja yang otomatis memblokir akses ke media sosial di luar jam tertentu.

Dengan membedakan jenis alat berdasarkan fungsi, kita tidak hanya mengontrol akses — tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi industri elektronik untuk menghadirkan alat-alat yang sesuai dengan kebutuhan era digital yang sehat dan produktif.

Menyambut Era Pemisahan Fungsi Digital

Dunia digital kita hari ini terlalu padat, terlalu cepat, dan terlalu bebas. Akibatnya, manusia terjebak dalam siklus konsumsi informasi yang tidak produktif, bahkan merusak.

Pemisahan fungsi perangkat — TV untuk konten, chip untuk komunikasi, dan laptop untuk media sosial — bukan sekadar impian futuristik. Ini adalah bentuk tanggung jawab etis dan teknologis untuk mengembalikan kendali teknologi ke tangan manusia, bukan sebaliknya.

Sudah saatnya kita berhenti menyesuaikan diri dengan perangkat, dan mulai mendesain perangkat yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image