Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agus Budiana

Politisasi Komunikasi di Ruang Publik

Kolom | 2025-05-06 13:25:33
Ilustrasi : diskusi isu-isu publik di ruang publik (Sumber : Freepik)

Setiap orang membutuhkan komunikasi, setiap orang pula menjadikan komunikasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup. Semuanya akan hidup karena komunikasi. Suasana adem, damai sampai harmoni semuanya adalah karena komunikasi, begitupula benda-benda yang ada disekeliling kita, apabila tidak kita gunakan melalui komunikasi untuk kepentingan hidup manusia, benda itu hanyalah seonggok benda mati seolah tidak berguna begitu saja.

Dalam lingkup yang lebih besar, tidak jarang pula peperangan yang terjadi antar negara, semuanya berawal dari komunikasi. Sayang karena kepentingan egonya yang besar saling mempertahankan prinsip hidupnya masing-masing, sehingga komunikasi yang pada awalnya untuk menciptakan pemahaman, semuanya jadi tertutup yang hadir adalah kegaduhan, keributan bahkan sampai peperangan sekalipun. ( persoalan-persoalan tersebut dapat pula terjadi dalam kehidupan apa saja, dimana manusia ada dan hadir dalam keberadaan dirinya dalam kehidupan).

Pada dasarnya manusia berkomunikasi menginginkan kesamaan makna baik yang disampaikan maupun yang diterima, semuanya dilakukan oleh aktor-aktor komunikasi yang terlibat, komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima pesan). Sehingga akan mendapatkan saling pengertian. Dari pengertian itulah semuanya akan mempunyai kesamaan pandangan pada kekuatan untuk saling memahami dalam hidup.

Proses komunikasi secara normatif adalah, bagaimana seorang komunikator menyampaikan pikiran dan perasaan dalam benak berupa pesan untuk disampaikan pada komunikan, dengan tujuan untuk merubah sikap, pendapat dan perilaku. Harapannya komunikan yang mau menerima dan memahami pesan dari komunikator untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam suatu sikap berupa tindakan, yang saling menguntungkan kedua belah pihak. ( proses komunikasi dimaksud dilakukan baik secara interpersonal, kelompok maupun bermedia).

Hal-hal ideal mengenai komunikasi diatas, tidak selamanya akan berjalan dengan baik dan mulus. Sering terjadi dinamika didalamnya yaitu ketika ragam nilai kepentingan dari setiap manusia berbeda, satu sama lain mempunyai agenda dan kepentingan-kepentingan tujuan hidupnya, baik secara individu maupun kelompok. Nilai kepentingan ini biasanya terkait dengan nilai-nilai ideologi (sistem kepecayaan dalam prinsip hidup) yang melekat dan menjadi rujukan hidup masing-masing manusia,

Realitasnya dapat terlihat dalam keseharian, ketika si fulan A sedang ngobrol warung kopi di pojok jalan dengan dua temannya, gebrakan gubernur Jabar yang memasukan anak-anak bermasalah ke barak militer. Fulan B menanggapi dengan santai, program ini bisa saja sebagai kendaraan promosi politiknya kang Dedi untuk berkontestasi di tahun 2029 sebagai R1. Dari dialog tersebut terlihat bahwa, proses komunikasi pada awalnya datar-datar saja, namun bisa berubah menjadi politisasi komunikasi. Ketika seseorang yang mempunyai kepercayaan dan keyakinan nilai-nilai hidup berorientasi pada politik, mengarahkan topik pembicaraan ke hal-hal politik. Mengapa hal ini kerap terjadi dalam kehidupan sosial ? Karena setiap manusia mempunyai sudut pandang yang berbeda berdasarkan : pengetahuan, wawasan dan pengalaman hidup yang dialaminya, termasuk dalam hal ini nilai-nilai ideologi yang dianutnya.

Fakta politisasi komunikasi

Politisasi komunikasi diruang publik akan terjadi ketika isu-isu publik yang sedang menjadi perhatian masyarakat, dikomunikasikan melalui pesan, bahasa, lambang, simbol yang diarahkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Sehingga narasi-narasi yang dibangun dan muncul di ruang publik adalah isu-isu publik yang sudah di framing secara politik yang akan menghadirkan kesan atau opini yang sudah terkonstruksi. Kartaprawira dalam Rifda (2022) menegaskan bahwa, komunikasi politik dapat diartikan sebagai penghubung dari pikiran politik yang hidup dalam masyarakat baik golongan, intra, asosiasi, institusi maupun sektor kehidupan dalam politik pemerintahan.

Pendapat Kartaprawira dapat dipahami bahwa, politisasi komunikasi adalah komunikasi politik dalam kehidupan manusia. Contoh politisasi komunikasi dapat kita lihat dalam : diskusi politik masyarakat, diskusi politik mahasiswa di kampus, Pemilu, Pilpres dan Pemilukada.

Ekses negatifnya tentunya sangat merugikan semua pihak, akan menimbulkan polarisasi dimasyarakat, munculnya kelompok-kelompok kepentingan yang berafiliasi dengan kepentingan tertentu. Selain itu akan menumbuhkan erosi publik pada sumber-sumber informasi yang selama ini dipercaya, karena masyarakat sudah tidak bisa membedakan mana fakta atau opini.

Akan terjadi penurunan kualitas demokrasi, diskusi publik yang selama ini sehat dan berbasiskan fakta dengan adanya politisasi komunikasi akan terjadi manipulatif fakta dan dapat mendistorsi proses pengambilan keputusan, menghambat partisipasi rasional. Adanya pembatasan diskusi ruang opini, siapapun yang memiliki pandangan yang berbeda akan merasa takut untuk menyampaikan pendapatnya di ruang publik, sehingga membatasi keragaman opini. Kondisi ini sering terjadi di negara-negara yang menganut demokrasi, termasuk di Indonesia.

Sikap dalam politisasi komunikasi

Menghadapi persoalan politisasi komunikasi diruang publik, diperlukan upaya kolektif dan kesadaran dari berbagai pihak untuk mensikapinya dengan baik.

Membangun kemampuan masyarakat kritis, jeli terhadap pesan-pesan suatu informasi, mengidentifikasi bias, memahami pesan-pesan politik yang dibingkai, penguatan dalam literasi media harus menjadi prioritas. Penguatan melalui dorongan jurnalisme yang berkualitas dan independen, media harus mengedepankan profesionalisme dengan standar jurnalistik tinggi yang senantiasa beracuan pada UU 40 tahun 1999 (UU pers), kode etik jurnalistik.

Membangun ruang dialog terbuka dan inklusif adalah bagian dari salah satu upaya dalam mensikapi politisasi komunikasi, melalui diskusi antar kelompok dengan pandangan politik yang berbeda. Mengedepankan saling menghormati, mendengarkan dan selalu mencari titik temu.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah, mengedepankan etika artinya, seluruh komunikator pejabat, politisi, tokoh masyarakat siapapun kita memiliki tanggung jawab berkomunikasi secara etis, menghindari penggunaan bahasa provokasi dan fokus pada penyampaian ide/gagasan dan solusi yang substansif. Diharapkan ruang publik dapat menjadi arena yang lebih sehat untuk pertukaran gagasan, pengambilan keputusan rasional dan penguatan nilai-nilai demokrasi. Selaras dengan pendapat Habermas dalam panggabean (2023) Salah satu ciri ruang publik yang ideal menurut Habermas adalah, mampu mengakomodasi keinginan bersama untuk mendiskusikan isu-isu yang sesuai dengan ketertarikan publik. Selain itu, dalam ruang tersebut ada debat yang rasional serta kritis dan setiap orang memiliki kesempatan untuk memengaruhi melalui kekuatan argumen.

Politisasi komunikasi adalah keniscayaan dalam masyarakat yang demokratis, namun batas antara komunikasi politik yang sehat dan manipulasi yang merusak, perlu dijaga dengan cermat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image