Urusan Resmi Tidak Semudah Membuat Akun Media Sosial
Politik | 2025-05-08 09:06:04
Penuli: Ade Nur Komalasari (Mahasiswa Universitas Pamulang Serang Program Studi Administrasi Negara) Angga Rosidin, S.I.P., M.A.P(Dosen Pengampu)Zakaria Habib Al-Ra’zie, S.I.P., M.A.P(Kaprodi Program Studi Administrasi Negara)
Di era digital saat ini, proses pembuatan akun media sosial dapat diselesaikan dalam waktu lima menit: mengisi nama, nomor telepon, membuat kata sandi, dan selesai. Namun, mengapa ketika pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupaya untuk mengurus izin usaha, mereka harus menghadapi tumpukan berkas, antrean panjang, dan birokrasi yang rumit? Kenyataan ini membuat banyak pelaku usaha kecil memilih untuk tidak mengurus izin dan tetap beroperasi tanpa legalitas. Padahal, legalitas sangatlah penting untuk mengembangkan usaha ke tingkat yang lebih tinggi.
Proses perizinan yang lambat dan berbelit menjadi salah satu hambatan utama bagi pertumbuhan UMKM di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, lebih dari 60% UMKM belum memiliki legalitas usaha dikarenakan prosedur yang dianggap menyulitkan (Kemenkop UKM, 2022). Hal ini sangat disayangkan, mengingat UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB nasional. Jika pengurusan izin saja sudah membuat mereka mundur, bagaimana kita dapat berharap ekonomi rakyat dapat tumbuh dan bertahan?
Pendapat saya sederhana: pembangunan kelembagaan harus diarahkan untuk mendukung kemudahan dalam berusaha, khususnya bagi pelaku UMKM. Lembaga yang bertanggung jawab terhadap perizinan seharusnya bertransformasi menjadi institusi yang cepat, transparan, dan ramah pengguna, mirip dengan aplikasi digital yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Jangan sampai kantor pelayanan justru menjadi sumber stres akibat syarat yang tumpang tindih dan sistem yang tidak terintegrasi antara instansi.
Faktanya, reformasi birokrasi telah sering dipromosikan, namun di lapangan masih banyak dihadapi hambatan teknis. Contohnya, sistem OSS (Online Single Submission) yang seharusnya mempermudah, masih dianggap rumit oleh banyak pelaku usaha kecil. Studi oleh Fitriani dan Fitrani (2021) dalam Jurnal Administratie: Public Policy and Management menyebutkan bahwa kurangnya pendampingan serta literasi digital menjadi hambatan utama bagi pelaku UMKM dalam memanfaatkan sistem perizinan online.
Selain itu, budaya birokrasi yang terlalu formal dan infleksibel menjadikan layanan publik terasa jauh dari masyarakat kecil. Dalam opini yang dimuat oleh The Conversation Indonesia (2022), dijelaskan bahwa pelaku UMKM sering kali tidak mengetahui dari mana harus memulai dan ke mana harus pergi saat ingin mengurus izin. Akibatnya, banyak yang menyerah di tengah jalan atau memilih "jalan belakang". Hal ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi pelayanan publik yang selama ini digembor-gemborkan oleh pemerintah.
Pembangunan kelembagaan seharusnya tidak berhenti pada peluncuran aplikasi atau regulasi baru. Yang paling penting adalah perubahan pola pikir dan sistem kerja lembaga itu sendiri. Jika ingin mempermudah urusan resmi, maka lembaga harus melayani dengan kecepatan, kejelasan, dan tanpa diskriminasi, layaknya aplikasi digital. Tidak seharusnya ada meja-meja yang tidak terlihat, proses yang tidak transparan, atau "biaya tambahan" yang tidak resmi.
Pemerintah telah melakukan beberapa upaya, seperti penerapan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai izin usaha dasar yang dapat diakses secara online. Namun, menurut survei LPEM UI tahun 2023, sekitar 45% UMKM masih menghadapi kesulitan dalam mendaftarkan NIB karena kendala teknis dan minimnya pendampingan di tingkat daerah. Ini menandakan bahwa pembangunan kelembagaan harus didorong sampai tingkat pelaksana, dan bukan hanya berhenti pada kebijakan pusat.
Apabila lembaga-lembaga negara mampu merancang sistem yang ramah dan mudah diakses layaknya platform media sosial, maka tidak hanya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang akan memperoleh manfaat, tetapi juga negara secara keseluruhan. Peningkatan legalitas yang tinggi berpotensi memperbesar penerimaan pajak, menciptakan iklim usaha yang sehat, serta membuka akses bagi UMKM untuk memperoleh pembiayaan dari sumber formal. Dengan demikian, pembangunan ekonomi tidak akan menjadi milik eksklusif para pengusaha besar, melainkan juga dapat dirasakan oleh masyarakat kecil yang berada di desa-desa dan pinggiran kota.
Sebagai penutup, mari kita merenungkan hal ini: jika pembuatan akun TikTok dapat diselesaikan dalam waktu lima menit, mengapa pengurusan izin usaha harus memakan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu? Ini bukan sekadar persoalan teknologi, melainkan terkait dengan kemauan untuk memperbaiki kelembagaan sehingga lebih berpihak kepada masyarakat. Dalam konteks pembangunan kelembagaan, hal yang terpenting bukanlah siapa yang memiliki kekuasaan tertinggi, melainkan siapa yang paling mampu memberikan pelayanan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
