Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asrul Putra Bastari

Manifesto: Menyongsong Era Rasionalitas dan Keterbukaan

Politik | 2025-05-09 08:23:49
Suara masyarakat perlu dilepaskan dari belenggu kefanatikan

Di tengah kebisingan dunia yang semakin terpolarisasi, kita, sebagai bangsa, dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana mempertahankan kemajuan tanpa terjebak dalam belenggu kefanatikan.

Indonesia, sebagai negara dengan berbagai agama, suku, dan budaya, harusnya menjadi bukti bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan kekuatan. Namun kenyataannya, kita sering kali terjebak dalam konflik-konflik yang justru muncul dari ketidakmampuan kita untuk membuka pikiran dan berbicara dengan hati yang rasional.

Kefanatikan: Katalisator Kekerdilan Pikiran

Fanatisme agama dan identitas sering kali datang dalam bentuk yang tampak suci, namun dalam kenyataannya, ia meredupkan cahaya nalar. Dalam banyak hal, kita dipaksa untuk menerima kebenaran yang tidak pernah bisa dipertanyakan, karena keterikatan kita pada dogma yang diwariskan. Kefanatikan bukan hanya mengancam kebebasan berpikir, tapi juga merusak ikatan sosial yang seharusnya kita jalin dalam rasa saling menghargai.

Ketika individu lebih mendewakan ideologi tertentu, dia kehilangan kemampuannya untuk menerima perbedaan. Ketika kita terlalu sering mendengarkan suara-suara yang membenarkan tindakan tanpa pertimbangan, kita mengorbankan kemajuan kita sebagai bangsa.

Menciptakan Ruang untuk Berpikir Kritis dan Bebas

Perubahan bukanlah hal yang datang secara tiba-tiba. Itu adalah hasil dari kebijakan yang bijak, dari masyarakat yang siap membuka pikiran, dan dari keberanian untuk mempertanyakan apa yang dianggap benar.

Kita membutuhkan kebijakan yang memungkinkan setiap individu berkembang tanpa rasa takut akan dikucilkan. Pendidikan harus mengajarkan lebih dari sekadar keterampilan teknis; ia harus mengajarkan nilai-nilai keterbukaan, empati, dan kemampuan berpikir kritis. Kita tidak membutuhkan guru yang hanya mengajarkan satu kebenaran, tetapi guru yang mendorong kita untuk menemukan kebenaran itu sendiri.

Sistem yang Bersih dari Kepentingan Kelompok

Indonesia harus membebaskan diri dari belenggu organisasi-organisasi yang hanya melayani kepentingan sektarian. Kita harus mengutamakan kepentingan rakyat, bukan segelintir kelompok yang merasa memiliki suara lebih besar. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai mengurangi pengaruh ormas dalam pembuatan kebijakan publik. Kebijakan tidak seharusnya diambil berdasarkan tekanan dari kelompok mana pun, melainkan berdasarkan apa yang terbaik untuk masyarakat banyak.

Rakyat yang Berdaya: Kunci untuk Kemajuan

Keterlibatan rakyat dalam pengambilan kebijakan harus menjadi dasar. Referendum publik, ruang diskusi terbuka, dan mekanisme transparansi yang melibatkan suara-suara dari berbagai lapisan masyarakat harus menjadi bagian dari sistem kita. Hanya dengan itu kita bisa mencapai keadilan sosial yang sejati, tanpa ada satu pun kelompok yang merasa terpinggirkan.

Kita harus memastikan bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari kesetaraan manusia. Gelar, kedudukan, dan status sosial harus diletakkan di tempat yang tepat, di ranah pribadi, bukan di ranah publik. Agar semua bisa berbicara dengan suara yang sama.

Penutup: Menatap Masa Depan dengan Akal Sehat

Ini bukan sekadar tentang perubahan kebijakan. Ini tentang perubahan cara kita berpikir dan berinteraksi sebagai manusia. Kita punya kemampuan untuk lebih dari sekadar mengikuti tradisi, kita punya kemampuan untuk berpikir, untuk berinovasi, untuk maju bersama.

Indonesia harus bangkit dari kebekuan. Kita bisa membentuk sebuah masyarakat yang berlandaskan pada pemikiran rasional dan empati, yang terbebas dari belenggu kefanatikan. Masyarakat yang bergerak maju dengan tekad untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan, bukan untuk menaklukkan satu sama lain.

Ayo, mulai berpikir dengan cerdas dan rasional. Maju bersama, bukan untuk memperjuangkan satu kelompok, tetapi untuk kebaikan seluruh bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image